Menu

Mode Gelap
Santri: Bukan Hanya Cadangan Pesantren, Tetapi Juga Cadangan Pemerintah Cyberbullying: Ancaman Tersembunyi Di Era Digital Mengenal Peran Duta Damai Santri Jawa Timur Blokagung Bersholawat Berhasil Kobarkan Semangat Para Santri

Suara Santri · 23 Okt 2024 10:53 WIB ·

Santri: Sejarah, Politik dan Peradaban Bangsa


 Santri: Sejarah, Politik dan Peradaban Bangsa Perbesar

Oleh: Moh. Sa’i Yusuf (Ketua I PMII Jatim)

22 Oktober 2015 adalah hari yang disahkan oleh presiden jokowi sebagai peringatan hari santri nasional, yang kemudian diperingati setiap tahunnya. Hadiah sekaligus sebagai momentum bagi kelompok bersarung (kaum santri), agar selalu diingat dan direfleksikan dalam upaya mengingat sejarah, nilai dan kearifan peradaban yang lahir dari kaum santri dimanapun berada.

Santri dan Sejarah Kemerdekaan Bangsa Indonesia

Bercermin kembali pada masa pra-kemerdekaan, kemerdekaan dan pasca kemerdekaan. Sedikit mengulas tentang ini, tentu kita tak dapat menutup mata dan telinga. Bahwa peran santri tak dapat dipandang remeh dan ilusi semata. Sebab, ada jasa dan darah perjuangan yang menjadi energi kaum santri untuk ikut serta berjuang mengusir penjajah kala itu. Tentu tidak jauh beda dari pejuang lainnya macam bung karno, bung tomo, hatta, cut nyak dien, jenderal soedirman dan beberapa pahlawan lainnya. Semangat dari jiwa patriotik, religiusitas serta nasionalisme adalah bagian dari spirit untuk bergerak melakukan perlawanan terhadap penjajah.

Tepat pada 22 Oktober 1945 Hadratus syaikh Hasyim Asyari (pendiri NU) mengeluarkan fatwa resolusi jihad kepada seluruh santri untuk senantiasa mempertahankan kemerdekaan, yang sebelumnya sudah diproklamasikan pada 17 Agustus 1945. Mengingat bahwa setelah proklamasi kemerdekaan diserukan pada saat itu, indonesia belum bisa dianggap merdeka dari penjajah. Karena masih banyak praktek penjajah berikut dengan aktornya yang masih berkeliaran serta tidak memberikan ruang kebebasan yang sejati sebagaimana negara-bangsa yang sudah merdeka.

Surabaya adalah saksi dari perjuangan itu. Sebab, kota ini adalah tempat yang menjadi titik kumpul para ulama’ dan santri untuk meneguhkan komitmen bersama. Dalam mendukung perjuangan kemerdekaan indonesia. Komitmen itu terwujud melalui gerak juang ulama’ dan santri baik fisik maupun non fisik. Beberapa tanda sejarah dalam perjuangan (fisik) terjadi dibeberapa titik. Yakni keterlibatan santri dalam ikut serta melawan penjajah seperti perang jawa, perang aceh dan pertempuran surabaya. Laskar sabilillah dan hizbullah yang mayoritas dianggotai oleh santri juga cukup aktif terlibat dan berperan penting dalam melawan belanda-NICA (sejarah perjuangan bangsa indonesia).

Selain itu, dalam upaya menyiapkan kemerdekaan para ulama’ wabil khsusus NU melalui pesantren – pesantrennya, menjadi basis penting dalam mempersiapkan kemerdekaan indonesia. Dengan memberikan pendidikan agama yang kokoh serta melatih semangat juang kebangsaan dan kemerdekaan republik ini. Yang kemudian pendidikan yang didapat diperluas ke kalangan masyarakat umum, supaya memiliki kesadaran bersama bahwa bangsa indonesia tidak boleh diinjak – injak oleh para penjajah. Hal tersebut merupakan bagian dari perjuangan santri (non-fisik) agar mampu berdiri tegak dengan ajaran islam sebagai sebuah agama yang menolak akan penindasan (ukhuwah watoniyah).

Tak berhenti disitu saja, pasca kemerdekaan santri dan para ulama’ tidak hanya diam saja. Tetapi ikut serta dalam membangun negara. Kiyai wahid hasyim, adalah simbol yang terlibat dalam pembangunan pemerintahan dan penyusunan UUD’45 sebagai bagian dari keanggotaan BPUPKI saat itu.

