Berikut ini kami ulas tentang hadits larangan marah lebih dari 3 hari. Di mana pada kasus ini pembahasannya mencakup tentang hukum mendiamkan orang lain meleibihi dari tiga hari.
Kami juga mengulas tentang larangan dan kebolehan mengasingkan diri dari keramaian menurut perspektif para ulama.
Penasaran dengan isinya? Simak baik-baik ulasannya berikut ini.
Hukum Marah Lebih dari 3 Hari
Ketika Anda marah, apa yang terngiang dalam benak Anda? Anda pasti tidak ingin berbicara dengan orang yang sedang Anda marahi bukan? Melihat wajahnya saja malas, apalagi berbicara dengan orangnya.
Nah, anggapan-anggapan seperti ini perlu kita jauhi. Karena, hal ini hanya akan membuat persaudaraan kita menjadi retak. Sedangkan hubungan tidak harmonis hanya membuat mental kita tertekan dalam menjalani aktivitas sehari-hari.
Mendiamkan orang lain secara berkelanjutan dalam waktu yang lama dapat menimbulkan keretakan hubungan, meningkatkan ketegangan, dan merusak komunikasi.
Oleh karena itu, dalam Islam, dianjurkan untuk menghindari praktik tersebut sejauh mungkin dan berusaha untuk memperbaiki hubungan dengan cara yang baik.
Dalam kitab At-Tibyan, KH. Hasyim Asy’ari mengutip pendapat dalam kitab Zawajir karya Ibnu Hajar yang menjelaskan tentang mendiamkan orang lain.
Di sana beliau mengungkapkan bahwa seorang Muslim yang mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari tanpa ada alasan syari (dibenarkan oleh syariat Islam), tergolong perilaku memutus silaturahmi.[1]
Sedangkan kita tahu bahwa hukum memutus silaturahmi sendiri adalah haram dan mendapatkan dosa besar.
Hadits Larangan Marah Lebih dari 3 Hari
Nabi Muhammad SAW melarang keras orang-orang yang berperilaku demikian. Dalam salah satu hadis, Nabi Muhammad berkata:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَا يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلَاثٍ، فَمَنْ هَجَرَ فَوْقَ ثَلَاثٍ فَمَاتَ دَخَلَ النَّارَ
Dari Abu Hurairah berkata: Nabi Muhammad SAW bersabda: “Orang Muslim tidak boleh mendiamkan (nyatru) saudaranya lebih dari tiga hari. Barangsiapa mendiamkan saudaranya di atas tiga hari, kemudian dia meninggal dunia, maka dia masuk neraka.”[2]
Penjelasan Hadits Larangan Marah Lebih dari 3 Hari
Dalam syarahnya, orang Muslim tidak ada kebolehan untuk menghindar dari sesamanya melebihi dari tiga hari. Baik itu karena urusan duniawi, masalah pribadi, atau konflik antara individu. Karena hal tersebut akan menyebabkan kesenjangan antar sesama. [3]
Kebolehan Mengasingkan Diri dari Keramaian
Namun, KH. Hasyim Asy’ari juga memberikan argumen lain. Yaitu mendiamkan (mengasingkan) diri dari melebihi tiga hari diperbolehkan, dengan syarat yaitu ada tujuan kesalehan atau memperbaiki keadaan.
Di mana, beliau mengutip pendapatnya Ibnu Hajar dalam kitab Zawajir, sebagaimana syahidnya:
أن هجر المسلم فوق ثلاثة أيام كبيرة لما فيه من التقاطع و الإيذاء و الفساد ، و يستثنى من تحريم الهجر مسائل ذكرها الائمة ، وحاصلها أنه متى عاد الى صلاح الدين والمحجور جاز وإلا فلا
“Berdiam diri (mengasingkan diri) orang Muslim selama lebih dari tiga hari merupakan dosa besar, karena terdapat kemungkinan terjadinya sikap memutus tali silaturahmi, menyakiti hati dan merusak hubungan.
Namun, terdapat pengecualian berdiam diri atau mengasingkan diri yang dikemukakan oleh para imam. Intinya, jika mengasingkan diri bertujuan mendatangkan kebaikan pada agamanya, maka hal tersebut diperbolehkan. Namun, jika tidak, maka tidak diperbolehkan.”[4]
Perlu penulis tekankan ulang bahwa kebolehan mengasingkan diri dengan syarat adanya tujuan keshalehan. Jika tidak ada tujuan tersebut, maka mengasingkan diri hukumnya haram dan tidak diperbolehkan.
Penutup
Kesimpulan dari hadits larangan marah lebih dari 3 hari hukumnya haram, karena dapat memutus islaturahmi dan kekerabatan. Begitu pula mengasingkan diri dari keramaian dengan tujuan yang tidak mendatangkan kebaikan pada agamanya, hukumnya juga haram.
Sedangkan ketika mengasingkan diri dengan adanya tujuan untuk kebaikan agamanya, maka diperbolehkan.
Namun dalam keramaian-keramaian yang ada saat ini, masih banyak sekali kebaikan yang bisa kita dapatkan dengan bercampur bersama masyarakat. Sehingga tidak ada alasan kuat yang mendasari kebolehan orang untuk mengasingkan diri dari masyarakatnya.
[1] Ibit, 10
المراد بالهجرة أن يهجر أخاه المسلم فوق ثلاثة أيام لغير غرض شرعي، وبالتدابر الاعراض عن المسلم ، بأن يلقاه فيُعرض عنه بوجهه ، و بالتشاحن تغيّر القلوب المؤدي الى أحد ذينك و تأذيها ، و يصدق عليه حينئذ انه قطع وصلة رحمه
[2] Abu Dawud, Sunan Abi Dawud (Beirut: Al-Maktabah al-‘Asyriyyah, tt), 279/IV
[3] ‘Abd al-Muhsin al-‘Ibad, Syarh Sunan Abi Dawud (CD: Maktabah Syamela, tt), 559/VIII
أورد أبو داود هذه الترجمة بعنوان: باب فيمن يهجر أخاه المسلم، وهجر المسلم إما أن يكون لأمور دنيوية، وأمور شخصية، وأمور تجري بين الناس، فهذا لا يسوغ الهجر فيه أكثر من ثلاث ليال، فإنه قد يحصل شيء فتتباعد النفوس فيما بينها في هذه المدة، لكن لا يجوز أن يتجاوز هذا المقدار الذي هو ثلاث ليالٍ.
[4] Hasyim Asy’ari, At-Tibyan fi Nahyi ‘an Maqothi al-Arham wa al-Aqorib wa al-Ikhwan (Jombang: Maktababh at-Turats al-Islami, tt), 11