Memutus silaturahmi atau hubungan antarindividu dan kelompok memiliki bahaya dan konsekuensi yang sangat merugikan. KH. Hasyim Asy’ari menjelaskan bahwa memutus tali silaturahmi adalah perbuatan yang tergolong dosa besar.
المراد بقطع الرحم المحرم قطعُ مَا أَلف القريب منه من سبق الوصيلة و الإحسان ، سواء كان الاحسان الذى ألفه منه قريبه مالاً او مكاتبة أو مراسلة او زيارة او غير ذلك ، فقطعُ ذلك كله بعد فعله لغير عذر شرعي كبيرة ، لان ذلك يؤدى الى إيحاش القلوب ونفرتها و تأذيها ، و يصدق عليه حينئذ أنه قطع وصلة رحمه
“Memutus hubungan tali silaturahmi yang diharamkan adalah memutus kebiasaan yang dilakukan oleh sanak kerabat, yaitu dengan menyambung persaudaraan dan berbuat baik. Baik hal tersebut berupa perbuatan; baik dengan cara memberikan uang, surat-menyurat, kunjungan, dan lain sebagainya.
Maka, memutus semua hal itu setelah terbiasa melakukannya, tanpa alasan syar’i yang jelas, maka tindakannya tergolong dosa besar. Karena dapat menyebabkan hati menjadi terasing, menjauhkan, dan menyakiti hati.
Dengan demikian, orang yang melakukannya dinyatakan telah memutuskan hubungan kekerabatan.”[1]
Dalil Larangan Memutus Silaturahmi
Banyak juga dalil al-qur’an dan hadis yang menyebutkan tentang larangan memutus tali persaudaraan. Hal ini sebagaimana yang tertera berikut:
وَالَّذِينَ يَنْقُضُونَ عَهْدَ اللَّهِ مِنْ بَعْدِ مِيثاقِهِ وَيَقْطَعُونَ مَا أَمَرَ اللَّهُ بِهِ أَنْ يُوصَلَ وَيُفْسِدُونَ فِي الْأَرْضِ أُولئِكَ لَهُمُ اللَّعْنَةُ وَلَهُمْ سُوءُ الدَّارِ
“Orang-orang yang merusak janji Allah setelah diikrarkan dengan teguh dan memutuskan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan dan mengadakan kerusakan di bumi, orang-orang itulah yang memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (Jahannam).” (QS. Ar-Ra’d: 25)
Dalam Tafsir at-Thabari, Allah SWT mengutuk keras orang-orang yang memutus tali silaturahmi dengan Rasulullah SAW, kaum Muslimin, dan sanak kerabat. [2] Kemudian masih dalam kitab yang sama, Abu Ja’far berpendapat bahwa memutuskan tali silaturahmi secara sengaja merupakan perbuatan orang-orang yang memiliki sifat munafik.
Allah telah mengutuk orang-orang munafik dalam al-qur’an karena mereka memutuskan hubungan keluarga. Oleh karena itu, perbuatan memutus silaturahmi, baik itu hubungan darah (sanak keluarga) atau memiliki hubungan yang lain, merupakan tindakan yang meremehkan perintah Allah. Hal ini menunjukkan bahwa siapa pun yang memutuskan hubungan yang Allah perintahkan untuk menjaganya, sejatinya berperilaku seperti orang munafik sebagaimana dalam ayat di atas.[3]
Kemudian dalam hadis juga dikatakan:
لَا تَقَاطَعُوا، وَلَا تَدَابَرُوا، وَلَا تَبَاغَضُوا، وَلَا تَحَاسَدُوا، وَكُونُوا إِخْوَانًا كَمَا أَمَرَكُمُ اللهُ
“Janganlah kalian saling memutus (silaturahmi); saling berpaling; saling benci; saling iri hati; dan jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara, sebagaimana Allah telah memerintahkan kepada kalian.”[4]
Penjelasan Hadis Tentang Larangan Memutus Silaturahmi
Dalam Syarh Sunan Ibnu Majah, hadis tersebut memperingatkan agar jangan sampai memutus hubungan tali silaturahmi antar kerabat.[5] Dijelaskan juga bahwa di dalam kitab tersebut bahwa memutus silaturahmi merupakan dosa besar. Sebagaimana redaksinya di bawah ini:
وَحَقِيقَة الصِّلَة الْعَطف وَالرَّحْمَة قَالَ وَلَا خلاف ان صلَة الرَّحِم وَاجِبَة فِي الْجُمْلَة وقطيعتها مَعْصِيّة كَبِيرَة
“Hakikat hubungan kekerabatan adalah kasih sayang dan belas kasihan. Ulama berpendapat bahwa tidak ada perbedaan pendapat tentang kewajiban menyambung hubungan kekerabatan adalah mutlak, dan memutusnya adalah dosa besar.[6]
Penutup
Kesimpulannya adalah memutus silaturahmi atau hubungan kekerabatan merupakan perbuatan yang haram dalam Islam dan menganggapnya sebagai dosa besar. Al-Qur’an dan hadis menyatakan larangan ini secara tegas.
