Oleh: Susi Qamariyah
Apa yang paling membuatmu sakit hati di dunia ini? Selain kehilangan keluargamu, apa lagi? Jika kalian menjawab kehilangan orang yang begitu kita cintai dan sayangi, aku setuju. Karena aku juga sama dengan kalian, kehilangan orang yang begitu kusayangi, orang yang diam-diam selalu kusebut dalam sujud dan doaku. Orang yang selama ini menemani kita bermain dan hal-hal lainnya yang punya kebahagiaan tersendiri. Katanya, rasa cinta itu ada karena adanya kebersamaan yang akhirnya membuat kita nyaman. Ya, begitulah aku mencintai tanpa mampu memiliki.
***
“Alfabeth, tunggu..,“ panggil gadis yang berlari menyetarakan langkahnya dengan cowok yang sudah berjalan jauh di depan. Cowok itu menoleh
“ Ada apa Senja?.” Tanyanya.
“Kamu jalannya cepat banget sih” katanya cemberut. Alfabeth tidak merespon ia melanjutkan jalannya.
“Senja, nanti aku kerumahmu ya?.” Senja hanya mangangguk. Setibanya disimpang tiga mereka berdua berpisah. “Alfabeth, jangan lama-lama, aku tunggu di tempat kemarin “ teriak Senja yang di balas dengan acungan jempol. Setibanya di rumah, Senja langsung mengganti pakainnya dengan baju main, dia menuju tempat biasa .
”Senja makan dulu!.” Teriak Ibunya dari arah dapur
“Nanti saja Bunda.” Balasnya berteriak, lima menit kemudian Alfabeth muncul dan menemani Senja bermain. Tampaknya mereka begitu sangat bahagia seakan- akan tidak boleh ada yang mengganggu kebahagiaan mereka
***
Senja dan Alfabeth berangkat bersama ke sekolah. Sekarang adalah penentuan kelulusan bagi Senja dan Alfabeth karena mereka sama- sama kelas IX hanya saja beda kelas, Senja duduk dikelas A sedang Alfabeth dikelas B. Meski demikian, tidak mengurangi kedekatan mereka, masih banyak cara bagi mereka untuk selalu bersama. Setelah rapor dibagikan mereka langsung melihat pengumuman depan kantor.
“Senja, kita lulus.” Teriak Alfabeth nyaring sehingga semua guru didalam kantor menoleh ke arah kami .
“Alfa, jangan berisik.” Kata Senja sambil menempelkan jari telunjuk pada mulutnya. Alfabeth hanya tersenyum dan menarik tangan Senja menjauh dari kantor
”Senja, kita sudah lulus.” Katanya kegirangan begitupun dengan Senja yang tidak bisa menyembuyikan kebahagiaannya.
“Alfa, kamu mau ngelanjutin di mana?.” Tanya Senja kemudian.
“Aku mau sekolah SMA di sini saja. Kalau kamu?.” Tanya Alfabeth balik. Senja terdiam, mengambil napas dan menghembuskan dengan secara pelan
”Kok tidak jawab?.” Tanya Alfabeth seraya menoleh ke arah Senja.
“Aku… Ibuku menyuruhku ke pesantren “ hening. Aku dan Alfabeth sama-sama diam, aku memalingkan wajah darinya
“ Bagus dong Ja” Katanya kemudian
“ Tapi kan, kita tidak bisa bersama lagi, tidak bisa main bareng lagi.“ katanya sedikit frustasi, tanpa kuduga Alfabeth merangkulku “ bukankan masih ada liburan, nanti kita masih bisa bersama kok. Kita kan punya banyak cara untuk selalu bersama “kata Alfabeth yang dibalas anggukan olehku.
***
4 bulan kemudian
Hari ini aku liburan pondok, tidak terasa 4 bulan telah aku lewati, meski rindu telah menyelinap aku masih bisa mengendalikan. Rindu teruntuk keluarga, orang tua, teman-teman, dan terakhir dia. Siapa lagi kalau bukan Alfabeth. Anak itu, sudah lama aku tidak mendengar kabarnya. Didetik ini aku memikirkan tentang senyumnya yang selalu membuatku betah dengannya, numun didetik berikutnya aku berpikir “Masih ingatkah dia padaku.? Akankah kebersamaan itu masih ada.? Ah, entahlah lihat saja yang terjadi nanti.” Setibanya dirumah, aku dikejutkan oleh teman-teman yang sudah menunggu kepulanganku. Ternyata mereka masih sama seperti yang dulu.
“Senja akhirnya kamu pulang juga.” Seru Rahma.
“Iya, kami kangen banget sama kamu.” Ujar Zahra.
Setelah acara peluk-pelukan selesai kami berkumpul diruang tengah menonton televisi, berbicara tentang keadaan kita masing-masing.
“Kabar Alfabeth bagaimana?.” Tanyaku ditengah pembicaraan. Rahma dan Zahra langsung terdiam, aku memperhatikan raut wajah mereka yang berubah.
“Kok diam?.” Tanyaku kemudian.
“Eng… Alfabeth baik, Cuma…” Rahma langsung berhenti bicara karena disenggol oleh Zahra.
“ Sudah Ra, biar Senja tahu.” Zahra hanya pasrah.
“Alfabeth sudah punya pacar Ja.” Lanjut Rahma. Apa katanya? Aku tidak salah dengar kan? Tanyaku dalam hati. Benarkah ia punya pacar? Masihkah ada kesempatan untuk bersamanya?.
“Bahkan parahnya, dia itu jadian sama adik kelas yang sempat kita benci karena tingkah nya yang tidak sopan sama kita dulu.” Sambung Zahra.
“Hah, dia jadian sama Nina?.” Tanyaku tidak percaya, mereka mengangguk mengiyakan. Apa yang harus kulakukan sekarang? Haruskah aku melupakannya? Menjauhinya? Kini diriku benar-benar frustasi. Lelaki yang kuharapkan mencintaiku balik itu hanya harapku belaka. Mungkin dia hanya menganggapku teman kecilnya, hanya sebatas teman tidak akan ada rasa di dalamnya.,
***
Mengingat semua itu dadaku semakin sesak, semenjak punya pacar dia benar-benar berubah, tidak ada lagi kebersamaan, komonikasi diantara kami semakin jarang, bertemupun apalagi, meski bertemu tidak ada kata yang terlontar. Kita bagaikan dua orang asing yang tidak pernah mengenal , atau dua orang yang sama-sama berusaha menjauh. Sampai sekarang aku belum bisa melupakannya, meski digerus waktu, kenangan bersamanya tetap abadi.
Aku harus menyalahkan siapa? Diriku atau dirinya? Diriku yang memendam perasaan padanya tanpa berani mengungkapkan atau dirinya yang sepenuhnya tidak peka. Untuk saat ini tidak ada lagi yang dapat kulakukan, jalan satu-satunya adalah mengikhlaskan pergi dan belajar melupakan semua kenangan indah yang pernah tercipta. Meyakinkan hati, jika Allah memang mengtakdirkanku bersamanya, dia akan kembali memelukku seperti dulu. Bukankah Allah punya banyak cara akan hal itu?
Alfa,,
Sejauh apapun kita berpisah,
Sekejam apapun waktu membuat kita jauh
Kalau Allah telah mengikat hati kita, percayalah kita akan kembali bersama.
Aku mencintaimu meski engkau tidak pernah tahu.