Oleh: Abdul Warits
Pesantren adalah organisasi pembelajaran kepada santri untuk terjun ke dalam dunia masyarakat. Pelajaran dari organisasi pesantren bisa dibawa ke dalam kehidupan nyata. Misal, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, organisasi kemahasiswaan, organisasi pergerakan dan lainnnya. Semua itu hampir sama meski tantangannya saja yang berbeda. Dalam buku Pembaharuan Pesantren. Prof Abd. A’la mengatakan bahwa pesantren lahir dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat. Maka, pesantren untuk kepentingan masyarakat bukan kepentingan pribadi atau kelompok. Nyatanya, setiap orang selalu memiliki kepentingan, bukan?
Sebagai sebuah wadah, maka pesantren dalam setiap tahunnya selalu mengkader santri-santri yang akan dijadikan sebagai pengurus dalam mengemban kepengurusan pesantren untuk masa depannya yang lebih cemerlang dan bersahaja. Sebenarnya bukan hanya itu, mereka yang menjalankan amanah kepesantrenan hanya satu : memudahkan tugas-tugas kiai selaku pimpinan tertingi di sebuah pesantren, mendidik santri karena dipasrahkan kepada kiai di pesantren. Karena kiai mendoakan santri, maka santri memudahkan urusannya. Kesimpulannya, siapapun yang mempermudah, insyaallah akan dipermudah. Barangkali, konsep barokah memang ada di sini: mempermudah orang yang berjuang dalam kebenaran, untuk kebaikan dan kemaslahatan.
Setiap orang ada masanya, dan setiap masa ada orangnya. Ini jelas adalah hukum alam dalam suatu organisasi. Bisa jadi melanggar hukum alam ini akan menjadi karma dalam suatu organisasi. Artinya, tidak akan ada yang melanjutkan beberapa kebaikan yang bisa diatur dalam suatu organisasi pesantren. Toh, meskipun ada yang melanjutkan, tapi tingkat kedewasaannya dalam menghadapi masalah akan berbeda jika tidak pernah pengalaman sebelumnya. Biasanya mantan akan menjadi rumah kedua seorang ketua baru yang terpilih. Karena, kepemimpinan yang baik akan melahirkan kader-kader yang baik setelahnya.
Dalam ilmu keorganisasian, yang ditekankan bukanlah sebuah pengetahuan akan tetapi lebih kepada pengalaman bekerja. Seorang dikatakan senior karena ia memiliki pengalaman dan pernah melalui beberapa pengalaman pahit menjalankan amanah di sebuah organisasi sehingga orang akan berpikir tentang cara penanganannya. Sebab, pengalaman akan sangat dihargai dalam suatu organisasi. Seorang organisatoris berguru kepada pengalaman. Maka, disusunlah suatu struktur organisasi agar kerja dalam suatu organisasi sesuai dengan apa yang diharapkan oleh masyarakatnya dan lingkungannya dan memberikan sumbangsih besar terhadap segala perkembangan dan permasalahan yang terjadi.
Peletakan sebagian anggota menjadi pengurus dalam suatu organisasi pesantren sangat penting dilakukan. Biasanya anggota yang akan diangkat menjadi pengurus harus melalui proses legalitas-formal berupa sebuah pelantikan dan sebuah SK (surat keputusan). Karena manusia adalah produk organisasi yang ingin diakui keberadaannya secara hukum organisasi. Oleh sebab itu, salah satu fungsi SK adalah seseorang bisa melakukan kerja dalam suatu organ atau bidangnya masing-masing. Selain itu, fungsi SK adalah melakukan wewenang dalam amanahnya dengan baik sesuai aturan organisasi bukan dengan sewenang-sewenang.
Surat keputusan (SK) adalah bentuk menghargai terhadap peran yang akan dijalankannya. Orang yang pernah menjabat sebelumnya bisa naik jabatan. Maka, SK sangat kuasa dalam menentukan nasib seseorang. Dengan SK, orang tidak bisa mengelak dalam amanahnya, karena SK diciptakan untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi.
Setelah menerima SK, amanah harus dijalankan, dirawat, dijaga, dan dikembangkan agar suatu organisasi mencapai tujuan yang dicita-citakan secara bersama-sama. Meski kadang tidak maksimal. Ya, karena itu. Setiap orang memiliki kepentingan pribadi, apalagi santri. Ada kewajiban ditambah lagi tanggungjawab pesantren, misalnya. Tapi, biasanya dalam organisasi apapun, kepentingan pribadi dilarang masuk dalam organisasi. Hal tersebut sudah hukum alam. Seorang organisatoris sejati bekerja untuk kepentingan orang banyak. Orang banyak bukan kepentingan kelompok. Wallahu a’lam.