Indonesia sebagai negara demokrasi yang menjunjung tinggi budaya luhur masyarakat Nusantara. Menghargai setiap perbedaan dengan nilai-nilai Pancasila. Menunjukkan sikap ramah kepada setiap orang yang ada, telah dipelajari sewaktu duduk di bangku Sekolah Dasar (SD).
Namun ketika beranjak dewasa, pelajaran dan nilai tersebut tak lagi ada maknanya. Hilang entah ke mana. Mungkin lupa atau tertinggal saat berambisi untuk berkuasa. Sini dan kemari, buktikan sendiri, lihatlah perlakukan pihak Kepolisian dan Satpol PP saat mengamankan peserta aksi.
Baiklah di sini akan kami ceritakan perjalanan mahasiswa dan kawan-kawan aktivis yang sering berdemonstrasi. Tentu tak mudah menjadi aktivis mahasiswa. Banyak hal yang harus dihadapi, mulai dari disalahkan saat turun jalan karena katanya hanya membuat kemacetan, dipandang sering bikin onar, atau dinilai sebagai jalan untuk mengenyangkan perut yang sedang lapar.
Beragam cacian dan penilaian tentu sudah dirasakan, bahkan ancaman pun datang saat menyuarakan aksi penindasan. Belum lagi saat dipukul polisi dan diseret oleh satpol-PP ketika melakukan aksi. Pokoknya berat jadi mahasiswa aktivis di negara yang demokrasi ini. Huft..
Katanya, kita bebas bersuara saat melihat ketidakadilan di mana-mana. Namun nyatanya, siksa yang kita rasa, melihat kawan-kawan diseret, dipukul, dihantam hingga sesak dada. Tak sekali kejadian ini terjadi, berulang kali, terus terjadi. Tapi namanya mahasiswa, tidak pernah mundur sekalipun nyawa taruhannya. Karena bagi mereka, seberat apapun rintangan dan tantangannya keadilan harus tersampaikan dengan suara lantang.
Apalagi kata Gus Dur, jika ingin melakukan perubahan jangan pernah tunduk terhadap keadaan, tetaplah yakin dijalan yang benar. Sungguh keyakinan mereka tak lagi diragukan dalam menyuarakan kebenaran. Hebat.
Follow instagram Duta Damai Santri Jawa Timur
Perjuangan Itu Butuh Pengorbanan
Betul, berjuang itu butuh pengorbanan. Kadang kepala benjol karena dipukul, berlari lalu jatuh dan terluka karena dikejar, diperban karena dihantam benda tumpul, dirawat karena disiksa, pokoknya tragis perjuangan para aktifis. Kalian kalau tidak sanggup terluka dan tidak siap untuk disiksa jangan mau jadi aktivis. Berat kau tak akan kuat. Karena musuhnya, tidak hanya mereka yang berkuasa dengan menindas rakyatnya, tapi kadang pihak keamananan yang justru menjadi ancaman kepada kita, para aktivis di Indonesia.
Kau tahu, atas dalih mengamankan dan menertibkan demonstrasi, mereka harus menyiksa kita. Tak ingin menyebutkan di mana saja itu terjadi sudah terlalu sering berulang kali. Apalagi Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati mengatakan: “Tindakan itu menambah daftar catatan panjang represifitas yang pernah dilakukan oleh aparat kepolisian.”
Pada 2019 saja, pihaknya mencatat tindakan kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian saat demonstrasi, sebanyak 68 kasus. Penangkapan sewenang-wenang 3.539 korban. Kemudian, penahanan sewenang- wenang 326 korban dan penyiksaan sebanyak 474 korban.
Ngeri, itu baru pada tahun 2019 saja, sudah ratusan hingga ribuan korban. Belum lagi tahun-tahun selanjutnya. Namun yang terbaru di Kabupaten Jombang, kemarin (20/3/2023) organisasi Cipayung (HMI, GMNI dan PMII) menggelar demonstrasi di depan gedung bupati dalam hal menagih janji, bukan jawaban kepastian yang diperoleh, tapi tindakan represif dari aparat yang didapat. Kapan coba mau berhenti, kami ingin bebas menyampaikan aspirasi tanpa ada diskriminasi?
Karena jika tidak segera dihentikan, tindakan represif pihak keamanan dalam mengamankan peserta aksi, maka mungkin saja suatu saat nanti tak ada mahasiswa yang ingin jadi aktivis lagi. Bisa saja karena takut bapak kejam pada aktivis sekarang.
Kalau sudah seperti ini, lalu siapa yang akan bersuara saat terjadi problem kerakyatan di mana-mana; penindasan, penggusuran, dan lain sebagainya. Apakah tidak kasihan, kalau rakyat tetap dibiarkan sengsara di atas sistem demokrasi Indonesia?
Mari segera bertaubat bapak, sebelum terlambat. Apa mau nanti, kalian yang akan menggantikan mahasiswa untuk bersuara? Tapi gak yakin deh, gak akan bisa dan gak akan kuat. Berat soalnya.
Bapak, Tuhan itu Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Masak bapak sebagai makhluknya tidak seperti itu juga? Segera hentikan kebengisannya pada kami. Berharap terketuk hati nurani, supaya tak ada lagi yang tersiksa saat berdemonstrasi nanti.
Agama mengajarkan kebaikan, tapi bapak yang membolak-balikan dengan berbuat jahat melakukan pemukulan. Kalau ingin berbicara derajat, kita di hadapan Tuhan itu sama, sekalipun bapak menjadi Polisi dan Satpol-PP, tapi semua itu tak ada gunanya selain ketaqwaan yang menjadi pembeda. Mari bertaubat bapak, sebelum stok aktivis tak ada.
Bismillah, menuju Indonesia yang harmoni tanpa diskriminasi dan sejahtera tanpa ada yang menyiksa. Dari kami, mahasiswa aktivis Indonesia. Salam.
*Pengurus Koordinator Cabang PMII Jawa Timur
Baca juga: Pro Kontra Memblokir Situb Web yang Berbahaya
Sudah Saatnya Pihak Kepolisian dan Satpol PP Bertaubat
Sudah Saatnya Pihak Kepolisian dan Satpol PP Bertaubat