Mengajarkan anak-anak agar senantiasa giat beribadah salah satu cara yang paling mudah adalah dengan mengajak anak tersebut untuk membiasakan diri datang ke masjid atau musholla.
Rasulullah sendiri memerintahkan agar para orang tua memberikan tarbiyah (pendidikan) kepada anaknya untuk melaksanakan shalat pada usia tujuh tahun, dan memberikan ta’zir (hukuman) ketika anak mereka meninggalkan shalat di usia sepuluh tahun. Dalam hadisnya dikatakan:
عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مُرُوا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ، وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا، وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ»،
Dari Amr Bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Perintahkan anak-anakmu melaksanakan sholat sedang mereka berusia tujuh tahun dan pukullah mereka karena tinggal sholat sedang mereka berusia 10 tahun dan pisahkan antara mereka di tempat tidurnya.” (H.R Abu Daud)[1]
Hal ini semata-mata agar ketika anak tersebut memasuki usia baligh sudah bisa membiasakan diri unutk melaksanakan shalat, sehingga ia tidak meninggalkan kewajiban agama yang telah dibebankan kepadanya.
Anak Kecil yang Menganggu Konsentrasi Beribadah Jama’ah Lain
Akan tetapi terkadang anak yang belum berusia baligh, ketika diajak di masjid untuk memberikan tarbiyah shalat atau kegiatanj keagamaan yang lain, seringkali mengganggu konsentrasi beribadah para jama’ah dewasa yang lain. Entah berlarian, bergurau, berisik, dan yang lainnya.
Lalu, bagaimana ta’mir atau jama’ah yang lain dalam menyikapi anak yang ramai di masjid?
Baca juga: Sampai Kapan Kaum Konservatif Menganggap Negara Tidak Penting?
Keterangan Imam al-Ghazali tentang Batasan Kemungkaran
Bermain sendiri sudah menjadi fitrah bagi setiap anak kecil. Keadaan ini tidak bisa dihindari walaupun orang yang dewasa sudah menegurnya. Kemudian, bermainnya anak kecil di masjid juga bukan perbuatan mungkar, selagi masjid tidak dijadikan sebagai tempat untuk bermain. Sedangkan kebanyak orang tua juga ketika mengajak anaknya ke masjid pasti memiliki tujuan untuk mengenalkan mereka bagaimana caranya beribadah. Sehingga hal ini tidak dilarang.
Imam al-Ghazali sendiri memberikan Batasan kemunkaran etika bermain di masjid bagi anak-anak. Keterangannya sebagai berikut:
ولا بأس بدخول الصبي المسجد إذا لم يلعب ولا يحرم عليه اللعب في المسجد ولا السكوت على لعبه إلا إذا اتخذ المسجد ملعبا وصار ذلك معتادا فيجب المنع منه فهذا مما يحل قليله دون كثيره
“Anak kecil tidak masalah masuk ke masjid selagi ia tidak bermain. Bermain di masjid tidak haram bagi mereka. Membiarkan mereka bermain di masjid juga tidak diharamkan kecuali jika mereka menjadikan masjid tempat bermain, dan itu sudah menjadi kebiasaan mereka. Kalau sudah demikian (masjid jadi tempat bermain), maka wajib dilarang karena bermain di masjid termasuk aktivitas yang halal jika sedikit, dan tidak halal ketika banyak.
ودليل حل قليله ما روي في الصحيحين أن رسول الله صلى الله عليه و سلم وقف لأجل عائشة رضي الله عنها حتى نظرت إلى الحبشة يزفنون ويلعبون بالدرق والحراب يوم العيد في المسجد ولا شك في أن الحبشة لو اتخذوا المسجد ملعبا لمنعوا منه
Dalilnya adalah hadis riwayat Bukhari dan Muslim bahwa Rasulullah SAW berdiam demi Aisyah RA yang menyaksikan anak-anak Habasyah menari dan bermain perisai dari kulit dan berperang-perangan pada hari Idul Fitri di masjid. Tidak diragukan lagi bahwa anak-anak Habasyah itu seandainya menjadikan masjid tempat bermain, niscaya mereka akan dilarang bermain.
ولم ير ذلك على الندرة والقلة منكرا حتى نظر إليه
Rasulullah SAW tidak memandang anak-anak itu bermain itu sebagai sebuah kemungkaran sehingga beliau SAW ikut menyaksikannya karena saking jarang dan langkanya.” [2]
Tonton juga: PRASANGKA | Short Film Of Grup Taks 2 Duta Damai Santri Jawa Timur.
Cara Menyikapi Anak Kecil yang Ramai
Terdapat maqolah indah dari ulama salaf, sebagai bahan ajar bagi ta’mir atau jama’ah dewasa ketika melihat anak-anak yang sedang ramai di dalam masjid. Maqolah tersebut sebagaimana berikut:
إَذَا لَمْ تَسْمَعُوْا صَوْتَ الْاَطْفَالِ فِي الْمَسْجِدْ فَاحْذَرُوْا مِنَ الْاِجْيَالِ الْقَادِمَةِ
“Apabila tidak terdengar suara bising anak-anak di masjid, maka waspadalah terhadap generasi mendatang. “
ذَلِكَ الطِّفْلُ الَّذِيْ تَطَرَّدَهُ مِنَ الْمَسْجِدِ بِسَبَبِ الْاَزْعَاجِ هُوَ نَفْسُهُ اَلَّذِيْ سَتَتْرَجَاهُ مُسْتَقْبَلاً لِيًصَلَّي فِيْهِ
“Anak yang diusir dari masjid karena dianggap mengganggu itu adalah anak yang sama yang akan kamu doakan di masa depan untuk melaksanakan shalat di sana.”
اِصْبِرْ عَلَى اَزْعَاجِهِمْ وَعَلِّمُوْهُمْ وَارْشُدُوْهُمْ بِرِفْقٍ
“Bersabarlah dengan gangguan mereka, ajari dan bimbing mereka dengan lembut.”
Manciptakan masjid yang ramah membutuhkan kesadaran dan kesabaran yang tinggi bagi seluruh jamaah. Anak kecil memiliki pengaruh yang sangat tinggi di kemudian hari, karena mereka akan menjadi pengganti untuk meramaikan masjid ketika para jama’ah dewasa sekarang sudah meninggal.
Sedangkan candaan yang mengganggu kenyamanan jama’ah, perlunya dihimbau dengan cara yang lembut dan baik, bukan dengan menghardik atau dengan hal-hal kasar lainnya. Karena cara yang kasar akan menyebabkan trauma dan madharat bagi anak kecil tersebut sehingga tidak mau mendatangi masjid atau tempat beribadah.[]
Cara Menyikapi Anak Kecil yang Ramai di Masjid
Cara Menyikapi Anak Kecil yang Ramai di Masjid
[1] Abu Dawud Sulaiman, Sunan Abi Dawud (Beirut: Maktabah al-‘Usriyyah, tth), I/133
[2] Muhammad Al-Ghazali, Ihya’ Ulumiddin (Beirut: Darul Ma’rifah, tth), II/338