Menu

Mode Gelap
Santri: Bukan Hanya Cadangan Pesantren, Tetapi Juga Cadangan Pemerintah Cyberbullying: Ancaman Tersembunyi Di Era Digital Bagaimana Perempuan Haid Dapat Pahala di Bulan Ramadan? Mengenal Peran Duta Damai Santri Jawa Timur Blokagung Bersholawat Berhasil Kobarkan Semangat Para Santri

Kajian Aswaja · 13 Sep 2023 08:00 WIB ·

Larangan Memutus Silaturahmi Bagi yang Masih Hidup dan Mati


 unplash.com Perbesar

unplash.com

Larangan Memutus Silaturahmi – Apakah Anda tahu alasan kenapa agama Islam melarang keras memutus silaturahmi? Baik ketika ia masih hidup maupun sudah meninggal. Lalu apa saja dampak bagi orang yang memutus silaturahmi tersebut?

Tulisan ini berusaha mengajak para pembaca untuk mengetahui alasan tentang larangan dalam agama Islam memutus silaturahmi. Baik bagi orang yang masih hidup atau sudah meninggal. Serta dampak bagi orang-orang yang memutus silaturahmi.

Berikut ulasannya, simak baik-baik ulasan berikut.

Hadits Larangan Memutus Silaturahmi

Memutus Tali Silaturahmi Menurut Ajaran Islam

5w1hindonesia.id

Memutus silaturahmi memiliki bahaya dan konsekuensi yang sangat merugikan. Perbuatan memutuskan tali silaturahmi, baik yang hubungan darah (sanak keluarga) atau memiliki hubungan yang lain, dapat dianggap sebagai tindakan yang meremehkan perintah Allah.

Larnagan ini sebagaimana tertuang dalam sebuah hadits berikut:

لَا تَقَاطَعُوا، وَلَا تَدَابَرُوا، وَلَا تَبَاغَضُوا، وَلَا تَحَاسَدُوا، وَكُونُوا إِخْوَانًا كَمَا أَمَرَكُمُ اللهُ

“Janganlah kalian saling memutus (silaturahmi); saling berpaling; saling benci; saling iri hati; dan jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara, sebagaimana Allah telah memerintahkan kepada kalian.”[1]

Penjelasan Hadits Larangan Memutus Silaturahmi Bagi Orang yang Meninggal

larangan memutus silaturahmi kepada orang yang meninggal

kisahweb.com

Melalui hadits di atas, silaturahmi ternyata memiliki makna dan cakupan yang sangat luas. Karena itu, menjalin silaturahmi tidak hanya dengan orang yang masih hidup saja, akan tetapi juga kepada orang yang telah meninggal dunia.

Beberapa ulama juga menafsiri tentang hadis di atas, bahwasannya orang yang telah meninggal dunia juga masih memiliki hak. Yaitu mengantarkan jenazah ke kubur dan mendoakannya. Hak inilah yang harus dipenuhi oleh sesama Muslim.

Dalam syarah hadits tertuang kalimat berikut:

والذى حض عليه من الصلة بعد الممات فهو تشييعه إلى قبره والدعاء له، فهذا حق المؤمن على المؤمن.

“Dan yang diwajibkan atas seseorang setelah kematiannya adalah memakamkannya dan berdoa untuknya. Ini adalah hak seorang Mukmin atas Mukmin lainnya.” [2]

Penjelasan Syarah Hadits Larangan Memutus Silaturahmi Bagi Orang yang Meninggal

ilustrasi datangnya kematian

kumparan.com

Bagi orang yang masih hidup, tidak semena-mena kemudian memiliki anggapan terhadap orang yang telah meninggal dunia menjadi putus tali persaudarannya.

Merawat, memandikan, mengkafani dan mengantarkan jenazah ke kubur juga menjadi salah satu tindakan menghormati dan memberikan penghormatan terakhir bagi orang yang meninggal.

Hal ini termasuk ke dalam tanggung jawab sosial umat Muslim untuk memberikan penghormatan dan perhatian kepada sesama Muslim yang telah meninggal.

Begitu juga mendoakan kebaikan bagi orang yang telah meninggal, merupakan suatu anjuran dalam agama Islam. Sedangkan cara mendoakannya, bisa dilakukan dengan cara memohon kepada Allah agar memberikan rahmat, pengampunan, dan balasan yang baik bagi orang yang telah meninggal.

Doa ini juga merupakan bentuk ungkapan kasih sayang, perhatian, dan penghargaan terhadap mereka yang telah pergi.

