Menu

Mode Gelap
Santri: Bukan Hanya Cadangan Pesantren, Tetapi Juga Cadangan Pemerintah Cyberbullying: Ancaman Tersembunyi Di Era Digital Bagaimana Perempuan Haid Dapat Pahala di Bulan Ramadan? Mengenal Peran Duta Damai Santri Jawa Timur Blokagung Bersholawat Berhasil Kobarkan Semangat Para Santri

Kontra Narasi · 3 Jan 2024 15:27 WIB ·

Pesantren dan Dasar Kurikulumnya Jadi Ujung Tombak Cegah Radikalisme


 pondok pesantren sidogiri Perbesar

pondok pesantren sidogiri

Oleh: Abdul Warits

Narasi radikalisme dimunculkan oleh kelompok yang menyamar untuk menyusup. Salah  satu  upaya  yang  penting  untuk  mencegah  berkembangnya Islam radikal adalah pesantren.  Di mana di pesantren  menjadi garda terdepan berlangsungnya keutuhan NKRI karena di pesantrenlah santri  akan di ajarkan nilai-nilai ahlussunnah wal jamaah, bagaimana membentengi diri dari pengaruh radikal, intoleran agama dan paham-pahaam yang lain.

Di pesantren, beragam pembelajaran  dan kajian-kajian kitab klasik yang umum diajarkan oleh sang kiai khususnya di dalam bidang aqidah, mengikuti Imam Abul Hasan al-Asy’ari dan Imam Manshur al-Maturidzi. Di bidang fiqih, mengikuti Imam Hanafi, Imam Malik, Imam  Syafi’i  dan  Imam  Hanbal.  Hanya  saja,  Nahdatul  Ulama  lebih condong terhadap fiqih Imam Syafi’i. Sedangkan, di  bidang  tasawuf,  mengikuti  antara  lain  Imam  al-Junaidi  al-Baghdadi dan Imam al-Ghazali serta imam-imam yang lain. Pesantren tua yang ada di Indonesia masih mempertahankan ajaran-ajarannya melalui beberapa kitab klasik tersebut.

Ketika berbicara tentang Ahlus sunnah wal jama’ah, mencermati hal itu, terdapat 3 kata yang membentuk kata tersebut: Ahl, Al-Sunnah, dan Al-Jama’ah. Ahl berarti keluarga, golongan atau pengikut.  Sedangkan al sunnah ialah semua yang datang dari Rasulullah (ucapan, perbuatan, dan pengakuannya).  Dikatakan al-jama’ah, karena golongan ini selalu memelihara kekompakan, kebersamaan dan kerukunan terhadap sesama. Meskipun terjadi  perbedaan pandangan di  kalangan  mereka, perbedaan tersebut  tidak melahirkan sikap  saling  membid’ahkan,  memfasikkan  dan  mengkafirkan  terhadap  sesama  mereka.

Dalam tradisi nahdatul ulama (NU), Ahlusunnah wal-Jama’ah berarti  golongan  umat  Islam  yang  dalam  bidang  tauhid  menganut pemikiran  Imam  Abu  Hasan  al-Asy’ari  dan  Abu Mansur al-Maturidi, sedangkan dalam bidang ilmu fiqih menganut Imam Madzhab empat (Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hambali) serta dalam bidang tasawuf menganut pada Imam Al Ghazali dan Imam Junaid al-Baghdadi.

Islam sesungguhnya tidak identik dengan kekerasan. Cara-cara damai yang membuat Islam bisa hadir dan menjadi bagian tidak terpisah dari kehidupan Indonesia selama ratusan tahun. Karena itulah ajaran  ahlussunah wal jamaah  tidak  setuju dengan  ajaran-ajaran  akidah  yang  dimiliki  oleh  kelompok-kelompok  Islam radikal. Aswaja tidak setuju dengan respons dan penyelesaian persoalan melalui jalan kekerasan, pemaksaan, apalagi dengan perusakan.

Oleh karena itu, pesantren menjadi garda terdepan dalam menangkal  radikalisme karena pesantren masih memegang teguh ideologi ulma klasik yakni ahlussunah wal jamaah yang memiliki pilar-pilar  di dalamnya. Konsep minhajul fikr disebutkan di dalam Alquran anatara lain:

  1. At-tawassuth atau sikap tengah-tengah, sedang-sedang, tidak ekstrim kiri ataupun ekstrim kanan.

Inilah yang harus diimplementasikan bagi santri yakni moderasi beragama, dimana hal ini dapat menangkal aliran-aliran radikalisme yang banyak berkembang saat ini. Ini artinya seorang santri harus mampu bersikap moderat tidak terlalu ekstrim kiri ataupun ekstrim kanan, tidak menganggap semena mena yang sunnah dianggap bid’ah dan yang bid’ah dianggap sunnah. Hal ini merupakan usaha preventif dalam mencegah perpecahan aliaran-aliran agama.

2.Tasamuh atau toleransi.

Menghargai perbedaan serta menghormati orang yang memiliki prinsip hidup yang tidak sama. Namun bukan berarti mengakui atau membenarkan keyakinan yang berbeda tersebut dalam meneguhkan apa yang diyakini.

3.Tawazun atau seimbang

Sikap ini merupakan  manifestasi  dari  sikap  keberagamaan yang menghindari sikap ekstrem. Kelompok radikal disebut sebagai kelompok ekstrem karena kurang menghargai terhadap perbedaan pendapat dan tidak mengakomodasi kekayaan khazanah kehidupan. Seimbang dalam segala hal, terrnasuk dalam penggunaan dalil ‘aqli (dalil yang bersumber dari akal pikiran rasional) dan dalil naqli (bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits).

4. I’tidal atau tegak lurus.

Mengutip pendapat  ibnu Katsir sebagai manusia harus menjadi penegak kebenaran dan menjadi saksi yang adil artinya tidak curang, meskipun kalian benci terhadap suatu kaum, tetapi keadilan itu harus ditegakkan walau itu musuh kalian.  Oleh karena pesantren menjadi tonggak pertama penanaman nilai-nilai Ahlussunah wal jamaah untuk menangkal radikalisasi yang marak di bumi pertiwi kita ini melalui kajia-kajian kitab klasik seperti di atas. Pilar-pilar ahlussunnah wal jamaah  di atas menjadi bukti bagaimana pesantren mampu membentengi radikalisme yang marak berkembang saat ini.

Artikel ini telah dibaca 6 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Telaah Isu Terorisme di Indonesia pada Era Orde Baru (1966-1998)

29 Agustus 2024 - 22:52 WIB

Telaah Isu Terorisme di Indonesia pada Era Pasca Kemerdekaan (1945-1965)

29 Agustus 2024 - 22:49 WIB

Bahaya Intoleransi dan Pentingnya Nilai nilai Kebhinekaan di Indonesia

29 Agustus 2024 - 22:45 WIB

Telaah Isu Terorisme di Indonesia: Dari Masa ke Masa

29 Agustus 2024 - 22:41 WIB

Kampanye Perdamaian: Memperkuat Fondasi NKRI

29 Agustus 2024 - 22:35 WIB

6 Nilai Utama Karakter Santri dalam Perjuangan Kemerdekaan Indonesia

12 Agustus 2024 - 23:03 WIB

Trending di Kontra Narasi