Santri dan Politik Kebangsaan

Bagi penulis, politik kebangsaan dan nilai kesantrian tak dapat dipisahkan. Sebab, ajaran dan tradisinya selalu tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan zaman dan perkembangan situasi politik dalam sebuah negara terkhusus indonesia. Pada dasarnya insan manusia adalah makhluk politik (Aristoteles), yang dimaknai sebagai hamba Allah atau abdun yang hidupnya senantiasa bermasyarakat, berbudaya dan beradab. Maka pada konteks ini, sangatlah dekat didikan nilai bagi seorang santri dan para ulama. Oleh karena itu, keterlibatan santri dalam ikhwal politik harus selalu tumbuh dan berkembang sebagai upaya untuk menjaga persatuan dan kesatuan direpublik ini. tentu dengan semangat ukhuwah islamiyah, ukhuwah wathoniyah dan ukhuwah basyariyah.

Dalam perjalanannya, politik kebangsaan yang senantiasa didengungkan dan digerakkan oleh kalangan santri ialah politik keummatan. Sebagaimana Alm. Kiyai Abdurrahman wahid berpesan “bahwa kemanusiaan adalah bagian dari segalanya, dan yang lebih penting dari sekedar politik adalah kemanusiaan”. Jikalau diterjemahkan lebih dalam lagi, politik kebangsaan ialah jalan untuk menciptakan nuansa kehidupan bernegara dengan iklim berprikemanusiaan dan berprikeadilan. Sebagai wujud dari “khoirunnas anfaum linnas”.

Ikhwal peran santri dan ulama’ dalam politik kebangsaan, tentu tidaklah kering dengan sejarah. Ada banyak fase yang telah dilalui oleh kalangan santri, mulai dari pemerintahan pertama era bung karno dan bung hatta, kalangan santri juga berperan aktif dalam menjalankan roda pemerintahan. Baik dalam struktur birokrasi maupun diluar (kultural). Dimasa ini sebagaimana yang sudah disinggung diatas peran santri bisa dipandang sentral dan cukup berpengaruh terhadap situasi kebangsaan kala itu. Kendati tidak berselang waktu lama akibat dari situasi dan politik kekuasaan yang mulai tumbuh dan berkembang.

Seiring berjalannya waktu tampuk kekuasaan berapa pada pundak soeharto (Orde baru), walau dapat dipandang relatif sama dari kepemimpinan sebelumnya. Peran santri tidak lantas kemudian redup dan mati. Beberapa post kenegaraan dan nuansa kultural masyarakat, para ulama dan santri pada saat itu menjadi kunci akhir sebagai penyejuk jika terjadi situasi pemerintahan yang cukup panas. Sebab, ada nilai yang harus selalu diewanjantahkan dalam setiap langkah dan aspek kehidupan sebagai warga negara.

Tidak menafikkan juga, berbagai macam krisis kenegaraan terjadi. Hingga salah satu puncak dari kejayaan kalangan ulama’ dan santri disaat Alm. Gus dur dipercaya oleh seluruh rakyat untuk memimpin negara ini. Tidak jauh dari nasab dan fitrah ia dilahirkan serta terdidik dari kalangan santri sebagai cucu pendiri NU. Corak dari kepemimpinannya ialah corak kepemimpinan religius, nasionalis dan pluralis. Mencintai akan berbagai macam perbedaan mulai dari suku, agama, ras dan budaya. Hingga politik kemanusiaan adalah hal yang paling utama untuk selalu digalakkan. Yang hingga masa sekarang menjadi fatsun kepemimpinan sebagai prototipe bagi kalangan santri secara umum.

Hal diatas menjadi rentetan perjalanan politik kebangsaan dinegara ini, yang tetap dipegang teguh sebagai sebuah nilai untuk selalu istiqomah dan terlibat dalam nuansa kebangsaan hingga saat ini. Menjadi tidak heran jikalau dalam fikiran dan aktualisasinya, santri selalu ada dan keberpihakannya pada nilai keummatan. Apapun posisi dan kondisinya, ini akan selalu terpatri dalam relung batin seorang santri untuk berijtihad dalam membangun bangsa yang baik dan berdiri kokoh. Sebagai keberlanjutan pesan dan marwah para pejuang disaat mendirikan bangsa ini.

