Oleh: Abdul Warits
Aksi teror merupakan salah satu tindakan yang dilakukan oleh personal maupun kelompok untuk untuk menciptakan ketakutan, kengerian, kerusakan dan lain sebagainya sehingga menimbulkan keresahan dan ketidaktenangan. Biasanya mereka menggunakan cara-cara kekerasan untuk memuluskan agenda atau kepentingan politiknya. Aksi teror ini perlu diwaspadai karena bisa menjadi “musuh dalam selimut”dan tanpa disadari memecah belah umat dan nilai-nilai kemanusiaan.
Salah satu dari watak aksi teror adalah dengan melakukan propaganda, penentangan, hingga melemahkan kepercayaan terhadap ideologi negara. Jika diibaratkan dalam pandangan agama, seorang yang sering melakukan aksi teror pasti seringkali menentang terhadap ketaatan (kesepakatan) sebuah negara, termasuk ideologi di dalamnya bahkan menghalalkan hukum untuk melancarkan aksi terornya.
Aksi teror ini menjadi salah satu tindakan yang menyusup secara perlahan ke dalam diri seseorang atau organisasi melalui doktrin-doktrin yang diajarkan. Aksi teror menjelma sebagai musuh dalam selimut ketika gerakan-gerakan mereka tidak mampu dibaca dan ditebak sehingga semakin merebak dan menjamur bahkan menggerogoti nilai-nilai kemanusiaan, kasih sayang, toleransi, yang ada di dalam diri seseorang atau kelompok.
Oleh sebab itu, kelompok yang melakukan aksi teror perlu ditelusuri lebih mendalam pelaku di balik aksi yang telah dilakukannya. Mengapa mereka melakukan aksi teror secara serentak jika tidak ada actor utama di balik aksinya tersebut. Artinya, aksi teror yang dilakukan oleh kelompok tertentu pasti ditunggangi oleh aktor utama yang telah mengajarkan doktrin di dalam kelompok tersebut.
Mula-mula mereka melakukan aksinya melalui propaganda, agitasi, opini publik untuk masuk ke dalam ruang bawah sadar seseorang. Tanpa disadari aksi teror itu sebenarnya menjadi musuh dalam selimut apabila imunitas seseorang lemah dari sisi pengetahuan dan mentalnya. Namanya musuh dalam selimut akan sulit dicegah dan ditanggulangi jika tidak ada gerakan pencegahan, penelusuran secara kritis, dan kewaspadaan serta pembentengan terhadap aksi mereka yang bersifat soft skill.
Aksi teror yang menjadi musuh dalam selimut dan seringkali menyerang sofk skill dan kegemaran generasi muda adalah melalui media sosial dengan narasi-narasi yang dipertontonkan. Medsos sangat mempengaruhi cara pandang seseorang. Karenanya, ketika seseorang dicekoki dengan propaganda terdapat nilai-nilai radikalisme di dalamnya maka secara otomatis gerakan itu perlahan demi perlahan akan menjadi bibit terorisme bahkan menjadi musuh dalam selimut yang sulit diketahui dan dikendalikan. Terpaparlah mereka untuk melakukan aksi teros secara personal maupun kelompok.
Melihat medsos dengan beragam sajiannya, maka penting generasi muda dikenal dengan malinformasi, disinformasi dan misinformasi agar memiliki kesadaran yang kritis terhadap sebuah informasi. Misinformasi adalah informasi yang memang tidak benar atau tidak akurat, namun orang yang menyebarkannya berkeyakinan bahwa informasi tersebut sahih dan dapat dipercaya. Sejatinya tidak ada tujuan buruk bagi mereka yang menyebarkan konten misinformasi, selain sekedar untuk “mengingatkan” atau “berjaga-jaga”.
Berkat fitur interkonektivitasnya, media sosial menyusul peran media massa sebagai pembentuk opini publik. Meski konten di dalamnya bersifat sporadis, tidak teregulasi, dan terbuka pada kontribusi media sosial semakin menjadi andalan masyarakat dalam mencari sumber informasi. Media sosial memainkan peran lebih besar selain sebagai sumber informasi, yakni sebagai ruang berkomunikasi dengan lingkaran internal yang sifatnya intim, sekaligus sebagai ruang diskusi yang sifatnya public.
Disinformasi adalah informasi yang juga tidak benar namun memang direkayasa (fabricated) sedemikian rupa oleh pihak-pihak yang berniat membohongi masyarakat, sengaja ingin mempengaruhi opini publik dan lantas mendapatkan keuntungan tertentu darinya. Cara ini biasanya dilakukan oleh kelompok radikal untuk memperoleh tujuan dan agenda politik melalui propaganda dari berbagai kanal media seperti youtube, intagram, face book dan bahkan akun X. Penonton yang tidak kritis terhadap informasi maka akan teracuni dengan adanya beragam opini publik yang dimaikan oleh kelompok radikal.
Malinformasi adalah informasi yang memang memiliki cukup unsur kebenaran, baik berdasarkan penggalan atau keseluruhan fakta obyektif. Namun penyajiannya dikemas sedemikian rupa untuk melakukan tindakan yang merugikan bagi pihak lain atau kondisi tertentu, ketimbang berorientasi pada kepentingan publik. Jenis infromasi ini biasanya hanya disajikan dengan sepenggal informasi saja, tanpa memenuhi kaidah jurnalisme sehingga informasi yang disampaikan kepada publik dan pembaca tidak komprehensif. Maka, masyarakat perlu untuk mengklarifikasi atau tabayun dengan informasi yang disajikan ini. Karena niatnya untuk memberikan informasi yang tidak benar kepada publik (hoaks).
Beberapa bentuk pelecehan (verbal), ujaran kebencian dan diskriminasi, serta penyebaran informasi hasil pelanggaran privasi dan data pribadi adalah ragam bentuk malinformasi. Karenanya, isu hoaks dan propaganda yang dimainkan oleh kelompok terorisme dan Radikalisme tak bisa dipandang sebagai suatu yang sederhana, apalagi sekedar ditangani dengan solusi yang disimplifikasi.
Ada aktor dengan motif dan metodenya, ada medium dengan karakteristik pesannya, dan ada khalayak sebagai penerima pesan dengan kematangan checking behaviour-nya secara individual. Karakter dan keunikan inilah yang kemudian mesti disikapi dengan hati-hati, karena tidak bisa satu metode penanganan bias bekerja mengatasi ragam jenis hoaks yang beredar di ranah maya apalagi propaganda yang dimainkan.
Oleh sebab itu, maka sudah selayaknya masyarakat diberikan edukasi soal informasi yang ditelan setiap harinya. Hal ini dilakukan agar tidak teracuni doktrin-doktrin yang melunturkan keimanan terhadap bangsa dan negara sehingga menjadi radikal yang mengarah kepada terorisme. Gerakan terorisme dan radikalisme harus terus diwaspadai karena bisa menjadi musuh dalam selimut. Jika masyarakat terus membiarkan dan meninabobokkan gerakan ini, maka bukan tidak mungkin paradigam dan pandangan masyarakat akan digerayangi secara perlahan demi perlahan. Waspadalah terhadap hal-hal kecil dalam penyebaran radikalisme dan terorisme.