Pada kesempatan kali ini, akan dibahas tentang bagaimana hukum menahan kentut pada saat melakukan sholat?
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Izinkan kami untuk bertanya Admin. Bagaimana hukum menahan kentut ketika berada di tengah-tengah sholat? Terimakasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
[Rif’an, Magelang]
___
Admin – Wa’alaikumsalam Wr. Wb.
Penanya yang budiman. Terimakasih mau berkonsultasi mengenai hukum kepada kami. Namun sebelum menjawabnya, terdapat hal yang perlu untuk diperhatikan ketika seseorang ingin melaksanakan shalat. Yaitu, seseorang harus berusaha menjaga khusyuk dalam sholatnya, dengan cara melakukan taharah (bersuci) dengan baik, sehingga ketika dipertengahan melaksanakan shalat, tidak ada sesuatu yang menganggunya. Baik hal tersebut menyangkut sakit perut dan lainnya.
Dalam agama Islam, menahan kentut saat sholat tidak sampai membatalkan sholat atau wudu. Hanya saja ketika sebelum melaksanakan shalat sudah merasakan akan adanya angin yang keluar, maka shalatnya hukumnya makruh jika kemudian menahan kentutnya. Akan tetapi ketika terjadi di pertengahan shalat, maka sebisa mungkin untk menahannya, sampai shalatnya selesai selama hal tersebut tidak sampai menimbulkan bahaya.
وكره صلاة بمدافعة حدث كبول وغائط وريح للخبر الآتي ولأنها تخل بالخشوع بل قال جمع: إن ذهب بها بطلت.
“Shalat hukumnya makruh sebab menahan hadas, seperti menahan air kencing, menahan keluarnya tinja dan menahan kentut, karena terdapat hadis yang akan dijelaskan. Karena perkara tersebut dapat menganggu khusyuk dalam shalat. Bahkan ulama berkata: “Sungguh, jika dia membawa bau busuk, maka shalatnya batal.”[1]
Kesunahan Sebelum Melaksanakan Shalat
Dari uraian tersebut, Syaikh Zainuddin al-Malibari kemudian memberikan suatu panduan agar orang yang akan melakukan shalat tidak sampai mengalami hal-hal yang tidak ia kehendaki. Redaksinya sebagaimana berikut:
ويسن له تفريغ نفسه قبل الصلاة وإن فاتت الجماعة وليس له الخروج من الفرض إذا طرأت له فيه ولا تأخيره إذا ضاق وقته والعبرة في كراهة ذلك بوجودها عند التحرم
“Sunnah bagi orang yang akan melakukan shalat untuk mengosongkan diri sebelum shalat, meskipun dia melewatkan shalat berjamaah. Dan ia tidak memiliki iziin keluar dari kewajiban shalat jika keadaan darurat terjadi kepadanya. Serta, keadaan ini tidak ada penundaan ketika waktu shalat telah sempit. Pertimbangan utama dalam kemakruhan ini yaitu terjadi pada saat takbiratul ihram.”[2]
Panduan ini ingin memberikan pesan bahwa seharusnya, jika ia mengetahui hal-hal yang tidak ia kehendaki akan terjadi ketika melakukan shalat, maka ia harus menyelesaikan permasalahnnya terlebih dahulu sebelum ia melaksanakan takbiratul ihram. Karena ketika ia telah melaksanakan takbiratul ihram, maka ia tidak bisa membatalkan shalatnya, walaupun ia mengeluarkan kentut, air seni ataupun tinja.
Selanjutnya yaitu penjelasan Syaikh Zainuddin al-Malibari dalam redaksi ‘tidak boleh menunda ketika waktu shalat telah sempit.’ Maksudnya adalah sebagaimana berikut:
(قوله: ولا تأخيره الخ) أي وليس له تأخير الفرض إذا ضاق وقته بأن لم يبق منه إلا ما يسع الفرض فقط،
“(Dan tidak ada penundaan jika waktu shalat sempit) maknanya adalah ia tidak diizinkan untuk menunda shalat fardhu jika tidak ada waktu yang tersisa kecuali hanya cukup untuk melaksanakan shalat fardhu saja.”[3]
Semoga uraian ini dapat menjawab pertanyaan yang sedang Anda alami.
Baca juga: Hukum Salaman dengan Kyai yang Bukan Mahram
Tonton juga: PRASANGKA | Short Film Of Grup Taks 2 Duta Damai Santri Jawa Timur.
[1] Zainuddin al-Malibari, Fath Mu’in (tk. Dar ibn Hazm, tt) 132
[2] Ibit.
[3] Ibit, 226
Hukum Menahan Kentut Saat Sholat