Oleh: Abdul Warits
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) merupakan bagian penting dari demokrasi di Indonesia. Proses ini tidak hanya menjadi sarana bagi masyarakat untuk memilih pemimpin yang akan memimpin daerahnya, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai moral dan etika bangsa.
Dalam konteks ini, peran santri sebagai kelompok yang mempelajari ajaran agama dan memiliki tanggung jawab moral di masyarakat sangatlah penting.
Santri dan Nilai Moral
Santri merupakan sebutan bagi para pelajar di pondok pesantren yang mendalami ilmu agama Islam. Dalam kesehariannya, santri dididik untuk memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran-ajaran agama yang mengutamakan moralitas, kejujuran, dan tanggung jawab. Oleh karena itu, santri tidak hanya dituntut untuk cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki integritas moral yang tinggi.
Dalam konteks Pilkada, moralitas ini menjadi sangat penting. Sebagai pemilih maupun calon pemimpin, santri diharapkan bisa memberikan teladan bagi masyarakat luas dalam menjaga etika dan moral selama proses pemilihan.
Dalam Islam, pemimpin yang baik adalah mereka yang memiliki akhlak mulia, jujur, adil, dan bertanggung jawab. Maka dari itu, santri, dengan latar belakang pendidikannya, seharusnya menjadi pihak yang kritis dalam memilih calon pemimpin yang memiliki kualitas-kualitas tersebut.
Tantangan Moral dalam Pilkada
Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa Pilkada di Indonesia sering kali diwarnai oleh berbagai praktik yang kurang sesuai dengan nilai-nilai moral, seperti politik uang, kampanye hitam, hingga penyebaran fitnah. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi santri untuk tetap menjaga idealisme dan moralitasnya dalam menghadapi dinamika politik.
Politik uang, misalnya, sering kali menggoda masyarakat, termasuk santri, untuk memilih berdasarkan iming-iming materi ketimbang mempertimbangkan kualitas calon pemimpin. Padahal, Islam sangat menekankan pentingnya kejujuran dan larangan menerima suap dalam segala bentuknya.
Dalam konteks ini, santri diharapkan mampu menjadi benteng moral yang menolak segala bentuk politik uang dan mengedukasi masyarakat tentang pentingnya memilih dengan hati nurani.
Selain itu, santri juga harus waspada terhadap kampanye hitam yang sering kali terjadi selama Pilkada. Menyebarkan fitnah atau berita palsu untuk menjatuhkan lawan politik tidak hanya melanggar etika berpolitik, tetapi juga bertentangan dengan ajaran Islam.
Dalam Al-Qur’an, fitnah digambarkan sebagai salah satu dosa besar yang bisa merusak hubungan antarmanusia dan tatanan sosial. Oleh karena itu, santri harus proaktif dalam melawan fitnah dan menjaga proses Pilkada agar tetap bersih dan beradab.
Peran Santri dalam Mengedukasi Masyarakat
Sebagai kelompok yang memiliki pemahaman agama yang mendalam, santri memiliki tanggung jawab lebih dalam mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya menjaga moralitas selama Pilkada. Santri dapat berperan aktif dalam menyebarkan pesan-pesan moral yang menekankan pentingnya memilih calon pemimpin yang berakhlak baik, jujur, dan bertanggung jawab.
Dengan demikian, santri bukan hanya menjadi pemilih yang cerdas, tetapi juga agen perubahan yang mengajak masyarakat untuk berpartisipasi dalam Pilkada dengan cara yang bermartabat.
Santri juga memiliki peran strategis dalam melawan narasi negatif yang sering kali muncul selama masa kampanye. Dengan memanfaatkan media sosial dan forum-forum diskusi, santri bisa menyebarkan informasi yang benar dan mengajak masyarakat untuk tidak terjebak dalam polarisasi politik yang merusak persatuan. Dalam Islam, menjaga ukhuwah (persaudaraan) adalah salah satu nilai utama, dan ini harus dipegang teguh selama proses politik berlangsung.
Kesimpulan
Pilkada bukan hanya sekadar ajang untuk memilih pemimpin, tetapi juga ujian bagi moralitas masyarakat, termasuk santri. Sebagai individu yang telah dibekali dengan nilai-nilai agama dan etika, santri diharapkan dapat menjadi teladan dalam menjaga kejujuran, keadilan, dan tanggung jawab selama proses Pilkada.
Dengan tetap memegang teguh prinsip-prinsip moral, santri dapat berperan aktif dalam menciptakan proses Pilkada yang bersih, jujur, dan bermartabat, serta berkontribusi dalam membentuk tatanan politik yang lebih baik di masa depan.