Menu

Mode Gelap
Santri: Bukan Hanya Cadangan Pesantren, Tetapi Juga Cadangan Pemerintah Cyberbullying: Ancaman Tersembunyi Di Era Digital Bagaimana Perempuan Haid Dapat Pahala di Bulan Ramadan? Mengenal Peran Duta Damai Santri Jawa Timur Blokagung Bersholawat Berhasil Kobarkan Semangat Para Santri

Suara Santri · 24 Feb 2024 14:51 WIB ·

Melintasi Arus Hidup: Filosofi Kintsugi dan Respons Terhadap Cobaan


 Melintasi Arus Hidup: Filosofi Kintsugi dan Respons Terhadap Cobaan Perbesar

Oleh: Naveel Shahrasad al-Hani

Peribahasa yang menyatakan “Orang tidak mati karena jatuh ke sungai, tetapi karena ia tak keluar pada saat yang tepat” memiliki makna mendalam terkait respons individu terhadap cobaan hidup. Meskipun pada awalnya terdengar seperti permainan kata-kata atau lelucon, namun terdapat pesan serius di dalamnya. Analogi “jatuh ke sungai” menggambarkan cobaan hidup yang pada dasarnya tidak fatal. Meski banyak orang menghadapi ujian, tidak semua memiliki konsep yang jelas untuk mengatasi tantangan tersebut.

Tidak semua individu dilengkapi dengan kemampuan analisis, kesadaran diri, dan keterampilan untuk merespons dengan cepat. Sebaliknya, beberapa orang cenderung mengabaikan atau merespons secara kontraproduktif terhadap masalah, memperdalam kesulitan yang dihadapi. Dengan demikian, yang benar-benar membahayakan bukanlah cobaan itu sendiri, melainkan bagaimana individu meresponsnya.

Tomas Navarro, seorang psikiater dan pendiri biro konsultan psikologi di Spanyol, melibatkan filosofi Jepang dalam pandangannya, terutama konsep Kintsugi atau tukang emas. Navarro meyakini bahwa kehidupan mirip dengan tembikar yang rentan pecah. Setiap masalah menciptakan retakan permanen yang semakin bertambah seiring waktu. Dalam konteks ini, Navarro menyoroti pentingnya belajar dari pengalaman, memperoleh kekuatan dari ketidaksempurnaan, dan tumbuh melalui kesulitan, sebagaimana terlihat dalam seni Kintsugi yang memperindah tembikar yang retak.

Beberapa individu memandang adanya retakan sebagai suatu kecacatan, walaupun pada kenyataannya hal tersebut tidaklah demikian. Apabila retakan tersebut dapat diperbaiki, maka akan membentuk kesatuan yang utuh, bahkan dapat menjadi lebih indah daripada keadaannya semula. Pendekatan ini terinspirasi oleh perajin emas atau praktisi Kintsugi di Jepang, yang memiliki metode kreatif untuk menghidupkan kembali objek-objek dengan cara menambal dan menyatukan fragmen-fragmen secara unik. Sebagai contoh, wadah yang mengalami kerusakan tidaklah diperbaiki dengan cara menyembunyikan bekas retakannya. Ahli Kintsugi dengan cermat menghubungkan bagian-bagian tersebut dengan perekat emas. Melalui proses ini, jejak restorasi menjadi jelas terlihat, sementara garis-garis pecahannya menjadi elemen dekoratif yang mempercantik objek tersebut.

Prinsip inilah yang dijelaskan oleh Navarro, mengenai bagaimana masyarakat Jepang menerapkan teknik kuno dalam kehidupan, yakni dengan memperbaiki diri sendiri melalui penanganan kreatif terhadap setiap masalah dengan semangat untuk menghargai kekurangan. Janganlah membenci kekurangan, karena sejatinya itulah yang membuat kita memperoleh kekuatan dan mampu bertahan tegak di tengah tantangan hidup.

Buku ini memberikan pengajaran untuk mendekati kehidupan dengan filosofi yang sama dalam menghadapi segala aspek. Meskipun setiap individu mengalami penderitaan, namun kunci utamanya terletak pada cara kita mengatasinya. Tokoh-tokoh besar hadir dengan memaparkan setiap kepahitan yang mereka alami tanpa menyembunyikannya dari catatan sejarah. Jika dilihat sebagai suatu proses, penderitaan justru menjadi bukti akan kekuatan.

Apabila kita telah familiar dengan konsep Ikigai, Kintsugi hadir sebagai pendamping yang setia. Jika Ikigai mengajarkan kita untuk menemukan momen-momen indah dalam hidup dan merawatnya, Kintsugi memberikan perspektif baru dalam mengubah hal-hal yang negatif menjadi sesuatu yang indah.

Buku ini memberikan gambaran mengenai bagaimana kebahagiaan dapat ditemukan kembali melalui proses penyembuhan, meskipun sejarah hidup sering kali mencatat pengalaman-pengalaman yang penuh kesedihan. Ternyata, pengalaman-pengalaman yang menyakitkan dapat menjadi pendorong untuk kita menjadi pribadi yang lebih tangguh, siap menghadapi dunia dengan sikap optimis. Dengan setebal 420 halaman, buku ini yang diterbitkan oleh Penerbit Republika penuh dengan kata-kata bijak yang memberikan kekuatan. Di dalamnya, kalimat-kalimat kunci ditonjolkan untuk memudahkan pembaca dalam menemukan inti pembahasan.

Judul               : Kintsugi: Menata Ulang Hidup ala Seni Jepang Kuno
Penulis             : Tomas Navarro
Penerbit           : Republika
Cetakan           : 2022
Tebal               : 420 halaman
ISBN               : 978-620-9474-43-5

 

Artikel ini telah dibaca 22 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Dekadensi Moral Santri Masa Kini

2 Juni 2024 - 09:54 WIB

Sayyidah Maryam: Jejak Kesucian dan Keteguhan Iman Sang Perawan Suci Ibunda Almasih

1 Juni 2024 - 21:16 WIB

Tafsir Tentang Hutang Piutang QS. Al-Baqarah 282

31 Mei 2024 - 23:18 WIB

Qurban dan Aqiqah: Antara Tuntutan Syariat dan Praktik Sosial

31 Mei 2024 - 18:54 WIB

Makna dan Hikmah Ibadah Haji dalam Islam: Refleksi dari Al-Baqarah/2:197 dan Ali ‘Imran/3:96-97

31 Mei 2024 - 18:49 WIB

Kecemasan di Era Digital: dari Fear of Missing Out sampai Cuberbullying

31 Mei 2024 - 18:06 WIB

Trending di Suara Santri