Pengertian Silaturahmi – Pernahkah Anda tahu bahwa silaturahmi memiliki dampak yang sangat besar dalam membangun masyarakat yang harmonis, penuh kasih, dan saling adanya dukung mendukung.
Ia mencerminkan sikap empati, kepedulian, dan penghargaan terhadap sesama manusia, dan menjadi pondasi bagi hubungan sosial yang sehat dan berkelanjutan.
Pada kesempatan kali ini, redaksi santrikeren.id akan membahas tentang pengertian silaturahmi dari berbagai literatur, beserta dengan penjelasan hadisnya.
Pengertian Silaturahmi Secara Bahasa
Penggunaan kata silaturahmi sudah jamak penggunaannya oleh masyarakat Indonesia. Menyerap dari bahasa Arab berupa kata ‘shilah’ dan ‘rahim’. Kata ‘shilah’ merujuk dari kata ‘washla’ yang memiliki makna menghimpun, menyambung, menghubungkan dan menggabungkan.[1]
Sedangkan kata ‘rahim’ mengambil dari kalimat masdar ‘rahmah’ yang memiliki makna kasih sayang (nikmat). Akan tetapi ketika akan dikaitkan dengan lafad ‘rahim’ perlu adanya penghubung. Dalam hal ini, sabda Rasulullah SAW menjadi landasannya. Berikut perkataan Nabi SAW:[2]
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – يَقُولُ: قَالَ اللهُ تَعَالَى: أَنَا الرَّحْمَنُ، وَهِيَ الرَّحِمُ، شَقَقْتُ لَهَا اِسْماً مِنِ اسْمِي، مَنْ وَصَلَهَا وَصَلْتُهُ، وَمَنْ قَطَعَهَا بَتَتُّهُ
Dari Abdurrahman bin ‘Auf berkata; saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Allah SWT berfirman: “Aku adalah ‘ar–Rahman’ (Yang Maha Pengasih), yaitu ar–Rahm (kekerabatan) telah mengambil dari nama-Ku. Barangsiapa yang menyambungnya, maka Aku akan menyambung hubungan dengannya. Dan barangsiapa yang memutuskannya, maka Aku akan memutus hubungan dengannya sama sekali.”[3]
Penjelasan Hadis Tentang Silaturahmi
Dari hadis di atas, muncul lafad ‘ar–Rahm’ yang memiliki makna ‘kekerabatan atau keluarga’. Hal ini sebagaimana terjemahan yang tertera dalam Kamus Al-Munawir.[4] Penggunaan makna tersebut senada dengan ulama yang mengatakan bahwa kata ‘ar-Rahm’ bermakna ‘tempat mengandung janin’. [5]
Jika melihat melalui gramatika Arab, silaturahmi memiliki dua kata yaitu ‘shilah’ dan ‘ar-rahm’, maka termasuk ke dalam susunan tarkib idhofi. Yaitu susunan yang terdiri dari mudhof dan mudhof ilaih.
Jika kedua kata tersebut digabungkan, maka akan menjadi kata ‘shilah ar-rahim’ yang diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi silaturahim (bisa disebut juga silaturahmi). Sehingga makna yang diambil dari kata silaturahmi sendiri memiliki makna ‘menyambung persaudaraan’.
Tidak jauh berbeda ketika merujuk ke dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, di mana silaturahmi bermakna ‘tali persahabatan (persaudaraan)’.[6]
Pengertian Silaturahmi Secara Istilah
Secara istilah silaturahmi dapat dimaknai sebagai mendekatkan diri kepada orang lain yang telah jauh dan menyambung kembali hubungan komunikasi setelah lama terputus dengan kasih sayang antara satu dengan yang lainnya.[7]
Hal ini senada dengan sabda Rasulullah SAW berikut:
عَنِ النَّبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لَيْسَ الوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ، وَلَكِنْ الوَاصِلُ اَلَّذِي إِذَا قُطِعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا
Dari Rasulullah SAW bersabda: “Orang yang menyambung bukan orang yang membalas kebaikan orang lain. Akan tetapi yang dimaksud dengan orang yang menyambung adalah orang yang apabila hubungan kekerabatannya diputuskan, maka ia menyambungnya.[8]
Penutup
Menyambung tali silaturahmi adalah perilaku berbuat baik kepada kerabat, memberikan sebanyak mungkin kebaikan kepada mereka, menjauhkan sebanyak mungkin kejahatan dari mereka.