Perhatian seperti ini mencerminkan pentingnya solidaritas dan kepedulian dalam agama Islam, di mana hal tersebut dapat memperkuat hubungan keluarga dan sosial dalam masyarakat.[3]

Dampak Memutus Silaturahmi

larangan memutus silaturahmi kepada orang yang meninggal dunia

pojokdurasi.com

Memutus tali silaturahmi akan memiliki dampak buruk yang sangat besar, yang kemudian mampu menjalar kepada teman-temannya yang lain. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan langsung oleh KH. Hasyim Asy’ari dalam kitab At-Tibyan:

إن شؤم القطيعة تجاوز فعلها إلى جلسائه وقومه تمنعهم عن شمول الرحمة لهم كما منعت من شمولها له فاذا كان هذا شؤومها فى القوم المجالسين للقاطع فما بالك بالقاطع نفسه فتيقظ لنفسك فان أمر القطعية خطير اي خطير

“Sungguh keburukan orang yang memutus tali silaturahmi akan menyebar kepada orang-orang yang berada di sekitarnya dan masyarakatnya. Yakni mereka ikut tercegah mendapatkan rahmat sebagaimana si pelakunya tersebut.

Jika hal ini merupakan dampak buruk yang diterima dalam lingkaran orang-orang yang memutuskan hubungan silaturahmi, bagaimana dengan orang yang memutuskan hubungan itu sendiri? Maka sadarkan diri Anda, karena memutus tali silaturahmi adalah hal yang sangat menakutkan dan sangat serius.”[4]

Dari sini, KH. Hasyim Asy’ari mengungkapkan betapa buruknya memutus silaturahmi ini. Sehingga jangan sampai penyakit ini menular dan menjalar dalam kehidupan kita sehari-hari. Karena hal tersebut memiliki dampak yang sangat serius, baik saat ini (di dunia) maupun di hari kelak nanti (di akhirat).

Penutup

larangan memutus silaturahmi

unplash.com

Dari uraian di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa orang yang telah meninggal dunia juga harus mendapatkan perhatian, bukan lantas terputus begitu saja hubungannya. Yaitu dengan sama-sama peduli, menyatukan solidaritas melalui merawat jenazah dan mendoakannya.

Dengan ini, maka ikatan sosial akan terjalin dengan kuat dan keadaan masyarakat menjadi guyub rukun.

Referensi

[1] Muslim an-Naisaburi, Shahih Muslim (Beirut: Dar Ihya at-Turatsnal-‘Arabi, tt), 1986/IV
[2] Ibnu bathal, Syarah Shahih al-Bukhari (Riyadh: Maktabah ar-Rusyd, 2003), 108/I
[3] Badruddin al-‘Aini, Umdah al-Qari Syarh al-Bukhari (Beirut: Dar ihya’ at-Turats al-‘Arabi, tt), 273/I
(وَلَا تقاطعوا وَلَا تدابروا) وعَلى التواصل بعد الْمَوْت بِالصَّلَاةِ والتشييع إِلَى الْقَبْر وَالدُّعَاء لَهُ. الثَّانِي: فِيهِ أَن الثَّوَاب الْمَذْكُور إِنَّمَا يحصل لمن تبعها إِيمَانًا واحتساباً، فَإِن حُضُورهَا على ثَلَاثَة أَقسَام: احتسابا ومكافأة ومخافة. والاول: هُوَ الَّذِي يجازى عَلَيْهِ الْأجر ويحط الْوزر، وَالثَّانِي: لَا يعد ذَلِك فِي حَقه. وَالثَّالِث: الله اعْلَم بِمَا فِيهِ. الثَّالِث: فِيهِ وجوب الصَّلَاة على الْمَيِّت وَدَفنه وَهُوَ إِجْمَاع. الرَّابِع: فِيهِ الحض على الِاجْتِمَاع لَهما والتنبيه على عظم ثوابهما، وَهِي مِمَّا خصت بِهِ هَذِه الامة. الْخَامِس: فِيهِ حجَّة ظَاهِرَة للحنفية فِي ان الْمَشْي خلف الْجِنَازَة أفضل من الْمَشْي أمامها، بِظَاهِر
[4] Hasyim Asy’ari, At-Tibyan fi Nahyi ‘an Maqothi al-Arham wa al-Aqorib wa al-Ikhwan (Jombang: Maktababh at-Turats al-Islami, tt), 13

Artikel ini telah dibaca 20 kali

Baca Lainnya

Hadits Keutamaan Silaturahmi dalam Islam Beserta Penjelasannya

11 September 2023 - 12:17 WIB

Keutamaan silaturahmi dalam Islam

Hukum Menjaga Silaturahmi Kepada Keluarga & Keistimewaannya

11 September 2023 - 08:00 WIB

menjaga silaturahmi

Bentuk Indahnya Silaturahmi dengan Keluarga dan Sesama

11 September 2023 - 08:00 WIB

menjaga silaturahmi

Hadits Menyambung Silaturahmi Adalah Puncak Keutamaan

9 September 2023 - 12:17 WIB

hadits menyambung silaturahmi

Hadits Larangan Marah Lebih dari 3 Hari

9 September 2023 - 08:00 WIB

hadits larangan marah

Kontroversi Kebolehan Mengasingkan Diri dari Orang Lain

9 September 2023 - 08:00 WIB

Mengasingkan Diri
Trending di Kajian Aswaja