Menu

Mode Gelap
Santri: Bukan Hanya Cadangan Pesantren, Tetapi Juga Cadangan Pemerintah Cyberbullying: Ancaman Tersembunyi Di Era Digital Mengenal Peran Duta Damai Santri Jawa Timur Blokagung Bersholawat Berhasil Kobarkan Semangat Para Santri

Tanya Jawab · 29 Mei 2023 06:41 WIB ·

Mengapa Banyak Orang yang Berdo’a di Makam Para Ulama


 Mengapa Banyak Orang yang Berdo’a di Makam Para Ulama Perbesar

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Kita sering melihat banyak saudara-saudara kita yang beragama Islam, mereka berdo’a di makam para ulama atau tokoh agama. Kenapa mereka melakukan hal demikian? Dan bagaimana pandangan ulama tentang hal ini?

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

[Nuruddin, Bekasi]

___

Admin –Wa’alaikumsalam Wr. Wb.

Terimakasih sudah mau bertanya kepada kami. Semoga Bapak Nuruddin beserta keluarga selalu diberi kesehatan dan keberkahan hidup.

Perlu dipahami bahwa banyak orang yang berdo’a di makan para ulama atau tokoh agama karena mereka menganggap makam tersebut sebagai tempat yang memiliki keberkahan. Akan tetapi, jika dipandang sebagai tempat yang berkah, seharusnya masih banyak tempat yang memiliki keberkahan selain di makam ulama, seperti masjid, di pesantren atau tempat-tempat yang memiliki konsentrasi dalam kajian agama.

Orang-orang memilih berdo’a di makam para ulama karena memiliki alasan lain, di antaranya:

Pertama, sebagai penghormatan bagi ulama tersebut. Masyarakat menghormati para ulama tidak lain karena dedikasi mereka dalam menyebarkan agama. Memberikan pengetahuan, di mana pada awalnya mereka tidak tahu, dengan adanya ulama mereka menjadi paham tentang hal-hal yang baik dan buruk. Menunjukkan jalan yang lurus, yang sebelumnya mereka tersesat. Para ulama juga memiliki kebijaksanaan dalam berperilaku, sehingga mereka disegani olah masyarakatnya. Dengan hal-hal tersebut, masyarakat berdo’a di makam ulama bisa dianggap sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan kepada ulama.

Kedua, ulama sebagai wasilah (perantara). Beberapa orang mempercayai bahwa berdo’a di makam para ulama dapat berfungsi sebagai wasilah atau perantara mendekatkan diri kepada Allah. Karena ulama dianggap memiliki keberkahan, di pandang di masa ulama tersebut hidup, merupakan orang yang shaleh dan diberkahi oleh Allah. Di makam tersebut, orang-orang berdo’a kepada Allah, sambil memohon perantaraan dan syafaat ulama yang telah meninggal.

Akan tetapi, penting untuk memahami konteks dan keyakinan pribadi saat mempertimbangkan praktik-praktik seperti ini.

Berdo’a di makam ulama sendiri sudah menjadi kebiasaan ulama-ulama pada zaman dahulu. Hal ini diungkapkan secara jelas oleh Syamsuddin ad-Dzahabi dalam kitabnya:  

وَالدُّعَاءُ مُسْتَجَاب عِنْد قُبُوْر الأَنْبِيَاء وَالأَوْلِيَاء، وَفِي سَائِر البِقَاع، لَكِن سَبَبُ الإِجَابَة حُضُورُ الدَّاعِي، وَخُشُوعُهُ وَابتِهَاله، وَبلاَ رَيْبٍ فِي البقعَةِ المُبَارَكَة

Artinya: “Dan berdo’a di makam para Nabi dan para kekasih Allah itu mustajab (dikabulkan), dan di semua tempat. Akan tetapi sebab dijawabnya do’a adalah hadirnya orang yang berdo’a, khusyu dalam memohon, dan tidak ada keraguan lagi di tempat-tempat yang diberkat.” [1]

Kemudian Imam al-Ghazali dalam salah satu maqolahnya mengatakan bahwa ketika seseorang duduk atau bersama orang-orang yang sholeh atau para kekasih Allah, maka harus menjaga hatinya. Hal ini tidak memandang orang tersebut masih hidup atau sudah wafat. Karena sejatinya, para kekasih Allah itu tetap hidup.

إذا جالست الملوك فاحفظ جوارحك إذا جالست العلماء فاحفظ لسانك و إذا جالست الأولياء فاحفظ قلبك و إذا جالست العارفين فكن كما شئت

“Jika Anda duduk dengan para penguasa, maka jagalah anggota tubuh Anda. Jika Anda duduk dengan para ulama, maka jagalah lidah Anda. Jika Anda duduk dengan para kekasih Allah, maka jagalah hati Anda. Dan jika Anda duduk dengan yang ‘Arif (berpengetahuan), maka berbuatlah seperti yang Anda inginkan.”

Semoga ulasan ini dapat menjawab pertanyaan saudara dan dapat bermanfaat.

Baca juga: Terima Sistem Berbangsa dan Bernegara Indonesia, Ini Isi Baiat Hanan Attaki
Tonton juga: PRASANGKA | Short Film Of Grup Taks 2 Duta Damai Santri Jawa Timur.


[1] Syamsuddin ad-Dzahabi, Siyar A’lam an-Nubalâ’ (Kairo: Daar al-Hadist, 2006), 523/XII

Artikel ini telah dibaca 1 kali

Baca Lainnya

Ustadz Menerima Zakat?

9 April 2024 - 16:21 WIB

Kesalahan Regulasi BAZNAS dalam Penerapan Zakat Profesi

5 April 2024 - 13:07 WIB

Bagaimana Perempuan Haid Dapat Pahala di Bulan Ramadan?

21 Maret 2024 - 16:15 WIB

macam-macam darah wanita

Keramas Biar Fresh Ketika Puasa, Bolehkah?

17 Maret 2024 - 09:39 WIB

Kenapa Bulan Ramadan Tidak Termasuk Empat Bulan Hurum?

17 Maret 2024 - 09:34 WIB

Gusi Berdarah Bisa Membatalkan Puasa?

17 Maret 2024 - 09:29 WIB

Trending di Tanya Jawab