Oleh: Ahmad Mutawakil
Di antara hujan pagi yang membasahi kota, aroma kopi menggoda hidungku untuk melangkah menuju sebuah kafe kecil di sudut jalan. Rintikan hujan itu turun dengan konsisten, tidak seperti cairnya gaji guru honorer. “Dahlah pagi ini perlu disapa dengan kehangatan sepotong roti susu satu biji saja,” hati manisku mengatakanya dengan spontan.
Di tengah dingin pagi, langkah kakiku seolah-olah menari bersama melodi hujan menuju sebuah oase kecil yang hangat. “Sang kaki penuh perjuangan sudah paham akan keinginan tubuh lumpuhku ini,” gumam otak yang sebenarnya mengaturnya. “Simfoni Rasa” tertulis dengan tinta pudar di atas papan nama kayu yang lapuk. Itu mengundang jiwa penuh atusias ini, untuk menyelidiki dunia di dalamnya.
Saat aku masuk ke kafe, sambutan hangat seorang gadis menjadi perhatianku, manis senyumannya menyapaku dengan nada dalam. Kehangatan ruangan menyambut, yap, alunan musik klasik itu senada dengan kafe ini. “Selamat datang di kafe kami, masnya mau pesan apa?” Jantungku berbunyi seirama dengan musik piano, membawa ketenangan di tengah hiruk pikuk kota. 30 detik berlalu fokusku terampas, masih berdiri melihat keadaan di dalamnya, sampai lupa gadis manis itu mengulang pertanyaannya. Aku terjatuh malu, hatiku panik, namun wajah sayuku ini berusaha tenang. Aku berucap ramah sembari jemariku menunjuk “kopi Ijo”. Katanya memang khas Jombang.
Gadis itu mengantarkan secangkir kopi favoritku saat duduk di kursi dekat jendela. Aromanya yang menyenangkan, mirip dengan pelukan hangat dari seorang ibu, langsung membangkitkanku dari kelelahan. Aku melihat keramaian di kafe sambil menikmati kopi. Keberagaman di sini tidak hanya berasal dari usia, profesi, atau penampilan, tetapi juga dari kisah hidup, mimpi, dan harapan mereka.
Perasaku dibangkitkan oleh rasa pahit, manis, dan asam yang sedikit getir. sepertinya kopi memang sengaja mengenalkan dirinya seperti itu. dan membuat aku berpikir tentang apa artinya rasa harmoni dalam keberagaman. Kafe menggunakan perbedaan sebagai sarana untuk menyatukan orang-orang, bukan sebagai penghalang.
Dengan cara yang sama seperti biji kopi berasal dari berbagai tempat di seluruh dunia, tetapi saat dikumpulkan dan diproses dengan cinta, mereka menghasilkan secangkir kopi yang lezat, begitu pula manusia. Kita semua berasal dari berbagai lingkungan, budaya, dan kepercayaan, tetapi kita semua memiliki satu hal yang sama: keinginan untuk hidup dengan bahagia dan damai.
Menghormati dan menghargai perbedaan satu sama lain adalah cara terbaik untuk mencapai harmoni sejati. Aku menyaksikan bagaimana orang-orang dari berbagai latar belakang berinteraksi dengan ramah di kafe ini. Mereka berbagi cerita, saling belajar, dan tertawa bersama.
Syahdu sekali secangkir kopi ini ternyata, telah mengajarkanku cuilan-cuilan kesatuan dan keseimbangan. Rasa hangat yang mengalir dari tubuhku membawa optimisme dan kebahagian. Saya percaya bahwa kita semua memiliki kemampuan untuk membangun dunia yang penuh kedamaian dan kasih sayang, di mana perbedaan bukan lagi menjadi sumber perpecahan, tetapi menjadi kekuatan yang memperkaya kehidupan.
Aku pun berpamitan dengan senyum dan rasa syukur saat matahari mulai bersinar diatas kepala. Pengalaman saya di kafe ini telah mengajarkan saya bahwa keberagaman harus bersatu padu untuk menjadi bahagia dan damai. Setiap pertemuan, interaksi, dan secangkir kopi memberi kita kesempatan untuk menciptakan jembatan persatuan dan menghasilkan simfoni kehidupan yang indah.
Dengan cinta dan kebijaksanaan, kita bisa menciptakan harmoni yang abadi dalam keberagaman ini. Mari kita pelihara persatuan ini, seperti merawat biji kopi yang akan menghasilkan kelezatan yang tiada tara. Seperti aroma kopi yang memikat hati dan jiwa, kita akan mampu menyatu dalam kesatuan yang indah. Ketika waktu berjalan, kita akan dipertemukan dengan keajaiban dalam keberagaman.