Oleh: Tsabit Habibi
Bangsa dan negara Indonesia merupakan suatu bangsa yang besar dan luas serta terdiri dari banyak Pulau. Masyarakat Indoensia terdiri dari berbagai keragaman sosial, kelompok etnis, budaya, agama, aspirasi politik dan sebagainya, sehingga bangsa ini secara sederhana dapat disebut sebagai masyarakat multicultural. Pancasila yang ditawarkan oleh Soekarno sebagai philosofische Gronslag (dasar, filsafat, atau jiwa) dari Indonesia merdeka. Kemauan dan hasrat untuk merdeka menurut Soekarno harus mendahului perdebatan mengenai dasar negara Indonesia. Menurut Soekarno buat apa membicarakan dasar negara jika kemerdekaan tidak ada.
Dari sini bisa kita mengerti logika berpikirnya Soekarno yang terlebih dahulu menggelorakan semangat untuk merdeka, bahkan ketika rakyat masih miskin sekalipun harus punya semangat untuk merdeka. Kehadiran Pancasila sebagai dasar negara untuk menjadi pemersatu kebegaraman yang ada pada bangsa Indonesia. Namun hal yang memprihatikan adalah masih ada kelompok dan organisasi tertentu belum menyadari dan menghayati nilai dan fungsi Pancasila. Selain itu ada kelompok tertentu yang ingin mengganti Pancasila ini sebagai dasar dan Ideologi bangsa.
Bangsa ini sudah sudah puluhan tahun mardeka namun rasanya keutuhan kemerdekaan itu masih belum sepenuhnya dirasakan bangsa ini. Hasil survey Media Indonesia serta penelitian Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian menunjukkan bahwa lembaga pendidikan telah menjadi sumber bertumbuhnya sikap membenci dan intoleransi terhadap mereka yang berbeda agama. Survey juga menunjukkan bahwa tingkat dukungan terhadap aksi kekerasan cukup tinggi, begitu juga tingkat kesediaan mereka untuk terlibat dalam aksi kekerasan terkait isu agama sangat sensitif. Sampai saat ini aksi kekeran masih menjadi persoalan bagi bangsa ini yang di hadapkan dengan radikalisme agama.
Radikalisme agama merupakan hal tidak bisa di sepelekan oleh bangsa Indonesia. Radikalisme adalah paham atau gerakan yang menginginkan pembaharuan dengan mengembalikan diri mereka ke “akar” secara ektrem. Pandangan ini kerap disandingkan dengan gerakan fundamentalisme. Gerakan radikal biasanya dicapai dengan segala cara, mulai dari cara yang halus sampai cara yang keras sekalipun.
Realitas radikalisme agama di Indonesia kian hari kian menggelisahkan, khususnya pasca reformasi. Radikalisme agama ditampilkan dalam tindakan dishumanis (tak manusiawi) yang memilukan, seperti Bom Bali, tragedy Poso, Ambon, Sambas, Tolikara, Penyerangan di Gereja St. Lidwina, Bedog, Sleman, Yogyakarta, Minggu (11/02/2018), yang menyebabkan setidaknya empat orang terluka akibat sabetan senjata tajam, Ledakan bom bunuh diri terjadi di kawasan Gereja Santa Maria Tak Bercela Surabaya yang terjadi, Minggu (13/5/2018) pukul 07.00 WIB, dan lain sebagainya.
Segala apa yang jahat seperti tindakan membunuh, menteror, membakar, memusnahkan sesama manusia itu anehnya dibingkai atas nama agama. Hal yang memilukan lagi adalah bahwa ternyata para tokoh, pelaksana, eksponen, pelaku kekerasan itu adalah orang-orang yang mengaku beragama. Pertanyaan yang muncul adalah : Apakah agama mengajarkan orang menjadi radikal dan tega menyakiti? Apakah artinya agama jika tidak melestarikan kehidupan manusia? Apakah agama untuk memusnahkan kehidupan manusia? Masih terekam dengan jelas bagaimana mencekamnya peristiwa peledakan bom yang dibingkai oleh motivasi agama.
Di berbagai media diutarakan berbagai wawancara dan tayangan yang berisi alasan mengapa terror bom dilakukan. Motivasi yang amat kentara adalah alasan agamis. Lagi-lagi agama dibawa-bawa sebagai pengesahan atas suatu tindakan brutal dan membabi-buta, seakan-akan mati dengan cara demikian akan menjadi tujuan akhir dan secara otomatis membuka surge bagi para pelakunya. Begitu mudahkah akhirat dicapai dengan cara demikian? Apakah menghabisi nyawa orang lain menjadi syarat untuk masuk surge? Apakah dengan demikian agama menjadi biang kejahatan?
Indonesia adalah bangsa yang multicultural dan ber-Pancasila harus terus disadari dan diperjuangkan bersama. Pemanaman dan penghayatan terhadap nilai-nilai Pancasila perlu ditanamkan dalam diri dari sejak dini. Sehingga pemahaman tehadap Pancasila sebagai Ideologi bangsa telah melekat pada diri seseorang. Kesatuan bangsa ini dibangun di atas dasar keberagaman budaya, agama, suku, ras dan lain sebagainya.
Ancaman mendasar terhadap negara demokratis yang multicultural ini adalah munculnya budaya sektarian. Salah satu perwujudan sektarian adalah sikap antitoleran terhadap “yang lain” itulah pintu menjadi radikal. Keberagaman bangsa ini seharusnya tidak menjadi pemincu adanya permusuhan. Melainkan mewujudkan hidup dalam damai dan toleransi. Kehadiran Pancasila merupakan sebagai dasar untuk mempersatukan keberagaman bangsa Indonesia. Radikalisme adalah tindak yang merusak kemanusiaan. Sebagai sesama ciptaan manusia harus menghargai martabat hidup. Memperlakukan sesasamanya secara manusiawi, sebagaimana dia memperlakukan dirinya atau mengharapkan orang lain memperlakukannya sama.