Menu

Mode Gelap
Santri: Bukan Hanya Cadangan Pesantren, Tetapi Juga Cadangan Pemerintah Cyberbullying: Ancaman Tersembunyi Di Era Digital Bagaimana Perempuan Haid Dapat Pahala di Bulan Ramadan? Mengenal Peran Duta Damai Santri Jawa Timur Blokagung Bersholawat Berhasil Kobarkan Semangat Para Santri

Kontra Narasi · 30 Apr 2024 14:22 WIB ·

Resolusi Jihad Belum Usai: Menerangi Jalan Perdamaian di Tengah Pergolakan


 Resolusi Jihad Belum Usai: Menerangi Jalan Perdamaian di Tengah Pergolakan Perbesar

Oleh: Ahmad Fuad Akbar

Di saat-saat krusial menjelang dan setelah kemerdekaan Indonesia, para tokoh Muslim tanah air mengusung semangat Resolusi Jihad sebagai perlawanan terhadap penjajah dan sebagai upaya menegakkan nilai-nilai kemanusiaan. Seruan ini menjadi penerang di tengah kegelapan propaganda ekstremis yang menyesatkan umat, dan relevansinya tetap berlaku hingga masa kini dalam menghadapi ancaman radikalisme dan terorisme.

Makna Jihad dalam Perjuangan Kemerdekaan

Dalam perjuangan meraih kemerdekaan, para tokoh Muslim Indonesia menerjemahkan konsep jihad sebagai upaya berkelanjutan untuk mewujudkan kebaikan dan menentang kezaliman penjajah dengan cara-cara yang beradab dan bermartabat. Mereka menolak penggunaan kekerasan semata dan lebih memilih jalur diplomasi, pendidikan, dan perlawanan moral yang tetap menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.

Sebagaimana ditegaskan oleh KH. Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU), “Jihad yang sebenarnya adalah berjuang melawan hawa nafsu dan menegakkan kebenaran dengan cara yang beradab” (Dhofier, 1982).

Semangat serupa tercermin dalam perjuangan KH. Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah. Beliau memperjuangkan pemurnian ajaran Islam dengan cara-cara yang santun, mengedepankan pendidikan dan dakwah daripada kekerasan.

“Kita tidak boleh memaksakan kehendak kita kepada orang lain, tetapi kita harus memberi contoh kepada mereka dengan perbuatan kita sendiri,” demikian pesan KH. Ahmad Dahlan (Mulkhan, 1990).

Resolusi Jihad di Masa Kini

Di era modern ini, di mana ancaman radikalisme dan terorisme masih mengintai, seruan Resolusi Jihad menjadi semakin relevan. Gerakan ini menawarkan narasi tandingan yang kuat untuk melawan kelompok-kelompok ekstremis dan mempromosikan nilai-nilai perdamaian dan toleransi.

Dengan menekankan pentingnya pendidikan, dialog, dan partisipasi aktif dalam masyarakat, Resolusi Jihad berupaya mencegah penyebaran ideologi ekstremis dan menghentikan arus rekrutmen baru ke dalam kelompok-kelompok teroris. Gerakan ini juga mendorong umat Muslim untuk menjadi agen perubahan positif dan mempromosikan nilai-nilai kemanusiaan universal.

Sebagaimana dinyatakan oleh Syekh Ali Gomaa, mantan Grand Mufti Mesir, “Resolusi Jihad adalah sebuah seruan untuk memahami makna jihad yang sebenarnya, yaitu berjuang melawan hawa nafsu dan menegakkan kebaikan di muka bumi” (Gomaa, 2017).

Warisan Resolusi Jihad dalam Perjuangan Kemerdekaan

Resolusi Jihad yang dipegang teguh oleh para tokoh Muslim Indonesia dalam perjuangan kemerdekaan merupakan warisan berharga yang patut diteruskan. Mereka menunjukkan bahwa jihad sejati bukanlah kekerasan dan teror, melainkan perjuangan mulia untuk menegakkan keadilan dan kemanusiaan dengan cara-cara yang bermartabat.

Di masa kini, seruan Resolusi Jihad menjadi tameng melawan propaganda ekstremis dan tindakan teror yang mengatasnamakan agama. Gerakan ini mengingatkan kita bahwa Islam adalah agama yang menjunjung tinggi perdamaian dan kebaikan, dan bahwa perjuangan sejati (jihad) adalah melawan kejahatan dan ketidakadilan dengan cara-cara yang beradab dan penuh kasih sayang.

