Oleh : Abdul Warits
Menjadi politisi sekaligus kiai Pada sekitar 1965, Mbah Moen kembali ke Sarang dan mendirikan Pesantren al-Anwar, yang diterima dengan sangat baik oleh masyarakat sekitar.
Selain merawat pesantrennya, Mbah Moen mulai masuk dunia politik pada 1971, di mana ia menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk wilayah Rembang sampai 1978. Pada 1987, Mbah Moen menjadi anggota MPR RI utusan Jawa Tengah sampai 1999. Selain disibukkan dengan tugas MPR, Mbah Moen juga aktif dalam Nahdlatul Ulama (NU) dan sempat menjabat sebagai Ketua Syuriah di organisasi tersebut.
Selain menjadi seorang pengasuh Al-Anwar Sarang, Pada tahun 1971, Mbah Moen terjun ke dunia politik menjadi anggota DPR wilayah Rembang hingga tahun 1978. Kemudian semasa jabatan politiknya di MPR RI, Mbah Moen juga pada tahun 1985 hingga 1990 dikenal aktif dalam NU, Mbah Moen pernah menjabat sebagai Ketua Syuriah NU Provinsi Jawa Tengah. Beliau juga pernah menjadi Ketua Jam’iyah Thariqah NU.
Pada tahun 1995 hingga 1999, Mbah Moen juga aktif dalam organisasi partai seperti menjadi Ketua MPP Partai Persatuan Pembangunan, dan kemudian menjadi Ketua Majelis Syari’ah PPP sejak 2004.
Menurut KH Ahmad Mustofa Bisri atau Gus Mus, Mbah Moen memiliki karier perpolitikan yang cemerlang. Gus Mus mengatakan, sikap yang selalu ditunjukkan sang ketua Majelis Syariah Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu ialah mengutamakan islah dan perjuangan yang luhur. Karena itu, di tengah berbagai konflik politik yang pernah terjadi, Mbah Moen kerap tampil sebagai tokoh penyejuk.
Maka dari itu, lanjutnya, tokoh yang pernah menjadi anggota MPR mewakili Jawa Tengah itu layak dijuluki jangkar politik kebangsaan. Mbah Moenmenerapkan politik yang beretika. Bandingkan sekarang, banyak politikus yang tidak beretika. Kiai Maimoen saat jadi anggota MPR dulu identitas santrinya tidak hilang. Orang-orang tetap menghormatinya bukan hanya sebagai politisi, tetapi juga kiai.
Gus Mus pun mengajak generasi Muslimin yang bertungkus lumus di dunia politik untuk meneladan cara-cara berpolitik Mbah Moen. Sebab, politik yang ditunjukkan sang alim sangat beretika. Tak mengherankan bila tokoh senior PPP itu bisa menyelesaikan konflik di internal partai politik tersebut.
Putra Mbah Moen, Taj Yasin Maimoen, mengatakan, ayahandanya itu kerap mengingatkan bahwa politik adalah salah satu jalan perjuangan amar ma’ruf nahi munkar. Di samping itu, dalam berkiprah di dunia politik Mbah Moen juga selalu mengedepankan islah dan nasionalisme. Fokusnya adalah politik kebangsaan, bukan transaksional apalagi uang. Baginya, politik bukanlah kepentingan sesaat, tetapi sumbangsih untuk mendialogkan Islam dan kebangsaan.
Mbah Moen sering berpesan untuk berpegang teguh kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Kecintaan terhadap Tanah Air merupakan semangat yang mesti ada dalam setiap Muslim Indonesia. Di samping itu, dirinya juga acap kali dinasihati agar selalu menghargai kemajemukan di tengah masyarakat.
Mbah Moen juga mengajarkan bagaimana kebhinnekaan tunggal ika itu harus ada. Beliau sering mengatakan, bedo yo bedo, neng ojo bedo. Mbah Moen senantiasa mengajarkan konsep islam, rahmat bagi semesta alam (rahmatan lil ‘alamin).
Ulama yang pernah menimba ilmu di Tanah Suci itu berpandangan, Islam tidak hanya mencerahkan kehidupan kaum Muslimin sehingga mereka dapat tenteram dan damai. Cahaya agama ini juga seharusnya mendamaikan dan menenteramkan bagi umat agama-agama lainnya.
Menurut Mbah Moen, dakwah selayaknya dilakukan secara damai, tak perlu keras atau galak. Sebab, kondisi hari ini berbeda dengan zaman ketika awal-awal (syiar) Islam, yang mana saat itu masih jihad dengan membawa senjata.