Oleh: Abdul Warits
Bahasa Indonesia adalah mata pelajaran wajib nasional yang diajarkan di berbagai sekolah di Indonesia. Mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD), SMP, SMA, dan sederajat, bahkan hingga perguruan tinggi (PT) sekalipun. Akan tetapi, walaupun bahasa Indonesia sudah merambah ke sekolah-sekolah, pelajaran ini hanya dipelajari secara formalitas semata. Artinya, mereka yang menjadi guru hanya mengajarkan siswa-siswinya tentang berbagai teori yang ada di dalam bahasa Indonesia. Seperti definisi puisi, cerpen, pantun, rima, irama, kalimat dan lain sebagainya.
Problematika semakin rumit dalam pembelajaran Bahasa Indonesia ketika siswa-siswi tidak sampai menggali bahasa Indonesia ke akar-akarnya dan bahkan dianggap remeh karena bahasa Indonesia adalah bahasa Ibu, bahasa nusantara. Ada sebagian siswa yang justru menganggap remeh terhadap pelajaran Bahasa Indonesia sehingga pelajaran ini tidak perlu dipelajari secara serius. Bahkan, ada yang lebih senang belajar bahasa asing karena dianggap bisa diandalkan seperti Bahasa Inggris, bahasa Arab dan bahasa asing lainnya.
Ironisnya lagi, bahasa Indonesia hanya menjelma sebagai catatan kaki. Artinya, ia hanya diajarkan ketika menjelang ujian nasional (UN) tiba. Sungguh memperihatinkan. Bahasa Indonesia sebagai satunya bahasa rakyat Indonesia kini mulai dianak tirikan begitu saja. Kondisi ini seharusnya diperhatikan oleh para pemangku literasi yakni guru, pemerintah, sastrawan, akademisi dan orang-orang yang bisa memperhatikan perkembangan dan dinamika Bahasa Indonesia terus mengalir seperti sungai yang tidak pernah berhenti membasahi jantung rakyat Indonesia.
Pengetahuan peserta didik bisa didapatkan dengan dua cara. Pertama, karena menyerap berbagai pelajaran yang disampaikan oleh gurunya. Karenanya, kreatifitas guru juga perlu ditingkatkan dalam mengajar bahasa karena pelajaran bahasa Indonesia adalah salah satu pelajaran yang paling bosan untuk didengarkan. Kedua, perpustakaan sekolah hendaknya turut andil dalam memberikan wahana pembelajaran melalui buku-buku yang disajikan untuk memperkaya pengetahuan siswa-siswi. Perpustakaan harus digerakkan sebagai salah satu “jantung sekolah” yang tiada henti berdetak untuk memberikan kehidupan kepada otak peserta didik yang masih labil pengetahuan dan pengalamannya. Dengan membaca sejatinya peserta didik sudah diajak untuk jalan-jalan dan memperoleh sebuah inpirasi dari bacaan yang dibacanya.