Oleh: Ahmad Fuadi Akbar
Dalam upaya memerangi propaganda terorisme, para ahli keamanan dan intelijen menghadapi tantangan yang sering disebut sebagai “teori gunung es”. Teori ini menggambarkan bahwa ancaman keamanan yang terlihat hanyalah sebagian kecil dari masalah yang sebenarnya, sementara sebagian besar masalah tersembunyi dari pandangan umum, layaknya gunung es yang sebagian besar massanya terbenam di bawah permukaan laut.
Teori gunung es dalam konteks kontra propaganda terorisme mengacu pada fakta bahwa propaganda teroris yang terlihat di permukaan, seperti video, pamflet, atau pesan online, hanyalah puncak dari gunung es yang sebenarnya. Sementara itu, jaringan propaganda yang lebih dalam, kompleks, dan tersembunyi beroperasi di bawah permukaan, menyebarkan ideologi radikal dan merekrut anggota baru dengan cara yang lebih halus dan tersembunyi.
Menurut Dr. Noor Huda Ismail, pakar terorisme dari Universitas Indonesia, “Propaganda teroris yang kita lihat di media sosial dan platform online hanyalah ujung tombak dari upaya yang lebih besar untuk menyebarkan ideologi radikal dan merekrut anggota baru.” (Ismail, 2021).
Bagian yang tersembunyi dari gunung es ini mencakup jaringan sel-sel teroris yang beroperasi secara rahasia, pembiayaan ilegal, pelatihan militan, dan penyebaran ideologi radikal melalui saluran yang lebih tertutup dan terselubung. Inilah yang membuat upaya kontra propaganda menjadi sangat menantang, karena hanya mengatasi propaganda yang terlihat di permukaan tidak akan menyelesaikan masalah secara menyeluruh.
“Kita harus memahami bahwa propaganda teroris yang kita lihat di media sosial hanyalah ujung tombaknya saja. Jaringan yang lebih dalam dan tersembunyi inilah yang harus kita hadapi dengan strategi yang lebih komprehensif,” ungkap Budi Harjanto, anggota Tim Pengawas Kontra Propaganda Keamanan Nasional (Harjanto, 2022).
Salah satu strategi yang digunakan untuk menghadapi teori gunung es ini adalah meningkatkan kerja sama intelijen dan berbagi informasi antara negara-negara. Dengan berbagi data dan informasi tentang jaringan teroris yang tersembunyi, negara-negara dapat bekerja sama untuk mengungkap dan membongkar sel-sel teroris yang beroperasi secara rahasia.
Selain itu, upaya kontra propaganda juga harus dilakukan secara holistik, dengan menggabungkan pendekatan online dan offline. Di samping memerangi propaganda online, upaya juga harus difokuskan pada memotong sumber pendanaan teroris, menghentikan perekrutan anggota baru, dan memberikan program deradikalisasi bagi mereka yang telah terpapar ideologi radikal.
“Kita harus menggunakan pendekatan yang menyeluruh, tidak hanya fokus pada propaganda online saja. Kita harus memotong sumber pendanaan mereka, menghentikan perekrutan anggota baru, dan memberikan program deradikalisasi yang efektif,” jelas Dr. Risa Zahara, peneliti terorisme dari Universitas Pertahanan Indonesia (Zahara, 2023).
Dalam menghadapi teori gunung es ini, kerja sama internasional dan upaya yang menyeluruh menjadi kunci utama. Hanya dengan memahami kompleksitas masalah ini dan menggunakan strategi yang komprehensif, kita dapat mengungkap dan membongkar jaringan propaganda teroris yang tersembunyi di bawah permukaan.
Sumber:
Ismail, N. H. (2021). Menghadapi Tantangan Kontra Propaganda Terorisme di Era Digital. Jurnal Keamanan Nasional, 7(2), 15-28.
Harjanto, B. (2022). Strategi Kontra Propaganda Terorisme: Menghadapi Teori Gunung Es. Makalah disampaikan pada Konferensi Nasional Keamanan Siber dan Terorisme, Jakarta.
Zahara, R. (2023). Pendekatan Holistik dalam Kontra Propaganda Terorisme. Buku Panduan Praktis, Penerbit Universitas Pertahanan Indonesia.