Berbuat baik sendiri bisa melalui kata-kata dan perbuatan yang baik. Perbuatan itu bisa dengan mengunjungi kerabat, menanyakan tentang keadaan mereka, dan memberikan bantuan kepada mereka yang membutuhkan.
Hal ini senada dengan pendapatnya Imam an-Nawawi yang menyimpulkan bahwa “silaturahmi adalah berbuat baik kepada kerabat sesuai dengan kondisi masing-masing. Berbuat baik bisa dengan memberikan harta, bisa juga dengan memberikan bantuan fisik, dan bisa juga melalui kunjungan, salam, dan tindakan lainnya.”
Sedangkan memutus silaturahmi berarti tidak berbuat baik kepada kerabat, bahkan bisa menyebutnya sebagai perilaku berbuat buruk terhadap mereka.
Referensi
[1] Ahmad Warson Munawir, Kamus al-Munawir (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997) 1562, cet. II
ووصل الشيء بالشيء
[2] Fakhruddin ar-Râzi, Tafsir ar-Râzi (Beirut: Daar Ihya at-Turaats al-‘Arabi, 1420) 481/IX
الْمَسْأَلَةُ الْخَامِسَةُ: قَالَ بَعْضُهُمْ: اسْمُ الرَّحِمِ مُشْتَقٌّ مِنَ الرَّحْمَةِ الَّتِي هِيَ النِّعْمَةُ، وَاحْتَجَّ بِمَا رُوِيَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى أَنَا الرَّحْمَنُ وَهِيَ الرَّحِمُ اشْتَقَقْتُ اسْمَهَا مِنِ اسْمِي
[3] Abu Dawud Sulaiman, Sunan Abi Dawud (tk: Dâr ar-Risaalah al-‘Âliyah, 2009) 199/III, cet. I
[4] Ahmad Warson Munawir, Kamus al-Munawir (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997) 483, cet. II
الرحم والرحم : مستودع الجنين – : القرابة
[5] Fakhruddin ar-Râzi, Tafsir ar-Râzi (Beirut: Daar Ihya at-Turâts al-‘Arabi, 1420) 481/IX
وَوَجْهُ التَّشْبِيهِ أَنَّ لِمَكَانِ هَذِهِ الْحَالَةِ تَقَعُ الرَّحْمَةُ مِنْ بَعْضِ النَّاسِ لِبَعْضٍ. وَقَالَ آخَرُونَ: بَلِ اسْمُ الرَّحِمِ مُشْتَقٌّ مِنَ الرَّحِمِ الَّذِي عِنْدَهُ يَقَعُ الْإِنْعَامُ وَأَنَّهُ الْأَصْلُ، وَقَالَ بَعْضُهُمْ: بَلْ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا أَصْلٌ بِنَفْسِهِ، وَالنِّزَاعُ فِي مِثْلِ هَذَا قَرِيبٌ.
[6] Dendy Sugono, dkk., Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008) 1449
[7] Siti Fatimah, Silaturahmi Menurut Hadis Nabi (Suatu Kajian Tahlili), Skripsi, Fakultas Ushuluddin Filsafat dan Politik Universitas Islam Negeri Alauddin Makasar (Makasar: UIN Alauddin Makasar: 2017) 17
[8] Al-Bukhâri, Shahîh al-Bukhâri (tk: Daar Thuq an-Najah: 1442) 6/VIII, cet. I