Menu

Mode Gelap
Santri: Bukan Hanya Cadangan Pesantren, Tetapi Juga Cadangan Pemerintah Cyberbullying: Ancaman Tersembunyi Di Era Digital Mengenal Peran Duta Damai Santri Jawa Timur Blokagung Bersholawat Berhasil Kobarkan Semangat Para Santri

Kontra Narasi · 30 Apr 2024 14:32 WIB ·

Membaca Toleransi di Indonesia: Menjaga Kebhinekaan dalam Keberagaman


 Membaca Toleransi di Indonesia: Menjaga Kebhinekaan dalam Keberagaman Perbesar

Oleh: Ahmad Fuadi Akbar

Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan keragaman budaya, suku, ras, dan agama. Dengan moto “Bhinneka Tunggal Ika” yang berarti “Berbeda-beda tetapi tetap satu”, bangsa Indonesia menjunjung tinggi semangat toleransi dan hidup berdampingan dalam keberagaman. Namun, toleransi bukan hanya sekadar slogan, melainkan sebuah prinsip yang harus dipraktikkan setiap hari dalam kehidupan bermasyarakat.

Salah satu contoh toleransi yang terkenal dalam sastra Indonesia adalah novel “Bumi Manusia” karya Pramoedya Ananta Toer. Dalam novel ini, Pramoedya menggambarkan hubungan antara tokoh utama, Minke, seorang pemuda Pribumi, dan Nyai Ontosoroh, seorang wanita Indo (keturunan Belanda dan Pribumi). Kutipan berikut merefleksikan semangat toleransi yang diajarkan oleh Nyai Ontosoroh:

“Bukan kasta menjadi soal, Mas Minke. Manusia sama di hadapan Tuhan. Yang membedakan hanya tingkat kebaikan dan keburukannya saja.”

Selain dalam karya sastra, toleransi juga tercermin dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Dalam sebuah buku antropologi berjudul “Keragaman dan Perekat Nasional” karya Nursyam, terdapat sebuah kutipan yang menggambarkan praktik toleransi di Indonesia:

“Di beberapa daerah di Indonesia, bukanlah hal yang aneh untuk melihat satu keluarga yang terdiri dari anggota dengan agama yang berbeda-beda. Mereka saling menghormati dan menghargai keyakinan masing-masing tanpa memaksakan kehendak.”

Namun, toleransi tidak hanya sebatas saling menghormati perbedaan, tetapi juga memahami dan menghargai keberagaman tersebut. Hal ini disampaikan dengan indah oleh Goenawan Mohamad dalam esainya yang berjudul “Tentang Keragaman dan Toleransi” dalam buku “Membaca Indonesia”:

“Toleransi bukan sekadar membiarkan yang lain hidup sebagaimana adanya. Toleransi adalah kesediaan untuk menerima kenyataan bahwa ada orang lain yang berbeda dengan kita, dan bahwa perbedaan itu memperkaya kehidupan kita semua.”

Meskipun Indonesia telah banyak memberikan contoh positif dalam praktik toleransi, tetap saja terdapat tantangan dan ancaman yang harus dihadapi. Konflik dan kekerasan yang mengatasnamakan agama atau suku masih terjadi di beberapa daerah. Oleh karena itu, toleransi harus terus dipupuk dan diajarkan kepada generasi muda agar kebhinekaan Indonesia tetap terjaga.

Dalam novel “Canting” karya Arswendo Atmowiloto, terdapat sebuah kutipan yang menyampaikan pesan penting tentang pentingnya toleransi bagi kehidupan berbangsa dan bernegara:

“Jika kita tidak bisa saling menghargai dan menghormati perbedaan, bagaimana kita bisa membangun sebuah negara yang kokoh dan bersatu?”

Toleransi bukanlah sekadar konsep abstrak, melainkan sebuah prinsip yang harus diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi, kita dapat menjaga keutuhan dan persatuan Indonesia di tengah keberagaman yang ada. Sebagaimana dikatakan oleh Emha Ainun Nadjib dalam bukunya “Sumbang Saran dari Samudra”:

“Toleransi adalah kunci keharmonisan dalam keberagaman. Tanpa toleransi, kita hanya akan hidup dalam perpecahan dan konflik yang tak berkesudahan.”

Toleransi tidak hanya penting dalam konteks keagamaan dan etnisitas, tetapi juga dalam aspek-aspek lain seperti gender, dan disabilitas. Dalam novel “Saman” karya Ayu Utami, terdapat tokoh bernama Laila yang mewakili perjuangan kaum perempuan dalam memperjuangkan kesetaraan gender. Kutipan berikut menggambarkan semangat toleransi dan penerimaan yang disampaikan Laila:

“Kami hanya ingin menjadi manusia seutuhnya, tanpa pembedaan dan diskriminasi. Bukankah semua manusia diciptakan setara di hadapan Tuhan?”

Toleransi juga berarti menerima dan menghargai perbedaan kemampuan fisik dan mental. Dalam novel “Orang-orang Biasa” karya Andrea Hirata, terdapat tokoh bernama Syahrul yang memiliki disabilitas fisik. Namun, keluarga dan teman-temannya memperlakukannya dengan penuh kasih sayang dan penerimaan. Berikut adalah kutipan yang menggambarkan sikap toleransi terhadap perbedaan kemampuan:

“Syahrul memang berbeda, tapi kami menyayanginya apa adanya. Karena perbedaan itulah yang membuat hidup kami lebih berwarna dan bermakna.”

Dalam mewujudkan toleransi, peran pemerintah dan lembaga pendidikan juga sangat penting. Dalam buku “Pendidikan Multikultural” karya Choirul Mahfud, terdapat penjelasan tentang pentingnya mengintegrasikan nilai-nilai toleransi dalam kurikulum pendidikan sejak dini. Berikut adalah kutipannya:

“Pendidikan multikultural yang menekankan pada penghargaan terhadap keberagaman harus dikenalkan sejak dini. Dengan demikian, generasi muda akan tumbuh dengan semangat toleransi dan saling menghormati perbedaan yang ada.”

Melalui berbagai karya sastra dan literatur Indonesia, kita dapat melihat bahwa toleransi merupakan nilai yang begitu penting bagi kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Toleransi tidak hanya terbatas pada aspek agama dan etnis, tetapi juga mencakup penerimaan terhadap perbedaan gender, dan disabilitas. Oleh karena itu, marilah kita terus mempraktikkan toleransi dalam kehidupan sehari-hari, menghargai perbedaan, dan membangun Indonesia yang lebih damai, harmonis dan inklusif bagi semua warga negaranya.

Artikel ini telah dibaca 22 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Politik Damai: Jalan Menuju Kehidupan yang Harmonis

21 November 2024 - 08:56 WIB

Politik dan Kemanusiaan dalam Pilkada Serentak

19 November 2024 - 11:09 WIB

Membangun Kehidupan Berbangsa Melalui Toleransi dan Keadilan

30 Oktober 2024 - 06:13 WIB

Radikalisme dan Upaya Pembentukan Desa Siaga sebagai Benteng Keamanan Nasional

30 Oktober 2024 - 05:55 WIB

Menilik Sejarah Radikalisme dan Terorisme di Indonesia

26 Oktober 2024 - 05:18 WIB

Radikalisme dan Tantangan yang Dihadapi Negara

26 Oktober 2024 - 05:06 WIB

Trending di Kontra Narasi