Menu

Mode Gelap
Santri: Bukan Hanya Cadangan Pesantren, Tetapi Juga Cadangan Pemerintah Cyberbullying: Ancaman Tersembunyi Di Era Digital Bagaimana Perempuan Haid Dapat Pahala di Bulan Ramadan? Mengenal Peran Duta Damai Santri Jawa Timur Blokagung Bersholawat Berhasil Kobarkan Semangat Para Santri

Kontra Narasi · 26 Mei 2024 22:36 WIB ·

Sejarah Perkembangan Asy’ariyah


 Sejarah Perkembangan Asy’ariyah Perbesar

Oleh: Abdul Warits

Dari sekian banyak aliran dalam Islam, hanya dua golongan yang mengatakan bahwa mereka ahlussunnah wal jamaah. Pertama, pengikut madzab Al-Asy’ari dan al-Maturidi. Kedua, pengikut paradigma pemikiran Syaikh Ibnu Taimiyah Al-harrani yang dikenal dengan salafi wahabi. Kedua aliran inilah yang selama ini melakukan pertarungan ideologis dalam memperebutkan nama ahlussunnah wal jamaah. Akan tetapi, dalam pertarungan ideologis tersebut, kemenangan selalu diputuskan berada pada kelompok pertama, yaitu madzhab Asy’ari dan al-Maturidi.[1]

Pada esensinya, tidak semua aliran dalam Islam mengklaim dirinya sebagai golongan ahlussunnah wal jamaah seperti syiah, muktazilah, wahabi, qadariyah, jabariyah dan lainnnya. Akan tetapi, hanya dua golongan yang mengaku sebagai representasi dari islam ahlussunnah wal jamaah walaupun selalu dimenangkan oleh golongan Asyari-Maturidi. Salah satu alasan mendasar mengapa ahlussunnah wal jamaah identik dengan madzhab al-Asyari dan al-Maturidi adalah sebagaimana yang disampaikan oleh Imam Sayyid Abdullah bin Alwi Al-Haddad bahwa kebenaran bersama dinisbatkan kepada Syaikh Abu Hasan Al-Asyari. Beliau telah menyusun kaidah-kaidah ahlul haq (pengikut kebenaran) dan menulis dalil-dalinya. Akidah tersebut adalah akidah yang disepakati oleh para sahabat dan generasi sesudahnya dari kaum terbaik tabiin.[2]

Asy’ariyah merupakan representasi ahlussunnah wal jamaah di daerah Khurazan, Irak, Syam dan ditempat-tempat lain. Sementara, al-Maturidiyah juga disebut demikian di wilayah transoxiana.[3] Al-Asyari mencoba memformulasikan konsep-konsep as-sunnah dalam kaitannya dengan persoalan-persoalan teologis secara berbeda. Momennya yang tepat membuat pikiran Al-asyari-Maturidi berhasil menarik kaum muslimin ketika itu dan sampai hari ini. paradigma dan pikiran-pikiran Asy’ari dan maturidiyah oleh para pengikutnya lalu diklaim sebagai ahlussunnah wal jamaah dan dikonotasikan sebagaimana yang dimaksudkan oleh Nabi SAW.[4] Pengklaiman pengikut Asy’ari secara politis sangat berhasil. Aswaja akhirnya menjadi sebauh doktrin keagamaan yang berhadapan secara tajam dengan kelompok-kelompok lain:Syiah, Khawarij, dan terutama Muktazilah. Sebenarnya pada masa al-Asy’ari ada pula pemikiran serupa yang digagas oleh dua ulama’ besar penentang Mu’tazilah, yaitu al-Imam al-Maturidi dan al-Imam at-Thahawi, hanya saja yang disebut terakhir tidak menjelma sebagai suatu aliran.[5]