Meneruskan Warisan Resolusi Jihad

Untuk meneruskan warisan mulia Resolusi Jihad, diperlukan upaya bersama dari seluruh elemen masyarakat. Pertama, para pemuka agama dan tokoh masyarakat memiliki peran penting dalam menyuarakan narasi yang mencerahkan tentang makna jihad yang sesungguhnya. Mereka harus menjadi garda terdepan dalam menangkal propaganda ekstremis dan menyebarkan pesan perdamaian serta toleransi.

“Para ulama harus menjadi pelopor dalam menyebarkan nilai-nilai Islam yang rahmatan lil’alamin (rahmat bagi semesta alam). Mereka harus mencontohkan teladan yang baik dan menjadi agen perubahan positif di tengah masyarakat,” demikian seruan KH. Achmad Siddiq, salah satu tokoh NU terkemuka (Asmuni, 1998).

Selain itu, lembaga pendidikan memiliki tanggung jawab besar dalam menanamkan nilai-nilai Resolusi Jihad kepada generasi muda. Kurikulum pendidikan harus mencakup pemahaman yang komprehensif tentang ajaran Islam yang sesungguhnya, serta mempromosikan nilai-nilai kemanusiaan, pluralisme, dan perdamaian.

“Pendidikan adalah kunci untuk mencegah penyebaran paham radikal dan ekstremis di kalangan generasi muda. Kita harus menanamkan nilai-nilai moderat dan toleransi sejak dini,” demikian tegas Azyumardi Azra, tokoh pendidikan Muslim terkemuka (Azra, 2002).

Peran Pemerintah dalam Memerangi Ekstremisme

Pemerintah juga memiliki peran penting dalam memerangi ekstremisme dan terorisme. Selain upaya penegakan hukum yang tegas, pemerintah harus memfasilitasi dialog dan kerja sama lintas agama serta lintas budaya. Hal ini bertujuan untuk memupuk rasa saling pengertian dan menghapus prasangka yang kerap menjadi sumber konflik.

“Pemerintah harus hadir sebagai fasilitator dalam upaya menciptakan harmoni dan perdamaian di tengah masyarakat yang majemuk. Kita harus merangkul semua elemen dan menjalin komunikasi yang terbuka,” demikian pernyataan Menteri Agama Republik Indonesia, Yaqut Cholil Qoumas (Kemenag, 2021).

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol. Prof. Dr. H. Mohammed Rycko Amelza Dahniel, M.Si. menegaskan bahwa:

“Strategi Nasional Penanggulangan Terorisme akan berfokus pada mencegah, mempersiapkan, melindungi, memberantas dan bermitra,” ujar Kepala BNPT dalam acara Senior Level Meeting Densus 88 pada Senin (29/01) di Jakarta.

Dirinya menambahkan, meskipun pada tahun 2023 telah terjadi fenomena zero terrorist attack.

“Kita perlu tetap waspada, fenomena zero attack tersebut merupakan fenomena yang muncul di atas permukaan dari teori gunung es,” kata Kepala BNPT.

Sumber Kutipan:

  1. Dhofier, Z. (1982). Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kyai. Jakarta: LP3ES.
  2. Mulkhan, A. M. (1990). Pemikiran KH. Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah dalam Perspektif Perubahan Sosial. Jakarta: Bumi Aksara.
  3. Gomaa, A. (2017). Resolusi Jihad: Memahami Makna Sebenarnya dari Jihad dalam Islam. Cairo: Dar Al-Ifta.
  4. Asmuni, Y. (1998). Himpunan Khutbah-Khutbah Muktamar NU ke-30. Jakarta: Lajnah Ta’lif wan Nasyr NU.
  5. Azra, A. (2002). Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
  6. Kemenag. (2021). Menag: Pemerintah Fasilitasi Dialog Lintas Agama dan Budaya. Diakses dari https://kemenag.go.id/berita/read/513010

7. https://www.bnpt.go.id/kepala-bnpt-strategi-nasional-penanggulangan-terorisme-berfokus-pada-mencegah-melindungi-memberantas-dan-bermitra

Artikel ini telah dibaca 4 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Mengungkap Teori Gunung Es dalam Kontra Propaganda Terorisme

30 April 2024 - 14:44 WIB

Membaca Toleransi di Indonesia: Menjaga Kebhinekaan dalam Keberagaman

30 April 2024 - 14:32 WIB

Menelusuri Catatan Panjang Pesantren sebagai Agen Perdamaian di Indonesia

30 April 2024 - 14:11 WIB

Sejarah Panjang Harmoni dalam Keragaman: Menjaga Perdamaian di Indonesia

30 April 2024 - 14:05 WIB

Menguatkan Peran BNPT Sebagai Garda Terdepan Menjaga Perdamaian di Indonesia

30 April 2024 - 11:08 WIB

Mitigasi Terorisme dan Radikalisme di Kalangan Generasi Muda

30 April 2024 - 00:08 WIB

Trending di Kontra Narasi