Oleh : Faizal Amin
Berpuasa memang membuat badan sedikit lemas apalagi jika sambil bekerja ditengah panas trik matahari, tak jarang sebagian dari kita tergoda untuk minum atau makan apalagi melihat berbagai farian buah yang menyegarkan, namun ketika dilakukan hal tersebut sudah pasti membatalkan.
Maka solusi dari panas yang melemahkan kebanyakan dari kita mengambil solusi untuk mandi demi menyegarkan badan atau terkadang sekedar membersihkan badan. Namun apakah hal semacam ini dapat membatalkan atau minimal dimakruhkan?
Mandi atau keramas dalam keadaan puasa sangat diperbolehkan apalagi untuk orang-orang yang memang tenaganya diperuntukkan untuk bekerja disiang harinya dan dengan cara keramas badan terasa fresh kembali. Maka sangat diperbolehkan, bahkan untuk orang-orang yang memang tidak bekerja namun butuh untuk mendinginkan badan.
Kebolehan ini berdasarkan sebuah hadi Nabi Saw,
رَوَى مَالِكٌ: عَنْ سمى مَوْلَى أَبِى بَكْرٍ، عَنْ أَبِى بَكْرِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ بَعْضِ أَصْحَابِ النَّبِيِّ، عَلَيْهِ السَّلَامُ: (أَنَّ النَّبِيَّ خَرَجَ فِى رَمَضَانَ يَوْمَ الْفَتْحِ صَائِمًا، فَلَمَّا أَتَى الْعَرَجَ شَقَّ عَلَيْهِ الصِّيَامُ، فَكَانَ يَصُبُّ عَلَى رَأْسِهِ الْمَاءَ وَهُوَ صَائِمٌ)
Dari sebagian sahabat bahwasanya Rasulullah Saw, pernah bepergian pada hari fathul mekkah di bulan ramadhan dalam keadaan berpuasa. Tatkala sampai di kota ‘araj beliau merasa kelelahan maka Nabipun menuangkan air ke kepalanya saat masih dalam keadaan berpuasa.
Berdasarkan hadis ini, maka diperbolehkan bagi kita mandi atau keramas untuk menyegarkan badan saat berpuasa. Dari hadis ini, Syekh Muhammad Asyraf bin Amir juga juga mengatakan:
فِيهِ دَلِيلٌ عَلَى أَنَّهُ يَجُوزُ لِلصَّائِمِ أَنْ يَكْسِرَ الْحَرَّ بِصَبِّ الْمَاءِ عَلَى بَعْضِ بَدَنِهِ أَوْ كُلِّهِ وَقَدْ ذَهَبَ إِلَى ذَلِكَ الْجُمْهُورُ وَلَمْ يُفَرِّقُوا بَيْنَ الِاغْتِسَالِ الْوَاجِبَةِ وَالْمَسْنُونَةِ وَالْمُبَاحَةِ
“Hadis (di atas) adalah dalil bahwasanya orang yang berpuasa boleh menyiramkan air ke sebagian atau seluruh badannya (keramas). Ini merupakan pendapat mayoritas ulama dan mereka tidak membedakan antara berkeramas saat mandi sunnah dan mandi wajib (boleh secara mutlak).”[1]
[1] Syekh Muhammad Asyraf bin Amir ‘Aunu al-Ma’bud Juz VI halaman 352.