Silaturahmi dalam Islam – Manusia sebagai makhluk sosial, tidak akan mampu hidup sendiri. Manusia membutuhkan interaksi dan hubungan sosial bersama orang lain untuk mencapai kebahagiaan dan keberhasilan dalam hidup, serta memenuhi kebutuhan sosialnya.
Dalam konteks ini, silaturahmi memainkan perannya membangun dukungan sosial dan saling ketergantungan antara individu dan kelompok.
Apalagi jika melihat dari sudut masyarakat Indonesia yang plural dengan berbagai keberagaman budaya, etnis dan agama, pastinya akan sangat rentan terjadinya perselisihan jika tidak dengan menjalin hubungan silaturahmi yang baik.
Memelihara silaturahmi dalam Islam dianggap penting jika melihat dari berbagai latar belakang manusia yang berbeda-beda. Melalui silaturahmi, seseorang dapat saling mengenal, memahami, dan menghargai keberagaman.
Allah sendiri berfirman dalam al-qur’an tentang penciptaan yang berbeda-beda. Dengan perbedaan itulah, manusia disuruh untuk saling mengenal dan menghargai perbedaan.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْناكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثى وَجَعَلْناكُمْ شُعُوباً وَقَبائِلَ لِتَعارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقاكُمْ
“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa.” (QS. Al-Hujarat: 13)
Di lain sisi, peran penting dari silaturahmi sendiri mampu menciptakan kerjasama, kebersamaan, dan saling membantu dalam mencapai tujuan bersama. Silaturahmi juga berkontribusi pada pembangunan sosial, ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Pentingnya Menjalin Silaturahmi dalam Islam
Pentingnya menjaga silaturahmi ini sampai diabadikan oleh Allah dalam al-qur’an. Dalam surat An-Nisa ayat pertama diungkapkan:
وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
“Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan Mengawasi kamu.” (QS. An-Nisa: 1)
Firman Allah SWT ini mengindikasikan tentang pentingnya menjalin tali silaturahmi. Karena dengan jalinan yang baik antar sesama, manusia akan mampu bertahan mengarungi kehidupan di muka bumi dan akan mendapatkan kebaikan di akhirat kelak.[1]
Laknat Allah Bagi Orang yang Memutus Silaturahmi dalam Islam
Allah melaknat orang-orang yang berusaha memutus jalinan tali silaturahmi. Karena dengan memutus tali silaturahmi akan berdampak pada buruknya tatanan masyarakat, runtuhnya nilai-nilai sosial, seperti tidak adanya saling menghormati dan tidak adanya rasa kepedulian.
Permusuhan dan kebencian pun akan muncul serta mengancam perdamaian dan stabilitas sosial, baik secara mikro ataupun makro.
Dalam firman-Nya:
فَهَلْ عَسَيْتُمْ إِنْ تَوَلَّيْتُمْ أَنْ تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ وَتُقَطِّعُوا أَرْحَامَكُمْ (22) أُولَئِكَ الَّذِينَ لَعَنَهُمُ اللَّهُ فَأَصَمَّهُمْ وَأَعْمَى أَبْصَارَهُمْ (23) أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا (24)
“Maka apakah sekiranya kamu berkuasa, kamu akan berbuat kerusakan di bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? Mereka itulah orang-orang yang Allah kutuk; lalu Allah buat tuli (pendengarannya) dan Allah butakan penglihatannya. Maka tidakkah mereka menghayati al-qur’an ataukah hati mereka sudah terkunci?” (QS. Muhammad: 22-24)
Kitab At-Tibyan Karya Hasyim Asy’ari Tentang Larangan Memutus Tali Silaturahmi
Berkaitan tentang memutus tali silaturahmi, telah ada ulasan dan menjadi pembahasan serius yang pernah Syaikh Hasyim Asy’ari kaji dalam kitabnya At-Tibyân. Di dalamnya membahas tentang dalil-dalil baik al-qur’an, hadis dan maqolah ulama tentang bahaya memutus tali silaturahmi.
Lahirnya kitab At-Tibyân sendiri memiliki segi historisasi yang cukup erat dengan pendirian Jam’iyyah Nahdlatul Ulama.
Hal ini bisa kita lihat dalam kitab Muqodimah Qônun al-Asâsi—ketika awal mula pendirian Jam’iyyah Nahdlatul Ulama—di mana Syaikh Hasyim Asy’ari menekankan tentang pentingnya persatuan.
Sebagaimana syair yang tercantum:
كُوْنُوْا جَمِيْعًا يَا بُنَيَّ اِذَا عَرَا * خَطْبٌ وَلاَ تَتَفَرَّقُوْا أَحَادًا.
تَأْبىَالْقِدَاحُ اِذَاجْتَمَعْنَ تَكَسُّرًا * وَاِذَا افْتَرَقْنَ تَكَسَّرَتْ أَفْرَادًا
“Berhimpunlah anak-anakku bila kegentingan datang melanda. Janganlah bercerai-berai sendiri-sendiri. Cawan-cawan enggan pecah bila bersama. Ketika bercerai-berai, satu-satu pecah berderai-derai.”[2]
Pentingnya persatuan dalam Muqodimah Qônun al-Asâsi tersebut kemudian dikuatkan dan diperjelas dengan dalil-dalil tentang meruginya orang-orang yang memutus tali silaturahmi yang disematkan dalam kitab At-Tibyân.
Akan tetapi karena penjelasan tentang dalil-dalil yang tertuang dalam kitab At-Tibyân kurang meluas—yang sebenarnya dapat lebih mendalam perihal pengkajiannya.
Kajian tentang kitab At-Tibyân yang telah ditulis oleh Syaikh Hasyim Asy’ari sangat layak untuk dikaji kembali sebagai kajian ilmiah dengan nuansa yang lebih segar sebagai upaya membuka kesadaran lebih lanjut tentang bagaimana cara memperkuat jalinan silaturahmi.
Apalagi di masa modern seperti sekarang ini yang semakin banyak orang-orang memikirkan pribadinya sendiri, dan selalu mengkalkulasi untung rugi ketika akan membantu orang lain.
Di mana hal tersebut justru akan membuat orang memutus jalinan silaturahminya dan memperlemah kekuatan persatuan yang menjadikan runtuhnya solidaritas masyarakat, bahkan dapat membuat stabilitas keamanan negara menjadi terancam.
Referensi
[1] Abu Ja’far at-Thobari, Jaami’ al-Bayaan (tk: Muassasah ar-Risaalah, 2000) 347/VI
اتقوا الله وصلوا الأرحام، فإنه أبقى لكم في الدنيا، وخير لكم في الآخرة
[2] Hasyim Asy’ari, Muqodimah Qônun al-Asâsi (Tebuireng: Maktabah Turâts al-Islamî, tt) 23