Oleh: Abdul Warits
Nak, pergilah dengan ngiang suaramu lantang
Teriakkan jiwa merdeka bukan takbir kepalsuan
Agar jasadmu tetap terpendam di jantung perempuan
Yang pernah mengasuhmu sejak kandungan perang belanda
Nak, kau tak perlu menangisi nasib malam itu
Deras sungai telah menghanyutkan kenangan kita
Ibu masih berdiri kokoh menjadi azimatmu
Karena belanda belanda itu telah pergi dengan serdadunya
Tetapi pelurunya masih akan menembus pikiranmu hingga kini
Mari tetap berbaris rapi setiap gerak langkahmu
Lintaskan akalmu di sungai Batang Agam
Kau tidak perlu takut apalagi malu pada tirani
Sebab, jembatan ini dibangun oleh pribumi
Dan kau selamanya akan tetap bersama ibu di sini:
Di jantung yang berkecamuk meriam
Tangis dan doaku pernah melebur di jembatan ini
Dan air sungai hanya membeku ingatan
Tentanng harum darahmu dan anyir rinduku
Bertahun-tahun bergelinjang di Payakumbuh
Semakin kambuh kemerdekaan batin
Nak, ketahuilah sejarah
Di bawah jembatan ini, keluarga Indonesia diporak-poranda
Aku melahirkanmu seorang ibu penuh iba
Bapakmu ditelikung kerja paksa
Dan anak-anak kita menjelma tumbal Belanda
Yang dipersembahkan kepada dunia
Sungguh, nestapa di negeri yang dijajah
Nasib rakyat seringkali dilarungkan entah kemana
Gapura, 2020.