Santri dan Peradaban Bangsa

Peradaban dimaknai sebagai hasil dari interaksi kompleks antara manusia, lingkungan, nilai budaya dan zaman yang membentuk pola kehidupan masyarakat. Dalam beberapa literatur peradaban ini muncul dan lahir disetiap belahan dunia, bahkan sebelum masehi. Beberapa misalnya : peradaban mesir kuno (3100 SM), China kuno (2000 SM), India (3300 SM) dan beberapa peradaban lainnya.

Dalam Islam Rosulullah SAW. Adalah pendobrak dan pencetus lahirnya peradaban islam ditanah arab kala itu yang pada akhirnya tersebar keseluruh penjuru dunia yang diikuti oleh seluruh ummatnya hingga saat ini. Pada dasarnya perdaban lahir tak lepas dari sumbu pengetahuan, tidak akan pernah ada peradaban yang baik jika tidak ditopang dengan pengetahuan yang baik pula. Oleh sebab itu, bagi pandangan penulis ilmu dan pengetahuan adalah kunci dari peradaban itu sendiri.

Menyoal peradaban tentu bangsa ini juga memiliki peradaban yang kuat. Faktor ilmu, sejarah, tradisi, kebudayaan dan pola adat ketimuran menggenapi untuk dicap sebagai sebuah negara-bangsa yang berperadaban. Kekayaan pengetahuan dan nilai kebudayaan adalah bagian dari intrumen agar peradaban bangsa ini tetap hidup. Mulai dari menghargai satu sama lain, menghargai perbedaan serta kuat dalam menjaga dan menjalankan tradisi sebagai sebuah bangsa. Tentu ini adalah hal yang patut disyukuri. Sebab, tidak semua negara bisa hidup sebagaimana kehidupan berbangsa dan bernegara direpublik ini.

Dalam konteks ini boleh dianggap santri adalah salah satu stakeholder pencipta dan penjaga peradaban bangsa ini. Bagaimana tidak, segala bentuk aktivitas kesantriannya adalah bagian dari kebudayaan yang menjelma sebagai sebuah peradaban dinusantara. Konsistensi santri dalam menjaga nilai dan spiritualitas bangsa ini cukup matang, kendati masih banyak yang beranggapan bahwa santri adalah kaum pinggiran, masih terlalu tradisionalistik dalam pergaulan. Tapi itu justru adalah bagian dari sesuatu yang tak dapat dihilangkan dari simbol kesantrian. Sebab, anggapan tradisionalis belum tentu pemikiran dan kehidupannya konservative.

Sejatinya peradaban yang baik lahir dari kebudayaan yang baik, kebudayaan yang baik lahir dari kehidupan sosial yang baik, kehidupan sosial yang baik lahir dari pribadi yang baik dan pribadi yang baik lahir dari didikan serta internalisasi nilai yang baik. Jikalau ini diyakini sebagai akar dari peradaban, maka aktivitas keseharian dari seorang santri adalah sesuatu yang benar dan dipertahankan sebagai sebuah penjaga peradaban bangsa ini.

Meminjam dari salah satu hadist HR. Ahmad “Man aradaddun yaa faalaihi bil ilmi, wa man aradal akhirah faalaihi bil ilmi, wa man aradhuma faalaihi bil ilmi”. Jikalau ingin menguasai dunia kuasai ilmu, dan jika ingin menguasai akhirat kuasailah ilmu dan jika ingin menguasai keduanya maka kuasailah ilmu. Hadist ini adalah pesan bahwa segala sesuatu berhubungan dengan ilmu, termasuk peradaban itu sendiri.

Artikel ini telah dibaca 14 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Santri Sebagai Pilar Perdamaian di Dunia Perpolitikan

21 November 2024 - 09:10 WIB

Bahaya Politik dan Pertumpahan Darah, Bagaimana Solusinya?

19 November 2024 - 11:42 WIB

macam-macam darah wanita

Peran Santri dalam Membangun Generasi Emas Indonesia

17 November 2024 - 12:42 WIB

Dari Keraguan ke Keyakinan: Menemukan 7 Rahasia Kekuatan Pribadi dalam Diri

16 November 2024 - 10:11 WIB

Menakar Efektivitas Pemberdayaan Sistem Koperasi dalam Program “Solusi Nelayan”

11 November 2024 - 14:43 WIB

Strategi dan Cara Menemukan Perubahan Positif dalam Diri

11 November 2024 - 14:23 WIB

Trending di Suara Santri