Menu

Mode Gelap
Santri: Bukan Hanya Cadangan Pesantren, Tetapi Juga Cadangan Pemerintah Cyberbullying: Ancaman Tersembunyi Di Era Digital Bagaimana Perempuan Haid Dapat Pahala di Bulan Ramadan? Mengenal Peran Duta Damai Santri Jawa Timur Blokagung Bersholawat Berhasil Kobarkan Semangat Para Santri

Suara Santri · 20 Jul 2024 12:55 WIB ·

Kilas Balik Sejarah Hijrah Rasulullah, Jadi Permulaan Tahun Hijriyah


 Kilas Balik Sejarah Hijrah Rasulullah, Jadi Permulaan Tahun Hijriyah Perbesar

Oleh: Ibnu Abbas

Dalam literatur Islam disebutkan bahwa awal mula tahun baru hijriyah diawali dengan peristiwa hijrahnya Rasulullah SAW dari Makkah ke Yastrib atau Madinah. Yakni bertepatan dengan tahun 622 Masehi. Momen ini menjadi sangat penting dalam sejarah peradaban umat Islam di seluruh dunia.  Sebab ada banyak pelajaran berharga yang bisa dipetik dari peristiwa tersebut.

Kisah lengkap hijrah Rasulullah SAW ini tersaji dalam Kitab Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam, yang ditulis pada abad ketiga Hijriyah dan menjadi rujukan utama perjalanan hidup Baginda Rasul Muhammad SAW. Termasuk peristiwa hijrah yang tidak luput dari upaya untuk melindungi para sahabat.

Dikutip dari laman NU Online Jatim, dalam kitab tersebut disebutkan bahwa Ibnu Ishaq mengisahkan, kala itu Rasulullah SAW dilanda kesedihan yang amat mendalam melihat penderitaan para sahabatnya. Sementara beliau sendiri dalam kondisi yang mulia dan beruntung di sisi Allah SWT dan pamannya, Abu Thalib.

Karena tidak tega dan tidak tahan melihat penderitaan itu, Rasulullah SAW pun bersabda ” ‘Bagaimana kalau kalian berangkat ke negeri Habasyah, karena rajanya tidak mengizinkan seorang pun didzalimi di dalamnya, dan negeri tersebut adalah negeri yang benar, hingga Allah memberi jalan keluar bagi penderitaan yang kalian alami?’

Para sahabat pun mengikuti saran Rasulullah, mereka kemudian berangkat ke Habasyah untuk hijrah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Hijrah ini disebutkan sebagai hijrah pertama yang terjadi dalam Islam. Habasyah adalah daerah yang terletak di benua Afrika, Ethiopia.

Di negeri itu rajanya dikenal sangat adil dan bijaksana. Raja Habasyah kala itu adalah Ashhaman An-Najasyi. Di masa kepemimpinannya, tak ada seorang pun yang menderita dan teraniaya. Hal itu terjadi pada tahun kelima kenabian bulan Rajab.

Peristiwa hijrahnya Rasulullah SAW berkaitan dengan Baiat Aqabah atau Perjanjian Aqabah pada tahun 621 M dan 622 M atau tahun ke-12 kenabian. Peristiwa ini melahirkan kesepakatan penting, yakni meneguhkan komitmen mematuhi prinsip-prinsip Islam dan menjaga persatuan serta keharmonisan di Yastrib (Madinah).

Setelah Baiat Aqabah, orang-orang Quraisy seolah-olah sedang berjalan di tepi jurang karena Kota Yatsrib atau Madinah yang sudah dikuasai Islam, merupakan jalur penting kafilah Quraisy. Sedangkan dideklarasikannya Baiat Aqabah bukan hanya ditujukan sebagai permusuhan dengan orang-orang Quraisy, tetapi juga pengumuman dimulainya proses migrasi manusia yakni lewat hijrahnya kaum Muslimin, baik secara jamaah atau individu dari Makkah ke Madinah.

Kaum Quraisy pun bereaksi keras dengan mencegah kepergian kaum Muslimin, diantaranya dengan memisahkan antara suami dan istri serta anak-anaknya. Sehingga demi bisa hijrah, seorang Muslim rela meninggalkan keluarganya, dengan terus berdoa semoga Allah SWT dapat menyatukan mereka kembali. Ada pula yang menebus dirinya dengan harta dan ditinggalkan begitu saja untuk diambil orang-orang Quraisy lalu pergi menuju Madinah. Adapun Umar berhijrah ke Madinah dengan menghunuskan pedang di tengah hari, seraya menantang orang-orang kafir dan berkata: “Barang siapa yang ingin (tega) seorang ibu kehilangan anaknya, maka jumpailah aku.”

Kemudian, kaum Muhajirin atau sahabat Rasulullah SAW yang berhasil hijrah meninggalkan Makkah disambut sukacita oleh sahabat Anshar Madinah. Namun pada saat itu, Rasulullah SAW belum melakukan hijrah dan masih menetap di Kota Makkah sekalipun sahabat Abu Bakar terus meminta Rasulullah SAW segera berhijrah.

