Oleh : Abdul Warits
Masyarakat Banyuwangi memiliki tradisi unik bernama endog-endogan untuk menyambut Maulid Nabi Muhammad SAW. Endog dalam bahasa Jawa berarti telur. Sesuai namanya, tradisi ini digelar dengan menggunakan telur sebagai properti.
Tradisi ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari masyarakat Banyuwangi, Endog-endogan, yang bermakna menghias telur dengan kembang kertas dengan berbagai motif, dan menancapkannya di pelepah pisang atau disebut jodhang.
Kemudian, telur-telur yang dihias dengan berbagai kreasi tersebut diarak mengelilingi kampung menggunakan kendaraan, sembari diiringi lantunan pujian dan sholawat kepada Nabi Muhammad SAW.
Menurut catatan sejarah, tradisi Endog-endogan tersebut konon pertama kali dicetuskan oleh K.H. Abdullah Faqih yang abad ke 19. Endog-endogan yang terdiri dari Endog atau telur, bambu kering, serta hiasan bunga memliki filosofi tersendiri.
Telur merupakan simbol dari kelahiran, sedangkan bambu berarti tempat yang kering dan bunga memili arti kehidupan, yang akan membawa manusia dari jaman kegelapan menuju jaman kebahagiaan.
Telur dalam tradisi Endog-endogan juga memiliki arti istimewa. Telur yang terdiri dari tiga lapisan yaitu kulit, putih telur dan kuning telur melambangkan Iman, Islam Ihsan. Sementara batang pohon pisang yang dapat tumbuh kembali, memiliki makna pantang menyerah.
Setiap tahunnya, momen Endog-endogan selalu dinanti oleh masyarakat khususnya anak kecil yang sangat antusias berburu telur di masjid kampungnya masing-masing. Tradisi ini sarat akan nilai kehidupan di mana masyarakat dapat saling berbagi dan bergotong royong.
Bagi warga Banyuwangi, tradisi Endog-endogan menjadi budaya sekaligus wisata reiligi yang bernilai luhur. Tradisi endog-endogan di Banyuwangi adalah bukti nyata bagaimana masyarakat memelihara warisan budaya mereka dengan cara yang unik dan bermakna, sambil merayakan hari besar dalam agama.
Tradisi Endog-Endogan atau arak-arakan telur untuk memeriahkan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW sudah ada di Banyuwangi sejak 1911. Di hadapan para santri, kiai terkenal Syaikhona Kholil pernah menyampaikan perumpamaan telur sebagai gambaran sebaran agama Islam di Nusantara.
Salah satu santri Syaikhona Kholil saat itu adalah Kiai Abdullah Faqih asal Desa Balak, Kecamatan Songgon, Kabupaten Banyuwangi.
Selanjutnya, Kiai Abdullah Faqih memaknai ungkapan gurunya dengan mengumpulkan telur dan batang pisang, lalu telur tersebut dihias dan ditancapkan ke batang pisang.
Endog-Endogan dilakukan Kiai Abdullah Faqih bersama para santrinya mulai tahun 1911. Seiring berjalannya waktu, tradisi ini dilakukan banyak warga Banyuwangi.