Menu

Mode Gelap
Santri: Bukan Hanya Cadangan Pesantren, Tetapi Juga Cadangan Pemerintah Cyberbullying: Ancaman Tersembunyi Di Era Digital Bagaimana Perempuan Haid Dapat Pahala di Bulan Ramadan? Mengenal Peran Duta Damai Santri Jawa Timur Blokagung Bersholawat Berhasil Kobarkan Semangat Para Santri

Kontra Narasi · 7 Agu 2023 03:00 WIB ·

Relasi Kiai-Santri dan Kontribusinya terhadap Dilema Moral


 Relasi Kiai-Santri dan Kontribusinya terhadap Dilema Moral Perbesar

Oleh : Moch Karim Amirudin

Dalam jejak historis, peranan santri memangalah sangat layak diagungkan dalam memperjuangkan bangsa. Semangat ini ada karena telah dibumbui oleh resolusi jihad 10 november, memaknai dan menerapkan penuh “hubbul wathon minal iman”. Ungkapan singkat ini telah menjadikan para santri berkobar ingin segera menyingkirkan penjajah yang berdiri teguh di atas tanah nusantara seakan menjadi miliknya.

Dengan suara yang menggelegar, bung tomo atas usulan Al – Mukarrom KH. Hasyim Asy’ari, meneriaki diri dan sanubari para santri rakyat jelata sehingga seutas semangat dalam sanubari mereka kian bermunculan. Tak ayal mereka juga mau merelakan darah yang bercucuran namun di bayar dengan kemerdekaan Indonesia.

Insiden darah tersebut tak akan pernah mampu di bayar berapa pun kecuali hanya dengan keikhlasan mereka semata. Hubungan antara santri (yang di dampingi masayarakat) dan kemerdekaan Indonesia merupakan aspek sentral bagi keberlangsungan hidup bangsa.

Pasalnya, sebuah intansi yang memberikan kontribusi penuh terhadap bangsa tak lain dan tak bukan adalah pondok pesantren yang di dalamnya terdapat para tokoh agamis dan pergumulan para santri yang siap sedia melayani bangsa, membawa bangsa ini menjadi bangsa yang di akui dunia dan dapat berkompetisi kanca internasional baik melalui eksistensi bangsa itu sendiri maupun dengan attitude yang apik.

Namun peran dari tokoh agamis atau kita kenal dengan nama “kiai” merupakan aspek yang paling penting dalam pergerakan para santri. Dalam aspek spiritualnya beliau mampu memberikan berbagai macam wejangan, dawuh dan motivasi sebagai pendobrak pintu semangat santri untuk mengabdi terhadap masyarakat.

Sebenarnya semua intansi formal juga turut membantu kemerdekaan bangsa juga dalam aspek yang berbeda yakni dalam aspek politik lebih-lebih jika para tokoh formal dan agamis saling berkombinasi akan lebih memperkuat berdirinya kedaulatan ini.

Di pembahasan artikel akan dijelaskan bagaimana kinerja santri yang di defend oleh kiai di belakangnya, berkontribusi terhadap masyarakat modern yang bersikukuh pada berbagai literatur dari ulama’ salaf yang kita kenal dengan istilah “kitab kuning”.

Tradisi penalaran kitab kuning, baik secara tekstual maupun kontekstual yang di sampaikan kyai kepada santrinya telah mendarah daging hingga di interprestasikan dalam sebuah action. Maksudnya di antara keseluruhan wejangan – wejangan dari kyai telah menjadi bentuk subtansi penting bagi santri untuk memberikan power dalam taqwimul islam sebagai bentuk hubbul wathon.

Pesantren yang kita kenal berupa Lembaga Pendidikan berbasis islam yang saat ini masih terjaga budaya dan kearifannya merupakan bentuk manifestasi dari para ulama’ nusantara untuk memberikan sebuah tempat untuk para santri dalam berjihad dengan membentengi diri dari dilema spiritual.

Kemudian eksistensi kitab kuning yang berisi berbagai pendapat ulama’ menjadi pegangan para santri untuk menjaga nilai – niali islam dalam bentuk action. Dengan kultur yang ada di pesantren, santri juga di ajarkan mental yang kuat untuk melawan dilema moral yang telah mengakar di masyarakat sebagai bentuk jihad dijalan allah.

Apalagi sekarang arus modernis semakin mandarah daging mengakibatkan keterbatasan bagi santri untuk berjihad. Arus modern membawa dampak yang sangat besar dan berbahaya bagi masyarakat.

Dalam buku wasiat dan tarekat yang di tulis oleh DR. H. Syamsun Ni’am, M.Ag. dalam kata pengantar buku yang disampaikan oleh Prof. Dr. K.H. Said Aqiel Siradj. beliau menyikapi bagaimana gambaran arus modern yang ada dimasyarakat sekarang “pola hidup dewasa ini sangat bertentangan dengan nilai – nilai islam dan jauh dari nilai – nilai sufistik.

Kehidupan modern di kembangakan berdasarkan prinsip persaingan bebas, sementara prinsip yang di kembangakan di bebaskan dari nilai – nilai moral, yang tujuannya bersifat hedonistic, yakni mencapai kelimpah ruahan materi untuk memperoleh kenikmatan tinggi.

Sementara itu tujuan tersebut menghalalkan segala cara, saling menipu satu sama lain, itulah kebiasan manusia saat ini”. Dari pemaparan beliau dapat di pahami bahwa gambaran moral di zaman modern ini semakin lama semakin menipis, ajaran islam yang tempo dulu mengakar kuat di masyarakat kian mengikis seiring berjalannya zaman.

Maka saat itulah santri unjuk diri berjihad melawan dilema moralitas dengan menagakkan asas spiritual yang di dapat dari literatur ulama’ salaf . Dari akumulasi keterangan di atas dapat di Tarik kesimpualan terkait kontribusi santri dalam me – repair moral yang hampir tak tersisa di lingkup masyarakat serta betapa pentingnya kiai bagi santri yang memberikan arahan yang realistis, bagaimana Tindakan yang baik dan yang harus dilakukan santri untuk terjun langsung merasakan Bagaimana kondisi masyarakat yang di bumbui dengan arus modernis serta kitab kuning yang menjadi sumber rujukan yang praktis bagi kiai maupun santri untuk mengambil hikmah yang tepat dan terarah, baik dalam aspek syariat, akhlaq dan teologi.

Buktinya zaman dulu hingga sekarang kitab kuning menjadi rujukan yang masih popular dalam mengaji dan mengkaji berbagai polemic tekstual dan kontesktual yang kerap kali beterbangan dalam bentuk suatu permasalahan.

*Santri Pondok Pesantren Darussalam Blokagung Banyuwangi

Artikel ini telah dibaca 31 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Membangun Jembatan Perdamaian di Era Digital

1 Oktober 2024 - 19:36 WIB

Harmonisasi dalam Keberagaman: Kunci Kemajuan Bangsa

1 Oktober 2024 - 19:33 WIB

Harmoni dalam Keberagaman: Jalan Persatuan Bangsa di Era Bonus Demografi Menuju Indonesia Emas

1 Oktober 2024 - 19:31 WIB

Toleransi: Pilar Utama Masyarakat Multikultural

30 September 2024 - 06:22 WIB

Pendidikan sebagai Kunci Perdamaian Berkelanjutan

30 September 2024 - 06:20 WIB

Media dan Perannya dalam Mempromosikan Toleransi

30 September 2024 - 06:17 WIB

Trending di Kontra Narasi