Menu

Mode Gelap
Santri: Bukan Hanya Cadangan Pesantren, Tetapi Juga Cadangan Pemerintah Cyberbullying: Ancaman Tersembunyi Di Era Digital Bagaimana Perempuan Haid Dapat Pahala di Bulan Ramadan? Mengenal Peran Duta Damai Santri Jawa Timur Blokagung Bersholawat Berhasil Kobarkan Semangat Para Santri

Kontra Narasi · 23 Mar 2024 12:36 WIB ·

Peran Keluarga dalam Melindungi Virus Radikalisme saat Ramadan


 Peran Keluarga dalam Melindungi Virus Radikalisme saat Ramadan Perbesar

Oleh: Abdul Warits

Di bulan Ramadan banyak sekali aktivitas yang dilakukan oleh seorang anak di dalam rumahnya apalagi bagi santri yang sedang menjalani liburan pondok. Pengawasan dari orang tua menjadi hal penting yang harus dilaksanakan saat Ramadan. Selain menghindari dari pergaulan bebas, juga agar terhindari dari narasi dan virus radikalisme dan terorisme.

Lingkungan keluarga selayaknya menjadi tempat strategis untuk menanamkan dasar-dasar pemikiran yang damai, toleran, dan ramah pada anak. Sebab, keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang akan sangat memengaruhi terbentuknya watak, mental, dan karakter seorang anak. Orang tua seharusnya  paham, salah satu faktor penyebab pemikiran radikal keagamaan adalah pemahaman agama yang sempit. Orang tua sebaiknya berupaya menanamkan pemahaman agama yang damai pada anak-anaknya. Dalam hal ini, orang tua perlu bekerjasama dengan ustaz, guru mengaji, dan pihak-pihak lainnya yang dipercaya untuk memberikan pemahaman agama yang benar pada anak-anaknya.

Orang tua harus sedapat mungkin memastikan bahwa pengetahuan agama yang didapat anak-anaknya adalah pengetahuan agama yang benar dan penuh hikmah  yang mengajarkan bahwa Islam agama adalah  agama rahmatan lil ‘alamin. Orang tua dapat ikut berperan mengayomi anak-anak untuk mempertahankan nilai-nilai toleransi dan tenggang rasa yang menjadi nilai-nilai pemersatu masyarakat Indonesia yang sangat heterogen.

Untuk mencegah masuk dan berakarnya paham radikalisme dalam diri anak, orang tua harus menjalankan perannya dengan baik. Ada beberapa cara yang sebaiknya dilakukan oleh orang tua untuk mencegah terjadinya paham radikal pada anak, di antaranya adalah:

Orang tua memberikan pemahaman agama secara benar dan utuh kepada anak. Islam sejatinya adalah agama yang memberikan keamanan, kenyamanan, ketenangan dan ketenteraman bagi semua makhluknya. Tidak ada satupun ajaran di dalamnya yang, mengajarkan kepada umatnya untuk membenci dan melukai makhluk lain.

Memperkuat Pancasila sebagai ideologi bangsa dalam implementasi atau praktik kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai yang tekandung dalam Pancasila sebenarnya sejalan dengan nilai-nilai Islam, oleh karena itu jika orang tua telah memberikan pemahaman yang benar tentang ajaran Islam, sebenarnya telah melaksanakan nilai-nilai yang yang terkandung dalam Pancasila. Orang tua dapat memberikan pemahaman kepada anak bahwa Pancasila adalah sebagai falsafah hidup dalam berbangsa dan bernegara.

Memberikan pemahaman kepada anak tentang bahaya gerakan radikalisme. Pengawasan yang memadai atas pergaulan anak, khususnya dalam kelompok-kelompok keagamaan tertentu menjadi sangat krusial.

Memberikan rasa aman, nyaman, dan menyenangkan kepada anak untuk tinggal di rumah. Fungsi dasar keluarga adalah memberikan rasa aman, kasih sayang, dan mengembangkan hubungan yang baik di antara anggota keluarga. Keluarga adalah orang terdekat bagi setiap manusia dan tempat mencurahkan segala isi hati maupun masalah. Keluarga juga merupakan tempat berkeluh kesah bagi setiap anggotanya karena hanya keluargalah yang ada dan senantiasa memberikan perhatian kepada setiap orang meskipun keadaan keluarga setiap orang berbeda-beda.

