Oleh: Abdul Warits
Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam di Indonesia telah lama menjadi pusat pembentukan moral dan etika. Dalam konteks politik, terutama menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), posisi pesantren sering kali menjadi sorotan.
Di satu sisi, pesantren dianggap sebagai tempat yang menjaga netralitas politik, sementara di sisi lain, pesantren memiliki pengaruh besar dalam mengarahkan aspirasi politik masyarakat, khususnya umat Islam. Pertanyaannya adalah, bagaimana seharusnya pesantren bersikap dalam menghadapi Pilkada dan dinamika politik lokal?
Sejarah Peran Pesantren dalam Politik
Sejak zaman penjajahan hingga era kemerdekaan, pesantren tidak pernah terlepas dari politik. Ulama pesantren seperti KH. Hasyim Asy’ari dan KH. Wahid Hasyim memiliki pengaruh signifikan dalam perjuangan nasional, baik melalui peran mereka sebagai pemimpin spiritual maupun dalam politik praktis. Pada masa Orde Baru, pesantren juga berperan dalam proses politik, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Namun, dengan perubahan sistem politik di era reformasi, keterlibatan pesantren dalam politik menjadi lebih kompleks. Banyak tokoh dari kalangan pesantren yang terlibat dalam partai politik atau mendukung calon tertentu dalam Pilkada. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai netralitas pesantren dan bagaimana mereka menjaga integritas sebagai lembaga pendidikan keagamaan.
Netralitas Pesantren dalam Pilkada
Salah satu tantangan utama bagi pesantren adalah menjaga netralitas di tengah arus politik yang semakin dinamis. Dalam Pilkada, calon-calon kepala daerah seringkali mendekati ulama pesantren untuk mendapatkan dukungan moral dan politik. Karena pengaruh pesantren terhadap umat Islam sangat besar, dukungan dari seorang kiai atau pimpinan pesantren bisa menjadi faktor penentu dalam pemenangan seorang calon.
Meski demikian, banyak pesantren yang memilih untuk tetap netral dan tidak terlibat dalam dukung-mendukung politik praktis. Prinsip ini didasarkan pada keinginan untuk menjaga kemurnian lembaga pesantren sebagai tempat pendidikan dan pembinaan moral. Pesantren yang netral menekankan pentingnya mendidik santri dan masyarakat untuk memilih berdasarkan pertimbangan rasional dan moral, bukan karena pengaruh atau tekanan dari pihak tertentu.
Partisipasi Pesantren dalam Politik
Di sisi lain, ada pesantren yang secara aktif berpartisipasi dalam politik lokal dengan mendukung calon tertentu dalam Pilkada. Alasan di balik partisipasi ini beragam, mulai dari keinginan untuk memperjuangkan nilai-nilai keislaman di pemerintahan hingga harapan mendapatkan dukungan politik untuk pengembangan pesantren dan masyarakat sekitarnya.
Ulama pesantren seringkali melihat politik sebagai sarana untuk mengimplementasikan ajaran Islam dalam ranah publik dan memperjuangkan kepentingan umat.
Namun, keterlibatan langsung pesantren dalam politik seringkali menimbulkan risiko polarisasi di tengah masyarakat. Dukungan pesantren terhadap calon tertentu dapat memecah belah umat, terutama jika ada perbedaan pandangan di antara ulama. Selain itu, keterlibatan pesantren dalam politik praktis juga berpotensi menciptakan ketergantungan pesantren terhadap elite politik, yang pada akhirnya bisa mengurangi independensi mereka.
Tantangan Etika dan Moralitas
Salah satu isu krusial ketika pesantren berhadapan dengan politik adalah menjaga etika dan moralitas. Politik sering kali diwarnai oleh intrik, manipulasi, dan kepentingan sesaat, yang berpotensi merusak citra pesantren sebagai lembaga yang menjunjung tinggi moralitas. Jika pesantren terjebak dalam praktik politik yang tidak sehat, seperti politik uang atau kampanye hitam, maka hal ini bisa merusak kepercayaan masyarakat terhadap pesantren.
Oleh karena itu, penting bagi pesantren untuk menempatkan etika politik sebagai landasan utama jika terlibat dalam politik. Pesantren harus mendorong praktik politik yang bersih, adil, dan sesuai dengan nilai-nilai keagamaan. Pendidikan politik bagi santri dan masyarakat yang dilakukan oleh pesantren harus didasarkan pada prinsip-prinsip keadilan, kejujuran, dan tanggung jawab.
Peran Pendidikan Politik Pesantren
Terlepas dari apakah pesantren memilih untuk terlibat secara aktif dalam politik atau tidak, peran mereka dalam pendidikan politik tetap penting. Pesantren memiliki tanggung jawab untuk mendidik santri dan masyarakat mengenai pentingnya partisipasi politik yang sehat dan demokratis.
Pendidikan politik ini tidak hanya mencakup pemahaman tentang proses Pilkada, tetapi juga pentingnya memilih pemimpin yang memiliki integritas, kompetensi, dan kepedulian terhadap masyarakat.
Selain itu, pesantren juga harus membekali santri dengan kemampuan untuk berpikir kritis dalam menghadapi propaganda politik dan berita bohong yang sering muncul selama masa kampanye. Dengan pendidikan politik yang baik, pesantren dapat membantu menciptakan masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memilih pemimpin.
Kesimpulan
Pesantren memiliki peran strategis dalam menghadapi Pilkada dan dinamika politik di Indonesia. Di satu sisi, pesantren perlu menjaga netralitas untuk melindungi integritas sebagai lembaga pendidikan dan moral. Namun di sisi lain, pesantren juga memiliki hak dan kewajiban untuk berpartisipasi dalam membentuk kehidupan politik yang lebih baik melalui pendidikan politik.
Dengan tetap memegang teguh nilai-nilai etika, pesantren dapat berkontribusi dalam menciptakan demokrasi yang sehat dan pemimpin yang berintegritas, tanpa harus terjebak dalam politik praktis yang merugikan.