Penulis: Ahmad Falahuji
Anda tahu, jika kita semua sejatinya adalah saudara? Saudara sebagai sesama anak turun dari Nabi Adam AS dan Siti Hawa. Hal ini sebagaimana yang tertuangkan dalam penggalan ayat berikut:
إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنْثَى
“Sungguh kami telah menciptakan kalian dari Nabi Adam dan Siti Hawa.” (QS. Al-Hujarat: 13)
Pada dasarnya, terdapat beberapa ayat yang sekiranya dapat memperluas pemaknaan lughawi dari persaudaraan. Di mana secara lughawi, makna dari persaudaraan adalah “dua orang yang memiliki bapak atau ibu yang sama”.[1]
Persaudaraan yang Tidak Sesuai dengan Makna Lughawi
Namun dalam beberapa ayat, makna lughawi ini tak dapat digunakan. Pertama, dalam firman Allah berikut:
اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ اِخْوَةٌ
“Bahwasanya setiap orang yang beriman itu saudara.” (QS. Al-Hujarat: 11)
Dalam ayat ini Allah SWT berfirman bahwa setiap orang yang beriman maka memiliki ikatan persaudaraan tanpa sedikit pun menyinggung hubungan biologis satu bapak maupun satu ibu.
Dalam ayat ini, yang perlu digaris bawahi juga di antaranya, keumuman sebuah lafad ‘nakirah’ yang dimasuki ‘al’. Di mana hal tersebut mengindikasikan bahwa setiap individu Mukmin (entah memiliki hubungan biologis maupun tidak) adalah saudara.[2]
Sampai di sini pemaknaan persaudaraan tersebut lebih luas dari makna lughawi. Namun makna tersebut belum sampai mengukuhkan apa yang terdapat dalam Surat Al-Hujurat ayat 13, di mana persaudaraan dapat terjadi dari hubungan sesama keturunan Nabi Adam dan Siti Hawa.
Mengukuhkan Makna Persaudaraan dalam Surat Al-Hujarat Ayat 13
Makna persaudaraan yang terkandung dalam surat al-Hujarat ayat 13 memiliki pengutannya tersendiri, sebagaimana yang disinggung dalam surat asy-Syuara:
كَذَّبَتْ قَوْمُ نُوحٍ الْمُرْسَلِينَ
“Kaum Nabi Nuh AS menisbatkan kebohongan pada setiap Rasul.”
إِذْ قَالَ لَهُمْ أَخُوهُمْ نُوحٌ أَلَا تَتَّقُونَ
“Saat menyeru kepada mereka saudara mereka Nabi Nuh AS: ‘Mengapa kalian semua tidak bertakwa’.”
كَذَّبَتْ عَادٌ الْمُرْسَلِينَ
“Kaum Aad menisbatkan kebohongan pada setiap Rasul.”
إِذْ قَالَ لَهُمْ أَخُوهُمْ هُودٌ أَلَا تَتَّقُونَ
“Saat menyeru kepada mereka saudara mereka Nabi Hud AS: ‘Mengapa kalian semua tidak bertakwa’.”
كَذَّبَتْ ثَمُودُ الْمُرْسَلِينَ
“Kaum Tsamud menisbatkan kebohongan pada setiap Rasul.”
إِذْ قَالَ لَهُمْ أَخُوهُمْ صَالِحٌ أَلَا تَتَّقُونَ
“Saat menyeru kepada mereka saudara mereka Nabi Sholih AS: ‘Mengapa kalian semua tidak bertakwa’.”
كَذَّبَتْ قَوْمُ لُوطٍ الْمُرْسَلِينَ
“Kaum Nabi Luth AS menisbatkan kebohongan pada setiap Rasul.”
إِذْ قَالَ لَهُمْ أَخُوهُمْ لُوطٌ أَلَا تَتَّقُونَ
“Saat menyeru kepada mereka saudara mereka Nabi Luth AS: ‘Mengapa kalian semua tidak bertakwa’.”
Dalam ayat-ayat di atas, disebutkan bahwa beberapa Nabi AS yang menyerukan agama Allah SWT kepada kaumnya, kaum yang diklaim al-qur’an sebagai saudara dari Nabi-Nabi tersebut.
Jelas dalam ayat di atas bahwa mereka bukan saudara seiman. Di mana kaum dari nabi-nabi tersebut secara terang mengingkari ajakan nabi-nabi mereka dan memilih tetap dalam kekufuran.
Jika dimaknai secara lughawi pun jelas tidak bisa. Hal itu dikarenakan secara bahasa yang dimaksud adalah satu ibu maupun satu bapak yang dekat, bukan nasab yang jauh.
Oleh karenanya, terdapat beberapa pandangan dari Ahli Tafsir dalam memaknai lafad ‘ukhuwah’ (persaudaraan) dalam beberapa ayat surah asy-Syuara ini, sebagaimana yang di uraikan oleh Muhammad Ibnu Jarir at-Thabari:
قوله تعالى: وإلى عاد أخاهم هودا أي وأرسلنا إلى عاد أخاهم هودا قال ابن عباس: أي ابن أبيهم وقيل: أخاهم في القبيلة وقيل: أي بشرا من بني أبيهم آدم
Firman Allah SWT berupa وإلى عاد أخاهم هودا yang dimaksud adalah: “Dan kami mengutus kepada kaum Aad saudara mereka Hud.” Ibnu Abbas berkata: “Maksud saudara di sini adalah saudara dari keturunan yang sama.” Lalu ulama lain berkata: “Maksud dari saudara di sini adalah saudara sesama kabilah.” Kemudian ulama lain berkata: “Maksud dari saudara di sini adalah saudara sesama anak dari Nabi Adam AS.”[3]
Sampai di sini, menjadi jelas bahwa persaudaraan sesama manusia sebagai anak turun Nabi Adam AS adalah suatu ikatan yang diakui dalam al-qur’an, utamanya dalam surah al-Hujurat ayat 13. Khabar persaudaraan ini tentunya amat sangat penting dalam membangun sebuah persatuan dalam berbangsa, di mana dengan kesadaran akan adanya hubungan ini, maka secara otomatis hal itu akan memunculkan sebuah perasaan saling mengasihi.[4]
Baca juga: Kebangsaan Menurut Para Ahli
Tonton juga: PRASANGKA | Short Film Of Grup Taks 2 Duta Damai Santri Jawa Timur.
[1] Lois Malouf. Al-Munjid fi al-Lughot wal Alam. Hal. 5.
[2] Zakariya bin Muhammad al-Anshary. Ghoyatul wushul. Maktabah as-Salam Hal. 6.
[3] Muhammad bin Jarir. At-Tafsir al-Qurthubi. Maktabah Syamilah. Juz. 7. Hal.120.
[4] Hafidz hasan. Dar al-Muztaba. Taisir al-Khalak. Hal. 19.
Membangun Persatuan dengan Persaudaraan
Membangun Persatuan dengan Persaudaraan