Dalam Alquran sendiri disebutkan bahwa keluarga yang sakinah adalah keluarga yang dipenuhi dengan ketentraman dan ketenangan hati. Namun, banyak masalah yang terjadi di keluarga saat ini, mulai dari  pertengkaran ayah-ibu kerap terdengar, bahkan di hadapan anak-anak hingga berujung pada broken home. Sehingga anak tidak betah di rumah, adalah pertanda keluarga tidak harmonis sehingga mencari hiburan dan kesenangan di luar rumah.

Orang tua menjadi sahabat untuk anak. Orang tua juga dapat menjadi sahabat bagi anaknya karena bagaimana pun dengan memposisikan sebagai sahabat anak, maka anak akan merasa lebih nyaman untuk bercerita dan merasa lebih dihargai. Karena manusia adalah makhluk sosial, maka memiliki sahabat untuk mengobrol, berdiskusi dan berkomunikasi menjadi kebutuhan yang mendasar. Orang tua yang baik adalah orang tua yang menjadi tempat curhat anak dalam segala permasalahan yang dihadapi anak, termasuk masalah yang berkaitan dengan SARA.

Mendidik anak untuk mengenal etika dalam mengungkapkan pendapat dan berkomentar soal SARA di media sosial. Karenanya perlu diperhatikan juga bahwa walaupun medsos berada di dunia maya, akan tetapi harus tetap memperhatikan etika dan adab yang Islami dalam berkomunikasi secara tulisan. Adab-adab pergaulan dalam dalam dunia maya pun harus jelas mencirikan sebagai seorang muslim yang beradab.

Jangan sampai ketika di dunia maya maka adab yang selama ini dijunjung tinggi dikesampingkan. Sebaiknya unggahan atau postingan tidak mengandung SARA. Selain  itu, orang tua juga perlu memberi perhatian khusus terhadap aktivitas anaknya di dunia maya. Sebab, jika kita mengamati perkembangan saat ini, pergerakan paham radikal  telah merambah di dunia  maya.

Mengajak anak untuk mengenal ragam budaya dan agama di Indonesia agar mereka mengenal nilai kebhinekaan. Indonesia memiliki keragaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa yang berbeda-beda antara satu provinsi dengan provinsi lainnya. Makna dan nilai-nilai Bhinneka Tunggal Ika harus ditanamkan sedini mungkin kepada anak di lingkungan keluarga. Di level inilah fungsi edukasi keluarga hadir, karena dari keluargalah unit pembangun pondasi bangsa yang kokoh dimulai.

Dengan memahami perbedaan, diharapkan akan menumbuhkan nilai-nilai toleransi, saling menghargai dan menghormati kepada orang-orang yang memiliki perbedaan dengan kita. Meski sangat vital, tidak banyak keluarga yang menanamkan spirit kebhinekaan dalam setiap interaksi dalam rumah. Banyak keluarga yang menerapkan edukasi dengan sistem otoriter tanpa dialog, hal ini akan menjadi pemicu anak tidak mau menerima perbedaan dan juga akan muncul “kebenaran” menurut versi dirinya sendiri. Dengan memberikan pemahaman dan pengetahuan tentang nilai kebhinekaan dalam keluarga, diharapkan perlahan-lahan dapat mencegah tumbuhnya radikalisme.

Artikel ini telah dibaca 11 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Mengungkap Teori Gunung Es dalam Kontra Propaganda Terorisme

30 April 2024 - 14:44 WIB

Membaca Toleransi di Indonesia: Menjaga Kebhinekaan dalam Keberagaman

30 April 2024 - 14:32 WIB

Resolusi Jihad Belum Usai: Menerangi Jalan Perdamaian di Tengah Pergolakan

30 April 2024 - 14:22 WIB

Menelusuri Catatan Panjang Pesantren sebagai Agen Perdamaian di Indonesia

30 April 2024 - 14:11 WIB

Sejarah Panjang Harmoni dalam Keragaman: Menjaga Perdamaian di Indonesia

30 April 2024 - 14:05 WIB

Menguatkan Peran BNPT Sebagai Garda Terdepan Menjaga Perdamaian di Indonesia

30 April 2024 - 11:08 WIB

Trending di Kontra Narasi