Oleh: Ahmad Mutawakil
Semua kita memiliki keyakinan agama, meyakini adanya aturan ilahi yang mengendalikan kehidupan ini. Agama memberikan arahan, baik yang bersifat praktis maupun pemikiran, moral maupun teknis, dari Iman, Islam, hingga Ihsan, dari ibadah hingga akhlakul karimah. Oleh karena itu, mengeluarkan agama dari urusan politik, terutama dalam pemilihan umum (Pemilu), adalah mustahil. Sebaliknya, agama harus turun tangan dalam politik untuk membawa ajaran adiluhung dan moralitasnya.
Pandangan sekularitas yang memisahkan agama dari politik tidak sesuai untuk Indonesia. Politik yang penuh intrik membutuhkan intervensi agama. Agama mengajarkan kejujuran, amanah, kecerdasan, dan berbicara dengan baik. Oleh karena itu, keterlibatan agama dalam politik bukan hanya pada prosedur formal, tetapi pada implementasi nilai-nilai moral.
Moderasi Beragama dalam Pemilu:
Penghormatan:
Politik kesalingan, di mana saling menghormati dan tidak merendahkan pilihan politik orang lain. Menghormati pilihan politik sebagai bentuk penghormatan kepada keragaman masyarakat. Tidak menyebarluaskan pandangan ekstrem atau berlebihan.
Kejujuran:
Menghindari perbedaan antara perkataan dan tindakan dalam komunikasi politik. Transparansi dan keterbukaan dalam penyelenggaraan pemilu. Menangkal misinformasi dengan literasi digital dan berpikir kritis.
Tanggung Jawab:
Tanggung jawab penyelenggara Pemilu untuk menjalankan tahapan dengan demokratis dan berkualitas. Tanggung jawab partai politik dan calon untuk menjalankan amanah secara akuntabel. Partisipasi aktif rakyat setelah pemilu dalam membangun akuntabilitas.
Moderasi beragama dalam Pemilu 2024 bukan hanya tentang prosedur formal, tetapi tentang implementasi nilai-nilai moral agama dalam praktik politik. Gus Dur mengingatkan kita bahwa yang lebih penting dari politik adalah kemanusiaan. Oleh karena itu, langkah-langkah strategis ke depan harus mencerminkan moderasi sebagai upaya mewujudkan pemilu yang berkeadilan