Oleh: Syaiful Bahri
Gerakan perempuan di Indonesia mampu membabat jalan menuju kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. Dari aktivisme hingga organisasi berbasis agama, sosial dan politik berupaya mengatasi tantangan yang dihadapi oleh perempuan dalam masyarakat.
Gerakan perempuan di Indonesia mencakup beragam isu, mulai dari ekonomi hingga hak reproduksi. Salah satu isu utama adalah kesetaraan gender di tempat kerja dan isu kekerasan terhadap perempuan juga menjadi sorotan utama.
Gerakan-gerakan ini memperjuangkan hak perempuan untuk hidup bebas dari segala bentuk kekerasan, baik di ruang publik maupun di dalam rumah tangga.
Beberapa gerakan perempuan berbasis agama di Indonesia, di antaranya adalah Aisyiyah, Muslimat NU, Fatayat dan Wahid Institute.
Di sisi lain ada beberapa pula gerakan perempuan seperti Gerakan Emansipasi Perempuan (GEP), Perempuan Mahardhika, Soidaritas Perempuan dan lain sebagainya. Gerakan perempuan ini tidak lahir dari ruang-ruang kosong.
Ada banyak pola dan model yamg diusung untuk berpihak dan meiliki konsentrasi terhadap pemberdayaan dan peningkatan kapasitas perempuan. Karakteristik dari gerakan ini adalah mendidik pola pikiran dan gagasan terkait dengan perempuan di berbagai bidang.
Artinya, perempuan tidak hanya dilihat sebagai objek yang tidak memiki kekuasaan dan pengetahuan apapun. Oleh karenanya, menarik bila kita lihat sejauh maa gerakan perempuan menyentuh ruang-ruang moderasi akhir-akhir ini. Atau malah terjabak pada eksklusifitas yang condong ekstrim dan radikal?
Untuk itu, perlu membaca keseluruhan atau minimal pola yang dibangun di atas pondasi gerakan perempuan ini tidak sebatas kesetaraan hak perempuan dan laki laki melainkan juga gerakan yang dibangun di dalamnya.
Sejauh ini, gerakan Perempuan dan dakwah moderat ialah dua hal yang dapat merujuk pada berbagai inisiatif dan gerakan di berbagai kontks. Pada umumnya, gerakan perempuan dihubungkan dengan perjuangan hak-hak dan kesetaraan perempuan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk sosial, politik, dan ekonomi.
Sementara dakwah moderat merujuk pada pendekatan yang lebih lunak dan inklusif dalam menyampaikan pesan agama, mengedepankan toleransi, pemahaman dan dialog antaragama.
Wahid Foundation pada tahun 2017 menenjukan bahwa perasaan teralienasi dalam sebuah komunitas masyarakat, intensitas mengikuti berita keagamaan, tingkat pemahaman keagamaan menjadi salah satu faktor yang signifikan dalam tidakan intoleransi sosial keagamaan.
Di sisi lain, tindakan radikal didukung oleh faktor keagamaan dalam bidang jihad dan muamalah, ceramah dengan konten permusuhan dan kecurigaan juga dukungan pada organisasi radikal.
Menurut Margaret Aliyatul Maimunah ada empat indikator utama dalam melihat keberhasilan dakwah moderat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara; pertama, komitmen kebangsaan. Hal ini terkait dengan penerimaan atas prinsip-prinsip yang tertuang dalam konstitusi UUD 45 dan regulasi yang terkait dengannya; kedua, toleransi. Poin kedua ini penting sebagai media untuk hidup bersama dan menghargai adanya perbedaan, memberi ruang pada keyakinan orang lain, dan menghargai kesetaraan dan bersedia kerjasama; ketiga, anti pada kekerasan.
Semua agama saya kira mengajarkan pada misi perdamaian, bukan kekerasan baik fisik maupun verbal; keempat adalah penerimaan terhadap tradisi. Tradisi ini kalau konteksnya Indonesia adalah apa-apa yang sudah dijadikan sebagai budaya lokal dan dijalankan oleh generasi ke generasi berikutnya. Sikap penerimaan pada tradisi lokal dalam perilaku keagamaan diperlukan jiwa besar.
Gerakan perempuan moderat bertujuan untuk merangkul nilai-nilai keagamaan dan budaya, sambil tetap memperjuangkan hak-hak perempuan. Mereka mengakui nilai-nilai yang diakui oleh masyarakat dan agama, sambil merumuskan interpretasi yang inklusif terhadap ajaran-ajaran tersebut.
Dengan cara ini, gerakan ini mencoba untuk mengatasi perpecahan yang mungkin terjadi antara agenda kesetaraan gender dan norma-norma budaya atau agama.
Salah satu karakteristik utama gerakan perempuan moderat adalah nilai inklusivitas dan toleransi yang dianutnya. Mereka berusaha menciptakan ruang di mana berbagai suara dan pandangan dapat didengar, termasuk dari lapisan masyarakat yang lebih konservatif.
Ini berarti gerakan ini membangun jembatan antara perbedaan pandangan, dengan tujuan akhir untuk membangun kesepahaman yang lebih luas tentang pentingnya kesetaraan gender. Untuk itu, perlu model gerakan yang inklusif dan toleran baik di dunia nyata maupun virtual hari ini.