Oleh: Erik Setiawan-Duta Damai Santri Jatim
Muhammad Abdul Wahab adalah pembangun gerakan yang sering disebut sebagai Wahabiyah, meskipun sebenarnya para pengikutnya menamai gerakan ini dengan sebutan “Muhammadiyah” atau “Al Muwahhidun”. Meskipun begitu, ulama-ulama Wahabi tidak keberatan dipanggil dengan sebutan “Wahabi”.
Hal ini tercermin dalam karya-karya mereka, seperti buku “Al Hijatussaniyah wat Tuhfatul Wahabiyah an Nijdiyah”. Meskipun demikian, ada kritik terhadap gerakan ini, seperti yang disampaikan dalam buku “Ash Shawa’iqul Ilahiyah firraddi alal Wahabiyah” yang ditulis oleh Sulaiman bin Abdul Wahab, kakak dari Muhammad bin Abdul Wahab.
Ia juga seorang ulama dan reformis Islam yang lahir di wilayah Najd, Arab Saudi pada abad ke-18. Muhammad bin Abdul Wahhab dilahirkan pada tahun 1115 H. dan wafat tahun 1206 M. Ia berasal dari qabilah Banu Tamim dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang memiliki latar belakang keilmuan Islam yang kuat. Demikian tersebut dalam buku “Kasfus Syubahat”.
Muhammad bin Abdul Wahhab mengembara ke berbagai tempat untuk menuntut ilmu, termasuk ke Mekkah, Madinah, Basrah, dan Syam (kini wilayah Suriah dan Lebanon). Di sana, ia memperoleh pendidikan Islam yang kokoh dan mendalam dari berbagai ulama terkemuka pada zamannya. Namun, keyakinan dan ajaran yang kemudian diusungnya menjadi kontroversial dalam dunia Islam.
Ajaran Muhammad bin Abdul Wahhab berfokus pada pemurnian ajaran Islam dari praktik-praktik yang dianggap bid’ah (inovasi) dan kemusyrikan. Ia menekankan kembali kepada ajaran Islam yang murni dan menolak segala bentuk praktik keagamaan yang dianggap menyimpang dari ajaran asal Islam. Konsep tawhid (keesaan Allah) menjadi inti dari ajaran Wahhabisme, dengan penekanan kuat pada penghormatan dan ibadah hanya kepada Allah semata.
Di dalam buku “Kasfus Syubahat” cetakan percetakan “An Nur” Riyadh dijelaskan bahwa Muhammad bin Abdul Wahhab tidak diterima di Basrah dan juga di ‘Ainiyah’, sehingga ia diusir dari kedua tempat itu oleh penguasa. Tetapi dengan pertolongan dari keluarga Muhammad bin Saud, yang saat itu memerintah wilayah Najd.
Hubungan antara Muhammad bin Abdul Wahhab dan Muhammad bin Saud, pemimpin keluarga Al Saud pada masa itu, menjadi kunci dalam menyebarkan ajaran Wahhabisme. Keduanya membentuk aliansi politik dan agama yang kuat, di mana Muhammad bin Saud memberikan dukungan militer kepada Muhammad bin Abdul Wahhab untuk menyebarkan ajaran Wahhabisme di wilayah Najd dan sekitarnya.
Muhammad bin Abdul Wahhab memimpin gerakan dakwah yang gigih untuk mengembalikan masyarakat Arab Saudi kepada Islam yang ia yakini sebagai Islam yang murni. Ia menentang praktik-praktik seperti ziarah kubur, penghormatan kepada makam-makam suci, dan tradisi-tradisi lokal yang dianggap bertentangan dengan ajaran Islam. Gerakan ini mengalami pertumbuhan pesat dan mendapat banyak pengikut di wilayah Arab Saudi dan sekitarnya.
Meskipun gerakan ini mengalami banyak kontroversi dan kritik dari berbagai kalangan, terutama karena pendekatannya yang keras terhadap bid’ah dan kemusyrikan, Wahhabisme tetap bertahan dan bahkan menjadi salah satu aliran Islam yang berpengaruh secara global. Pengaruhnya dapat dilihat dalam berbagai aspek, termasuk dalam pemikiran politik, sosial, dan keagamaan di dunia Islam modern. Meskipun demikian, pendekatan yang radikal dari beberapa penganut Wahhabisme telah menimbulkan ketegangan dan konflik di berbagai belahan dunia.