Kebijakan Mihnah bergeser pada paham Ahl al-sunnah wal Jama’ah saat masa Khalifah al-Mutawahil (232-247 H / 847-861 M). Ia melihat bahwa posisinya sebagai khalifah perlu mendapatkan dukungan mayoritas. Sementara, setelah peristiwa mihnah terjadi mayoritas masyarakat adalah pendukung dan simpatisan Ibnu Hanbal. Oleh karenanya al-Mutawakil membatalkan paham Mu’tazilah sebagai paham negara dan menggantinya dengan paham Sunni. Setelah Watsiq, Mutawakkil (847-861 M) mengubah pemikirannya menjadi terbalik dengan para pendahulunya. Madzab Mu’tazilah diasingkan dari Negara dan kemudian digantikan dengan madzab sunni. Pada masa inilah Mu’tazilah menjadi madzab yang dimusuhi. Walaupun demikian, jasa mereka dalam kegiatan intelektual sangat besar. Karena mereka membuka cakrawala pikiran menggunakan rasio dengan logika-logika yang tajam yang sangat dibutuhkan guna memahami ilmu-ilmu lain.[6]

Di masa pemerintahannya, Mutawakkil mendekati lawan-lawan mereka dan membebaskan para ulama. Para fuqaha dan ulama yang beraliran Sunni serta orang-orang yang menerapkan metode Sunni dalam pengkajian ‘aqidah menggantikan kedudukan mereka. Sebagian ulama yang menguasai metode diskusi golongan Muktazilah tidak lagi berpegang kepada pendapat-pendapat mereka. Sementara itu masyarakat awam mendukung kelompok Sunni. Usaha mereka didukung oleh para ulama terkemuka dan para khalifah.[7]

Pada akhir abad ke-3 H muncul dua tokoh yang menonjol, yaitu Abu al-Hasan al-Asy’ari di Bashrah dan Abu Manshur al-Maturidi di Samarkand. Mereka bersatu dalam melakukan bantahan terhadap Muktazilah.[8] Asy’ariah adalah aliran teologi Tradisional yang disusun oleh Abu Hasan al- Asy’ari sebagai reaksi atas teologi Mu’tazilah. Dalam penggolongan teologi Islam, Asy’ariah dan Maturidiah keduanya disebut Ahli Sunnah wal-Jamaah. Aliran Maturidiah banyak dianut oleh ummat Islam yang bermazhab Hanafi sedang aliran Asy’ariah pada umumnya dianut oleh umat Islam yang bermazhab Sunni.[9]

Referensi 

[1]Muhammad Idrus Romli, Bekal Pembela ahlussunnah wal Jamaah Menghadapi Radikalisme Salafi-wahabi, (Surabaya:Aswaja NU Center, 2013), hlm, 25.

[2]Sayyid Abdullah Bin Alawi Al-Haddad, Risalah Al-Muawanah, hlm,67-68.

[3]Ali Masduqi Afgan, Kontroversi Aswaja, (Yogyakarta:LKis, 2000), hlm, 34.

[5] Harun Nasution, Teologi Islam, Aliran-aliran, Sejarah, Analisa Perbandingan (Jakarta: UI-Press, 1986), hal, 09.

[6] M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta : Pustaka book Publissher, 2007), hal, 174.

[8]Al-Imam Muhammad Abu Zahrah, Taariikh al-Mazaahib al-Islamiyah fi as-Siyaasah wa al- ‘Aqaaidi wa taariikhu al- Mazaahibi al-Fiqhiyah, ( al-Qaahirah: Daar al-Fikr al-Arabiy, 1996). hal, 163.

[9] Ali Mudhofir, Kamus Teori dan Aliran dalam Filsafat dan Teologi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1996), hal, 17.

Artikel ini telah dibaca 13 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

4 Langkah – Langkah Mencegah Kekerasan Generasi Muda di Sekolah, Komunikasi Baik Kuncinya

3 Juni 2024 - 13:14 WIB

Mengatasi Bullying di Lingkungan Pendidikan: Menciptakan Ruang Belajar yang Inklusif

30 Mei 2024 - 20:30 WIB

Nilai-nilai Kearifan Lokal Pesantren dan Tantang Moderasi Beragama di Era Global

30 Mei 2024 - 20:28 WIB

Melihat Keragaman Budaya Indonesia

30 Mei 2024 - 20:22 WIB

Biografi Imam Abu Hasan Al-Asyari

27 Mei 2024 - 22:39 WIB

Pesantren dan Bullying dalam Kacamata Agama

26 Mei 2024 - 13:00 WIB

Trending di Kontra Narasi