Dalam menggunakan hak-hak politik, kaum pesantren harus melakukannya dengan penuh tanggung jawab. Sehingga dengan demikian dapat ditumbuhkan sikap hidup yang demokratis, konstitusional, taat hukum dan mampu memecahkan permasalahan-permasalahan bersama.[1]
Para founding leader (Muasis Pondok Pesantren) yang dengan ikhlas dan penuh kesabaran dalam mendirikan pesantren, sangat mengharapkan para santri kelak bisa menjadi orang yang bermanfaat bagi sesama. Bisa dengan mengajar, maupun masuk ke ranah politik. Jika menginginkan terjun dalam ranah ini, maka pembinaan kepada kader-kader pemimpin sangat diperlukan.
Pembinaan Kader Pemimpin ala Santri
Untuk menciptakan kader-kader yang kompeten dalam permasalahan siyasah, selayaknya dalam pesantren diadakan sebuah agenda khusus pembelajaran tentang siyasah. Bisa juga membentuk sebuah Ma’had Aly dengan spesialisasi politik.
Pengkaderan yang diajarkan di dalam lingkungan pesantren akan lebih efektif, memandang diajarkan melalui asuhan langsung dari para kyai yang ditambah juga pendidikan rohaniah. Dengan ini akan membawa nilai positif yang sangat baik bagi kepribadian kader Nahdliyyah.
Dalam kumpulan esainya, Gusmus pernah mengusulkan kepada Gusdur agar membuka ‘takhassus politik’ di Pesantren miliknya, atau mendirikan Ma’had Aly Siyasah. Sebab dengan begitu, kaum pesantren tidak lagi melahirkan kader politisi amatiran yang lahir karena tekad sendiri dan hanya mampu berpikir untuk dirinya juga golongannya, sebagaimana umumnya yang lain.[2]
baca juga: Politik Manhaj Perjuangan Pesantren
Siasat KH. Mahrus Aly Membekali Santri dengan Ilmu Politik
Pada tahun 1967 KH. Mahrus Aly rahimahullah telah mensiasati pendidikan tersebut. Pendidikan yang mampu mengasah intelektual generasi Nahdliyyah—terutama para santri—agar bisa ikut andil dalam memasuki arena politik. Penjelasan ini seperti yang diutarakan oleh KH. Anwar Iskandar bahwa:
“Setiap bulan, kader-kader jam’iyyah Nahdliyyah diajarkan politik oleh Kyai Mahrus Aly pada tahun 1967.”[3]
Kiprah Kemenangan Nahdlatul Ulama dalam Kancah Politik
Kita bisa melihat bagaimana sejarah mengungkapkan bahwa Nahdlatul Ulama ketika awal mula menjadi partai, dapat menoreh prestasi spektakulernya pada pemilu 1955. Lalu, pada perkembangan-perkembangan selanjutnya membawa NU terlibat secara langsung dalam pasang-surut perpolitikan nasional.
Namun pada pemilu 1971, pemilu pertama di masa Orde Baru dan pemilu kedua dalam sejarah Indonesia merdeka, NU memperbaiki prestasinya dengan menempati urutan kedua setelah Golkar, dengan meraih 18,67 % suara dan 58 kursi di parlemen.[4]
Pengkaderan yang dilakukan oleh para Masayikh maupun tokoh NU memiliki pengaruh yang sangat besar, yaitu menancapkan pendirian yang kuat pada kader-kader Nahdliyyah. Di mana mereka dapat menguasai politik dengan baik, bukan dikuasai oleh politik itu sendiri. Sehingga antusias masyarakat untuk memberikan aspirasi kepada mereka juga banyak. Hal ini diakibatkan peranan politik yang baik, hasil dari pengkaderan tersebut.
Dengan adanya pengkaderan ini juga, anggota kaderisasi menemukan integritasinya sebagai calon-calon pemimpin yang diharapkan. Kelak ketika mereka menjadi pemimpin, profesionalitas dalam menjalankan tugas akan bisa diterapkan. Yang dengan hal itu, akan mengharumkan nama pesantren, khususnya santri dan pada umumnya adalah organisasi Nahdlatul Ulama itu sendiri. Dengan begitu, santri bisa dijadikan kiblat bagi para kader partai maupun organisasi lain.
tonton juga: JIHAD SANTRI MASA KINI | short movie grup taks 1 duta damai santir jawa timur
Catatan: Jam’iyyah Nahdliyah adalah jamiyyah berbentuk talkshow dengan mengundang pembicara dari para kyai yang menduduki jabatan strategis di Nahdlatul Ulama yang dilaksanakan setiap satu tahun sekali oleh Majelis Musyawarah Madrasah Hidayatul Mubtadiin (M3HM) di lingkungan Pondok Pesantren Lirboyo dan dihadiri oleh ribuan santri. Mulai tahun ini (2022), agenda ini diadakan 2 kali dalam satu tahun.
[1] __________, Khittah dan Khidmah Nahdlatul Ulama, (Pati: Majma’ Buhust An-Nahdliyyah, 2014).
[2] KH. Ahmad Mustofa Bisri, Membuka Pintu Langit, (Jakarta: Buku Kompas, Cet. II, 2011), Hlm. 133.
[3] Penuturan KH. Anwar Iskandar ketika Dewan Harian M3HM bersilaturahmi di ndalem beliau pada hari Selasa 24 November 2020.
[4] Lihat, A. Gaffar Karim, Metamorfosis NU dan Politisasi Islam di Indonesia, (Surabaya: LKIS, 1995)
Mewujudkan Pendidikan Politik sebagai Pedoman Perjuangan Santri
Mewujudkan Pendidikan Politik sebagai Pedoman Perjuangan Santri