Oleh: Mutawakil
Beliau merupakan salah satu penyebar sanad keilmuan hadis di nusantara, khususnya di tanah jawa. Salah satu murid dari KH. M. Hasyim Asy’ari yang berguru selama kurang lebih satu tahun lamanya.
Senori merupakan nama daerah yang disematkan kepadanya, lebih tepatnya beliau mempunyai nama K.H. Abul fadhol bin Abdus Syakur bin Muhsin bin Samah bin Mbah Serut.
Mbah Dhol sapaan akrabnya di masyarakat. lahir di Sedan, Rembang, pada tahun 1917 M. beliau putra dari pasangan K.H Abdus Syakur dan istri kedua yang Bernama Nyai Sumiah binti Ibrahim.
Pendidikan
Semasa kecilnya beliau habiskan dengan belajar fan keilmuan islam kepada ayahnya. Kecerdasan beliau sudah terlihat, dengan menghatamkan al-qur’an di usia 9 tahun.
Beliau dikenal menghafal dan menguasai berbagai disiplin keilmuan seperti sharaf, nahwu, balaghah, manthiq, muqawwalat, ilmu tafsir, ilmu hadis nabawi, arudh dan khafiyah, Bahkan pernah diceritakan beliau disuruh ayahnya untuk menjadi pengantar minuman santri yang sedang berdiskusi atau istilah pesantren yaitu bahtsul masail. Beliau dilarang memperlihatkan kecakapan dan kecerdikannya di depan santri melainkan hanya sebatas memberikan rumusan kepada santri.
Kontribusi Penyebar Sanad Hadis
Kontribusi beliau dalam penyebaran hadis diantaranya melalui beberapa metode pengejaran yang beliau lakukan setiap hari setelah salat zuhur. Beliau mengajarkan kepada muridnya dilakukan secara unik yaitu dengan mengkaji hadis cukup cepat, sehingga dalam kurun waktu satu tahun beliau bisa meng-hatamkan Shahih Bukhari setebal 4 jilid.
Ulama Produktif
Beliau merupakan ulama produktif, banyak karya yang beliau hasilkan Di antaranya adalah Kawakib al-Lamā’ah fi Taḥqīq al-Musammā bi Ahl al-Sunnah wa al-Jamā’ah, al-Durar al-Farīd fi al-Syarh Jauharah al–Tauḥīd, Aḥla al-Musāmarah fi Ḥikāyāt al-Auliyā’ al-‘Asyrah, Tashīl al-Masālik Syarh Alfiyah ibn Mālik, Bahjah al-Ḥāwi, Kasyf al-Tabārīḥ fi Bayāni Ṣalat al-Tarāwīḥ, Kifāyah al-Ṭulab fi ‘Ilm al-Naḥwi.dan masih banyak lagi.
Karya-karya beliau tidak hanya dikaji oleh kalangan pesantren, tetapi sampai dipelajari di beberapa negara seperti Malaysia, Turki dan Mesir. Karya beliau terbagi menjadi dua kategori, pertama : kitab-kitab yang merupakan karyanya sendiri dan ditulis dengan menggunakan Bahasa Arab. Pada katagori kedua ini, Kiai Fadhol menolak untuk menterjemahkan karyanya ke dalam Bahasa Jawa atau Bahasa Indonesia, karena khawatir menghilangkan I’jaz. Menurutnya, jika kitabnya diterjemahkan, maka keistimewaannya akan hilang. Kedua : kitab-kitab yang ia terjemahkan ke dalam Bahasa Jawa pegon yaitu kitab-kitab yang bukan tulisannya sendiri melainkan karya ulama-ulama terdahulu seperti ilmu nahwu, sharaf dan lain-lain.
Akhir Hayat
Kiai Fadhol wafat pada Hari Sabtu, 11 November 1989 bertepatan dengan tanggal 12 Robiul Awal 1410 H beliau dimakamkan di pemakaman umum di Senori Tuban. Ia wafat karena sakit yang dideritanya. Meskipun sosoknya sudah tidak ada, namun namanya masih tetap harum hingga kini.