Di samping itu, memutuskan silaturahmi termasuk meremehkan perintah Allah dan baginya terdapat siksa yang pedih. Oleh karena itu, janganlah kita terbesit di dalam hati kita untuk memutus silaturahmi dengan siapapun.
Allah hanya menganjurkan untuk menjaga hubungan kekerabatan dan menjalin silaturahmi. Jika kita terlanjur memutus hubungan dengan kerabat kita, marilah untuk menjalinnya kembali demi keutuhan dan keharmonisan keluarga.
Referensi
[1] Hasyim Asy’ari, At-Tibyan fi Nahyi ‘an Maqothi al-Arham wa al-Aqorib wa al-Ikhwan (Jombang: Maktababh at-Turats al-Islami, tt), 13
[2] At-Thobari, Tafsir at-Thobari (tk: Muassasah ar-Risalah, 2000), 416/I
أن الله ذمهم بقطعهم رسول الله صلى الله عليه وسلم والمؤمنين به وأرحامَهم.
[3] Ibit.
قال أبو جعفر: وهذا مذهبٌ من تأويل الآية غيرُ بعيد من الصواب، ولكن الله جل ثناؤه قد ذكر المنافقين في غير آية من كتابه، فوصفهم بقطع الأرحام. فهذه نظيرةُ تلك، غير أنها -وإن كانت كذلك- فهي دَالَّةٌ على ذمّ الله كلّ قاطعٍ قطعَ ما أمر الله بوصله، رَحمًا كانتْ أو غيرَها.
[4] Muslim an-Naisaburi, Shahih Muslim (Beirut: Dar Ihya at-Turatsnal-‘Arabi, tt), 1986/IV
[5] Suyuthi, Syarh Sunan Ibnu Majah (Karatchi: Qadimi kataba khanah, tt), 274
قَوْله وَلَا تقاطعوا أَي الرَّحِم
[6] Ibit.
الرَّحِم قَالَ القَاضِي عِيَاض الرَّحِم الَّتِي توصل وتقطع تبتر إِنَّمَا هِيَ معنى من الْمعَانِي لَيست بجسم وَإِنَّمَا هِيَ قرَابَة وَنسبَة تجمعه رحم وَالِدَة ويتصل بعضه بِبَعْض فَسمى ذَلِك الِاتِّصَال رحما وَالْمعْنَى لَا يَتَأَتَّى مِنْهَا الْقيام وَلَا الْكَلَام فَيكون ذكر قِيَامهَا وتعلقها فِي حَدِيث قَامَت الرَّحِم وَفِي حَدِيث الرَّحِم معلقَة بالعرش ضرب مثل وَحسن اسْتِعَارَة على عَادَة الْعَرَب وَالْمرَاد تَعْظِيم شَأْنهَا وفضيلة واصليها وعظيم اثم قاطعيها بعقوقهم وَحَقِيقَة الصِّلَة الْعَطف وَالرَّحْمَة قَالَ وَلَا خلاف ان صلَة الرَّحِم وَاجِبَة فِي الْجُمْلَة وقطيعتها مَعْصِيّة كَبِيرَة