Oleh: Anis Faikatul Jannah
Mulai dari pekan lalu, pengguna sosial media digencarkan dengan buah semangka, baik itu hanya sebuah gambar atau bahkan buah aslinya.
Buah semangka tersebut merupakan symbol dukungan kepada masyarakat Palestina yang hingga saat ini mengalami serangan dari Zionis Israel.
Meskipun dirasa tidak nyambung, namun ternyata buah semangka ini dapat merepresentasikan Palestina.
Karena warnanya mirip dengan bendera yang dimiliki oleh negara Palestina yakni merah, hijau, putih dan hitam. Kemudian symbol tersebut digunakan oleh warganet untuk memperlihatkan dukungan, dan protes terhadap agresi militer Israel.
Lantas apakah semangka dapat dijadikan sebagai simbol perlawanan ini? Bagaimana sejarahnya?
Melansir dari Aljazeera, semangka menjadi simbol untuk Palestina, dalam hal ini bukan hanya karena warnanya saja yang mirip. Uniknya, buah ini juga tumbuh subur di seluruh Palestina, dari Jenin hingga Gaza.
Dalam sejarahnya sendiri, semangka dapat dijadikan simbol perlawanan warga Palestina bukan baru-baru saja, melainkan symbol ini ternyata sudah digunakan oleh masyarakat Palestina sejak perang di tahun 1967.
Simbol ini mereka gunakan sebagai bentuk protes terhadap wilayah mereka yang direbut Israel. Pada saat itu, Israel telah melarang pengibaran bendera Palestina di depan umum sebagai bentuk kriminal.
Penggunaan bendera Palestina pun dilarang. Namun untuk merepresentasikan Palestina, semangka dipilih karena apabila buah tersebut dipotong, warnanya sama dengan bendera Palestina—merah, hijau, hitam, dan putih.
Seniman Sliman Mansour pernah mengatakan kepada The National pada tahun 2021, di mana pada tahun 1980 para pejabat Israel menutup sebuah pameran di Galeri 79 di Ramallah.
Galeri itu menampilkan karya-karyanya, dan juga seniman lain seperti Nabil Anani dan Issam Badrl.
“Mereka mengatakan kepada kami bahwa melukis bendera Palestina dilarang, tetapi warnanya juga dilarang. Lalu Issam berkata, ‘Bagaimana jika saya membuat bunga berwarna merah, hijau, hitam dan putih?”, yang dijawab dengan marah oleh petugas, ‘Itu akan disita. Bahkan jika Anda melukis semangka, itu akan disita,'” kata Mansour.
Simbol semangka sebagai perlawanan ini kemudian dikenalkan kembali oleh seniman Khaled Hourani melalui The Story of the Watermelon untuk sebuah buku berjudul Subjective Atlas of Palestine pada 2007.