Menu

Mode Gelap
Santri: Bukan Hanya Cadangan Pesantren, Tetapi Juga Cadangan Pemerintah Cyberbullying: Ancaman Tersembunyi Di Era Digital Mengenal Peran Duta Damai Santri Jawa Timur Blokagung Bersholawat Berhasil Kobarkan Semangat Para Santri

Ruang Tokoh · 22 Feb 2023 13:33 WIB ·

KH Abdul Adzim, Seekor Semut dan Perjalanan Luar Biasa


 KH Abdul Adzim, Seekor Semut dan Perjalanan Luar Biasa Perbesar

Oleh: Muhammad Ichlasul Amal

KH Abdul Adzim bin KH Abdul Hayyi Sidogiri, Pasuruan dikenal sebagai ulama yang sabar dan penuh belas kasih sayang pada binatang. Ada kisah unik ketika beliau menghadiri undangan di daerah Kedung Kemaron, Kejayan, Pasuruan.

Pulang dari acara tersebut, Kiai Abdul Adzim melihat seekor semut keranggang (rangrang) ada di jas yang dikenakan. Sontak Kiai meminta pada kusir kereta kuda yang beliau tumpangi untuk kembai ke tempat undangan tadi meski jarak antara tempatnya dengan tempat undangan tadi  5sKM. dengan jalanan berbatu.[1]

Setelah sampai di tempat undangan tadi, Kiai meletakkan keranggrang tersebut di pagar yang beliau Yakini semut tadi terbawa dari sana. “Kelanggrang ini sama dengan manusia, punya anak-istri dan saudara. Kalau dibawa, kasihan keluarganya, menangis,” Kata Kiai Abdul Adzim.

Begitulah Kiai yang menjadi pengasuh Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan, Jawa Timur pada tahun 1879-1959 dengan segala kesabaran dan kepeduliannya kepada sesama makhluk tuhan.

Kalau dirata-rata dengan kecepatan normal, maka kereta kuda tadi butuh waktu kurang dari setengah jam untuk Kembali ke tempat undangan. Kalau untuk perjalanan pulang-pergi ya paling mentok 1 jam karena jalanan berbatu. Mungkin bagi kita perjalanan itu normal-normal saja, tapi bagaimana kalo dilihat dengan sudut pandang semut.

Oke-oke mungkin para pembaca agak bingung kenapa tulisan ini mengarah pada hal yang aneh beginian. Tenang, baca dulu nanti ada hubungannya dengan perjalanan yang luar biasa.

Baiklah saya lanjutkan hitung-hitungannya, hehehe. Bagi semut, perjalanan dari tempat Kiai meminta pak kusir Kembali sampai ke pagar tempat tinggalnya – mungkin juga tempatnya jalan-jalan – akan menghabiskan waktu hampir 2 jam bila si semut berjalan. Ini artinya butuh waktu 4 jam marathon tanpa berhenti bagi semut untuk pulang pergi. Mungkin istri dan anak si semut akan menangis histeris ketika semut tadi kembali ke rumahnya.

Sekarang kita bukan lagi hidup di abad-19, banyak kendaraan super cepat yang bisa menempuh perjalanan ribuan kilometer hanya dalam waktu beberapa jam. Bayangkan saja semut tadi terbawa jamaah haji yang berangkat pakek jet pribadi. Jarak 8500KM. lebih ditempuh palingan hanya dalam waktu 5 jam.

Mungkin istri dan anak semut tadi ndak jadi terharu, malahan akan menertawakan semut tadi, dikiranya membual ketika menceritakan perjalanan diluar nalar tersebut – meskipun toh semut juga ndak punya nalar. Bagaimana tidak, perjalanan darat saja butuh waktu lebih dari 4 bulan jalan kaki nonstop bagi semut biar sampai Arab Saudi. Belum lagi tidak ada rumusnya semut bisa berenang menyebrangi lautan.

Begitulah ilmu semut dibandingkan manusia, karena ilmu semut memang tidaklah sampai. Kalo ilmu semut dibanding dengan ilmu manusia ya jelas-jelas berbeda. Wah, apalagi ilmu manusia dibandingkan ilmu Tuhan, tentulah tak akan dapat terbayangkan bedanya karena tidak sampai ilmunya.

Begitupun ketika Nabi Muhammad diperjalankan dari Masjidil Haram menuju Masjidil Aqsha, bahkan sampai langit sana.

Perjalanan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad ﷺ juga telah mengandung sisi kemukjizatan yang nyata. Hal itu terlihat dalam terlipatnya tempat bagi Rasulullah ﷺ sehingga beliau menempuh jarak yang begitu jauh pada Sebagian waktu dan masa yang sangat singkat serta sebentar dari satu malam.[2]

Berapa juta milyar tahun kecepatan cahaya jaraknya? Maaf, kita hanyalah semut di pagar tadi (yang bodohnya berjuta-juta kali). Yang harus kita lakukan hanya satu, yaitu percaya dan meyakininya, itulah hakikat iman.

Sebagaimana yang dilakukan abu bakr ketika ditanya kafir quraisy mengenai perjalanan luar biasa Nabi. “Apa pendapatmu ketika sahabatmu yang mengaku bahwa ia telah pergi ke Bait al Maqdis, kemudian kembali lagi ke Makkah dalam satu malam?” Abu Bakr pun bertanya, “Apa benar dia berkata seperti itu?” Jawab mereka, “Ya.” Abu Bakr lantas berkata, “Aku bersaksi jika dia (Muhammad) berkata seperti itu, maka dia benar.”[3]


[1] Ustadz Musa At-Tamanni, Haulai Masyayikhana, (Kediri: Maktabah Ad-Dihan, 2021), 25.

[2] Syeikh Nabil asy-Syarif al-Azhari, Peristiwa, Hikmah dan Tujuan Isra’ dan Mi’raj Nabi Muhammad ﷺ, (Jakarta: Syahamahpress, 2022), 8.

[3] Ibid, 62.

Artikel ini telah dibaca 51 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Pandangan dan Pemikiran KH Wahid Hasyim

30 Oktober 2024 - 06:31 WIB

Biografi KH. Wahid Hasyim: Tokoh Pemuda Inspiratif dari Jawa Timur

30 Oktober 2024 - 06:26 WIB

5 Tokoh Pesantren di Jawa Timur: Pilar Pendidikan dan Dakwah Islam

14 Oktober 2024 - 15:31 WIB

Biografi Kiai Pesantren di Jawa Timur: Penggerak Pendidikan Islam dan Pembangunan Sosial

29 September 2024 - 20:56 WIB

Gagasan Gus Dur dan Relevansinya dengan Pesantren

29 September 2024 - 20:46 WIB

Ini Daftar 17 Pahlawan Indonesia asal Jawa Timur

29 Agustus 2024 - 23:06 WIB

Trending di Ruang Tokoh