Oleh: Amira Zakia
Keputusan untuk menjadi santri adalah langkah yang signifikan dalam hidup seseorang. Bagi sebagian orang, menjadi santri adalah jalan untuk mendalami ilmu agama, membentuk karakter, dan berkontribusi positif kepada masyarakat. Namun, ada juga yang mempertanyakan, apakah menjadi santri selalu membawa dampak positif? Mari kita telaah dari dua sisi, positif dan negatif, untuk memahami lebih dalam tentang pilihan ini.
Aspek Positif Menjadi Santri
- Pendidikan Agama yang Mendalam
Menjadi santri memberikan kesempatan untuk mendalami ilmu agama secara komprehensif. Santri belajar tentang Al-Qur’an, hadis, fiqih, akhlak, dan banyak aspek lain dari Islam yang memperkuat pemahaman dan praktik keagamaan mereka. Pendidikan ini bukan hanya terbatas pada teori, tetapi juga melibatkan praktik sehari-hari yang membentuk kepribadian.
- Pembentukan Karakter
Lingkungan pesantren sering kali menekankan nilai-nilai seperti disiplin, kesederhanaan, dan kerja keras. Proses pembelajaran di pesantren membentuk karakter santri, menjadikan mereka individu yang bertanggung jawab, mandiri, dan mampu mengatasi tantangan hidup. Santri is agent of chance.
- Komunitas yang Solid
Hidup dalam lingkungan pesantren menciptakan rasa kebersamaan yang kuat. Santri berinteraksi dengan teman-teman seideologi, yang membangun ikatan persaudaraan yang erat. Komunitas ini mendukung satu sama lain dalam belajar dan menjalani kehidupan sehari-hari.
- Peluang untuk Berkontribusi
Santri sering kali terlibat dalam kegiatan sosial dan dakwah. Dengan mengamalkan ilmu yang diperoleh, mereka dapat memberikan dampak positif kepada masyarakat. Peran ini memberikan makna lebih dalam hidup dan menumbuhkan rasa empati terhadap sesama.
Nah, itu tadi beberapa aspek positif menjadi seorang santri. Lalu bagaimana dengan aspek negatif?
Aspek Negatif Menjadi Santri
Bagi saya, suatu hal negatif itu tergantung bagaimana kamu menyikapinya. Menjadi santri, bukanlah hal yang buruk, meski di luar sana, kebanyakan orang telah menjatuhi berbagai stigma tentang pesantren. Hal itu bukan tanpa alasan, beberapa kasus yang terjadi di pesantren akhir-akhir ini lah yang membuat banyak orang trauma dengan istilah pesantren.
Menjadi santri adalah pilihan yang penuh makna, namun tidak lepas dari tantangan. Keputusan ini membawa dampak positif, seperti pendidikan agama yang mendalam dan pembentukan karakter, tetapi juga dihadapkan pada risiko dan tantangan yang tidak bisa diabaikan. Bagaimana resiko dan tantangan itu, bukanlah hal yang tidak bisa dihadapi. Jika yakin dan siap menghadapi tantangan, maka menjadi santri bisa menjadi jalan yang membawa banyak berkah dan manfaat, baik bagi diri sendiri maupun masyarakat.
Pada akhirnya, yang terpenting adalah niat dan komitmen untuk terus belajar, berkembang, dan berkontribusi positif dalam kehidupan. Bagi orang tua, memilih pesantren dengan cermat merupakan langkah yang pas sebelum memutuskan memasukkan anaknya di sembarang pesantren, jangan juga terlena dengan fasilitas, karena maha guru saya Syeikh Mukhtar Syafa’at Abdul Ghofur Al Balaghy (Pendiri PP. Darussalam Blokagung) pernah bertutur jika “Santri harus berani tirakat (menekan hawa nafsu) agar barokah ilmunya.” itulah mengapa, dari pada mengedepankan fasilitas, alangkah lebih baik jika sebagai orangtua, melihat siapa guru atau pengasuh pesantren terlebih dahulu.