Namun Rasulullah SAW selalu berkata, “Janganlah tergesa-gesa, dan semoga Allah memberikanmu teman seperjalanan.” Sedangkan Abu Bakar yang begitu setia, tidak berpikir untuk mencari teman perjalanan hijrah selain Rasulullah SAW.

Di lain sisi, kaum Quraisy semakin ingin melakukan aksi membunuh Rasulullah SAW sebelum Rasulullah SAW berhijrah dan semakin kuat tatkala berkumpul bersama para pengikutnya di Madinah. Mulailah persekongkolan dan itikad buruk, diantaranya mengutus pemuda dari tiap kabilah untuk bersama-sama melakukan upaya membunuh Rasulullah SAW.

Namun Baginda Nabi selalu punya strategi ampuh agar tidak terdeteksi oleh para musuh. Pada suatu malam, beliau meminta Ali bin Abi Thalib untuk beristirahat di tempat tidurnya, hal itu dilakukan untuk mengelabui musuh. Sedangkan Rasulullah SAW sendiri bergegas untuk pergi ke rumah Abu Bakar dan mengabarkan bahwa Allah SWT telah mengizinkan berhijrah.

Rasulullah SAW bersama Abu Bakar pun berangkat di waktu malam menuju Gua Tsur, sebuah gua yang akses jalannya amat sulit dilalui. Terletak di atas gunung dengan tanjakan yang curam dan susah dinaiki.

Selama bersembunyi di dalam Gua Tsur, Allah SWT memberikan perlindungan melalui jaring laba-laba yang menutupi mulut gua. Para musuh pun berkesimpulan bahwa jika gua tersebut menjadi tempat persembunyian Rasulullah SAW seharusnya jaring laba-laba itu terputus. Peristiwa persembunyian Rasulullah ini pun menjadi kisah menarik dalam literatur Islam.

Berhasil mengelabui para pemuda kaum Quraisy itu, Rasulullah pun meninggalkan Kota Makkah. Dari ketinggian gunung, Rasulullah SAW menatap Kota Makkah sembari bersabda “Sesungguhnya aku mengetahui bahwa engkau adalah tanah yang paling disukai oleh Allah, dan paling dimuliakan di sisi Allah, dan tanah yang paling aku cinta. Kalau bukan karena pendudukmu mengusirku maka aku tidak akan meninggalkanmu.” (HR. Tirmidzi 3925 & Ibnu Majah 3108).

Perjalanan hijrah pun dilanjutkan dengan menempuh jalur yang tidak biasa. Melalui selatan Makkah ke arah Yaman lalu ke Tihamah di samping Laut, kemudian ke utara melewati jalanan kasar dan tandus yang belum pernah dilalui manusia dan jauh dari penglihatan manusia, hingga kemudian berhasil menuju Yastrib atau Madinah.

Maka dalam literatur Islam disebutkan bahwa peristiwa hijrah Rasulullah SAW itu ditetapkan sebagai awal tahun baru Islam, yang bertepatan dengan tahun 622 Masehi. Ada banyak hikmah yang bisa dipetik dari peristiwa tersebut, di antaranya perjuangan, pengorbanan, kesabaran dan ketangguhan yang dimiliki Rasulullah SAW yang menjadi panutan.

Hingga akhirnya perjuangan dan pengorbanan yang dilakukan itu tidaklah sia-sia. Rasulullah SAW bersama para sahabat bisa hidup damai dan aman di tanah yang penuh berkah, yakni Madinah.

Dari kisah ini pula, kita dapat memetik satu makna penting tentang mencintai tanah kelahiran. Sebagaimana yang disabdakan Rasulullah SAW bahwa beliau sangat mencintai Kota Makkah. Juga peristiwa hijrah itu memberi satu pelajaran penting bahwa setiap upaya yang dilakukan untuk kebaikan, akan berbuah keberkahan di kemudian hari. Wallahu a’lam.

Artikel ini telah dibaca 13 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Tiga Sikap dan Karakter Kiai Indonesia yang Perlu Diketahui

30 Agustus 2024 - 22:31 WIB

Esensi Makna Kiai

30 Agustus 2024 - 22:20 WIB

Anak Muda dalam Membangun Kehidupan yang Toleran: Studi Kasus di Madura

30 Agustus 2024 - 20:51 WIB

Dari Khotbah ke Kabel: Peran Media dalam Agama dalam Pandangan Marshall McLuhan

30 Agustus 2024 - 20:48 WIB

Peran Orang Tua dalam Pendidikan Anak: Parenting Islam untuk Masa Depan yang Berkelanjutan

30 Agustus 2024 - 18:39 WIB

Dari Arsitek Politik Islam sampai Post-Islamisme Perpolitikan Indonesia

30 Agustus 2024 - 18:36 WIB

Trending di Suara Santri