Membahas tentang sastra, maka tidak lekang dari bahasa Arab. Memandang bahasa Arab adalah satu-satunya bahasa yang memiliki sastra paling tinggi. Di samping itu, dalam bahasa Arab terkandung keluasan bahasa dan makna yang tidak ada bandingannya. Dengan kategori ini, maka sangat pantas anggapan yang diasumsikan oleh Jamaluddin ibn Mandur al-Anshori:
فَإِن الله سُبْحَانَهُ قَدْ كَرَّمَ الْإِنْسَان وَفَضَّلَهُ بِالنُّطْقِ عَلَى سَائِرِ الْحَيَوَان، وشَرَّفَ هَذَا اللِّسَانُ العَرَبيَّ بِالْبَيَانِ عَلَى كُلِّ لِسَانٍ، وَكَفَاهُ شَرَفَا أَنهُ بِهِ نَزَلَ الْقُرْآن، وَأَنَّهُ لُغَةُ أَهْلِ الْجَنَانِ.
“Maha suci Allah Swt yang telah memuliakan manusia dan memberikan keutamaan dalam berbicara, mengunggulkan dari binatang lain. Allah telah memuliakan bahasa Arab dengan kefasihan atas setiap lidah. Allah Swt mencukupakan kemuliaan ini dengan ditirunkannya al-Qur’an dan sesungguhnya bahasa Arab ini adalah bahasa Surga.”[1]
Keutamaan sastra dalam bahasa Arab tidak dipandang banyaknya ahli syair pada zaman Jahiliah dahulu. Namun memandang akan keutamaan al-Qur’an yang diturunkan di sana. Faktor lain untuk memperkuat dalil ini bahwa bahasa ‘Ajam (selain Arab) tidak ada yang dapat mencakup seluruh ragam makna yang terdapat dalam al-Qur’an dengan sedetail-detailnya.
Tidak heran jika banyak metode yang telah diuraikan dalam sastra Arab utnuk mengetahui penggunaan kalimatnya dengan baik. Seperti di dalamnya terdapat pembahasan ilmu nahwu, sharaf, balaghah dengan tiga kajian utamanya; ilmu ma’ani, badi’ dan bayan. Belum lagi penjelasan tentang ilmu ‘Arud dengan berbagai macam bahar dan cabangannya.
Namun, bukan berarti dari anggapan positif yang telah dijelaskan di atas, kajian sastra bahasa Arab telah menjadi sempurna. Seharusnya untuk dapat merumuskan keindahan sastra yang terkandung dalam al-Qur’an, tidak hanya sebatas pada kajian ilmu yang telah disebutkan di atas saja, tetapi juga harus ada kajian seni sastra lain yang harus ditemukan dan dirumuskan. Ini dikemukakan untuk memenuhi keringnya hasrat menyelami keindahan sastra al-Qur’an.
Minimnya Kajian Sastra Di Abad Modern
Sayangnya, geliat untuk meramaikan perpustakaan Islam pada masa sekarang sangat memprihatinkan. Generasi sekarang lebih berminat kepada ilmu pengetahuan lain dan jarang sekali yang memiliki minat kepada ilmu bahasa dan sastra. Padahal, sastra Arab merupakan fan ilmu yang sangat penting, guna memahami segudang makna dan pengetahuan yang terkandung di dalam al-Qur’an. Penyesalan ini seperti yang diungkapkan oleh Said Ramadhan al-Buthi:
اَنَّ الْمَكْتَبَةَ الْاِسْلَامِيَّةِ تُعَانِي فَقْرًا فِي الْكِتَابِ الْاَدَبِي اَلَّذِيْ يَنْسَجِمُ مَعَ عَقْلِيَّةِ الشَّابِ الوَاعِي اَلْمُتَدَيِّنِ وَيَّقِفُ مَعَ مُبْدَئِهِ، وَالدَّلِيْلُ عَلَيَّ هَذَا الْفَقْرُ اَنَّهُمْ يُقْبِلُوْنَ اِلَى الْمَكَتَبَةِ الْاِسْلَامِيَّةِ وَيَتَحَسَّسُوْنَ فِيْهَا زَادَهُمْ اَلَّذِيْ يَطْلُبُوْنِ مِنَ الْأَدَبِ، فَلَا تَكَادُ اَيْدِيْهِمْ تَقَعُ اِلَّا عَلَى كِتَابِ وَاحِدٍ، هُوَ وَحْيُ الْقَلَمِ لِلرَّافِعِي
religius dan berdiri dengan prinsip-prinsipnya. Bukti kemiskinan ini adalah mereka datang ke perpustakaan Islam dan menjumpai orang-orang yang sedang mencari literatur sastra, sedang tangan mereka hampir tidak jatuh kecuali hanya pada satu buku yaitu wahyu pena Al-Rafi’i.”[2]
baca juga: Mengetahui Kualitas Sastra yang Baik
Jika sastra sudah dikatakan penting, maka sangat diperlukan untuk menggugah dan meramaikan kajian tentang sastra ini. Baik sastra Islam maupun sastra Nusantara (Indonesia). Ini direduksi agar pembahasan sastra dapat menjadi kajian yang utuh dan matang sehingga manfaatnya betul-betul bisa dirasakan.
Catatan: Nama lengkap Ar-Rafi’i adalah Musthafa Shadiq Rafi’i. Penyair kontemporer yang lahir pada 1 Juni 1880 M, di Qulyubiyyah, Tanta, Mesir. Karya-karyanya sangat banyak, memiliki corak cinta, kerinduan, sekaligus kebencian yang begitu menawan bagi para pembacanya.
tonton juga: HUBUNGAN SANTRI DENGAN SUMPAH PEMUDA | Duta damai santi jawa timur
Walaupun dalam hal ini, beliau termasuk orang yang tidak bersekolah tinggi, dan tuna rungu. Akan tetapi karyanya begitu melankolis dan memliki ruh patriotis. Di antara karyanya yaitu Rasail Al-Ahzan, Auradu al-Waraq, Sahabu al-Ahmar, dan masih banyak lagi. Pantas saja jika ulama sekaliber Said Ramadhan al-Buthi dan ulama-ulama lain begitu menyanjung beliau.
[1] Jamaludin ibn Mandur al-Anshori, Lisan al-Arab, hlm. 7, vol. I (CD: Maktabah Syamilah)
[2] Said Buthi Ramadhan, Min al-al-Fikr wa al-Qolb, hlm. 182 (Dar al-Faqih)
Kemiskinan Perpustakaan Sastra Islam Di Abad Modern
Kemiskinan Perpustakaan Sastra Islam Di Abad Modern