Menu

Mode Gelap
Santri: Bukan Hanya Cadangan Pesantren, Tetapi Juga Cadangan Pemerintah Cyberbullying: Ancaman Tersembunyi Di Era Digital Bagaimana Perempuan Haid Dapat Pahala di Bulan Ramadan? Mengenal Peran Duta Damai Santri Jawa Timur Blokagung Bersholawat Berhasil Kobarkan Semangat Para Santri

Kontra Narasi · 17 Jun 2024 06:48 WIB ·

Keluarga Jadi Kunci Utama Cegah Benih Radikalisme pada Anak


 Lomba Dakwah yang diselenggarakan BNPT RI gandeng Duta Damai Santri Jatim di Ponpes Darussalam, Blokagung, Banyuwangi. Perbesar

Lomba Dakwah yang diselenggarakan BNPT RI gandeng Duta Damai Santri Jatim di Ponpes Darussalam, Blokagung, Banyuwangi.

Oleh: Ibnu Abbas

Tumbuh kembang seorang anak tidak hanya ditentukan oleh kualitas pendidikannya. Lingkungan keluarga di rumah justru menjadi kunci utama dalam membentuk karakter seorang anak. Etika, moral dan adab anak tergantung dari pola asuh yang diterapkan oleh orang tua di lingkungan keluarga.

Seorang Psikolog, Rashmi Prakash mengemukakan bahwa setidaknya ada 4 hal peran mendasar keluarga dalam perkembangan anak. Yakni, mengajarkan nilai, mengembangkan keterampilan hidup, melatih kepekaan sosial dan melindungi atau memberi rasa aman. Sejauh mana 4 hal ini diterapkan, sangat mempengaruhi karakter anak di masa mendatang.

Di sisi lain, belakangan ini virus radikalisme merajalela. Bisa menyasar siapapun selagi ada peluang untuk melakukan doktrinisasi. Tidak terkecuali kalangan anak muda yang masih berada di bangku sekolah. Mereka bisa dengan mudah diracuni virus tersebut bila orang tua dan lingkungan keluarga tidak melakukan pengawasan dengan baik.

Apalagi kasus radikalisme terus muncul dengan berbagai motif. Modus, aksi, pola gerakan dan pelakunya pun juga sangat dinamis. Hasil studi menunjukkan terkait faktor munculnya radikalisme di kalangan anak muda Indonesia.

Diantaranya dipengaruhi oleh kondisi psikologis, situasi politik tanah air, teks keagamaan, dan kriis figur kharismatik baru di kalangan milenial. Bahkan kalangan anak muda yang tengah mengalami masa transisi krisis identitas juga berpotensi besar disusupi virus radikalisme berbungkus agama.

Apalagi bila semakin diperkeruh dengan kondisi lingkungan keluarga yang tidak baik. Seperti kurangnya kasih sayang, minimnya perhatian dan pengawasan. Kondisi ini semakin membuat anak rentan disusupi paham radikalisme.

Untuk itu, peran keluarga amatlah penting dalam mencegah virus radikalisme dan tertorisme berbungkus agama pada anak. Sebab keluarga adalah lingkungan pertama dalam mencetak pribadi anak yang berkualitas melalui penanaman nilai yang baik, budi pekerti yang baik serta perlindungan yang baik pula.

Berikut ini beberapa hal yang bisa dilakukan oleg orang tua dan keluarga untuk mencegah anak dari virus radikalisme, dikutip dari kompasiana.com.

  1. Menjaga Keterbukaan terhadap Pertanyaan dan Keprihatinan

Orang tua harus siap untuk menjawab pertanyaan dan mengatasi keprihatinan anak-anak tentang agama, politik, dan isu-isu sosial. Ini memberikan mereka kepercayaan diri untuk mencari pemahaman sendiri dan membedakan antara pandangan yang sehat dan radikal.

  1. Membangun Kesadaran terhadap Kedudukan Sosial

Mengajarkan anak-anak tentang ketidaksetaraan sosial, keadilan, dan hak asasi manusia akan membantu mereka memahami pentingnya memerangi diskriminasi dan ekstremisme.

  1. Menumbuhkan Rasa Empati dan Kepedulian Sosial

Keluarga dapat mendorong anak-anak untuk memahami dan merasakan perasaan orang lain. Ini bisa dilakukan melalui kegiatan amal, kunjungan ke komunitas yang membutuhkan, atau berpartisipasi dalam proyek sukarela.

  1. Memberikan Teladan Positif dalam Perilaku

Orang tua harus menjadi contoh yang baik dalam praktik agama dan nilai-nilai moral. Dengan mengamalkan toleransi, menghormati perbedaan, dan menunjukkan kasih sayang kepada sesama manusia, anak-anak akan belajar untuk menerapkan nilai-nilai ini dalam kehidupan sehari-hari.

  1. Membuat Ruang untuk Diskusi Keluarga

Orang tua harus menciptakan kesempatan untuk membahas isu-isu kontroversial dengan bijak dan terbuka. Ini dapat membantu anak-anak mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan memahami perspektif yang berbeda.

  1. Mengenalkan Kekuatan Dialog dan Negosiasi

Anak-anak perlu memahami bahwa perubahan positif dapat dicapai melalui dialog dan negosiasi yang konstruktif, bukan melalui kekerasan atau radikalisasi.

  1. Mengajarkan Keterbukaan terhadap Dunia Luar

Orang tua dapat membawa anak-anak untuk mengalami budaya, tradisi, dan agama yang berbeda secara langsung. Ini akan membantu mereka mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam tentang keanekaragaman manusia.

  1. Mengenali Tanda-tanda Potensial Radikalisasi

Orang tua harus memahami tanda-tanda potensial bahwa anak mereka mungkin terpengaruh oleh radikalisme agama atau ideologi ekstremis. Hal ini memungkinkan mereka untuk bertindak segera dan mencari bantuan jika diperlukan.

  1. Mendorong Pendidikan Kritis dan Penelitian Sendiri

Orang tua dapat mendorong anak-anak untuk selalu mencari pengetahuan lebih lanjut, memeriksa sumber-sumber yang beragam, dan mengembangkan kemampuan berpikir kritis.

  1. Memastikan Keamanan dan Dukungan Mental

Orang tua harus memastikan bahwa anak-anak merasa aman dan didukung secara emosional. Mereka harus tahu bahwa keluarga selalu ada untuk mendukung mereka dalam menjalani kehidupan mereka.

Artikel ini telah dibaca 9 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Telaah Isu Terorisme di Indonesia pada Era Orde Baru (1966-1998)

29 Agustus 2024 - 22:52 WIB

Telaah Isu Terorisme di Indonesia pada Era Pasca Kemerdekaan (1945-1965)

29 Agustus 2024 - 22:49 WIB

Bahaya Intoleransi dan Pentingnya Nilai nilai Kebhinekaan di Indonesia

29 Agustus 2024 - 22:45 WIB

Telaah Isu Terorisme di Indonesia: Dari Masa ke Masa

29 Agustus 2024 - 22:41 WIB

Kampanye Perdamaian: Memperkuat Fondasi NKRI

29 Agustus 2024 - 22:35 WIB

6 Nilai Utama Karakter Santri dalam Perjuangan Kemerdekaan Indonesia

12 Agustus 2024 - 23:03 WIB

Trending di Kontra Narasi