Suatu negara akan kehilangan kedaulatan apabila berada pada kekuasaan negara lain. Sehingga negara yang menguasai akan secara leluasa memonopoli negara yang ia kuasai. Penguasaan kedaulatan suatu negara atas negara lain bukan hanya terbatas pada hegemoni militer. Penguasaan suatu negara atas negara lain juga bisa dilakukan dalam urusan ekonomi.
Ketika suatu negara bergantung pada prodok-produk asing, maka seketika itu negara asing selaku pemasok kebutuhan akan produk-produk yang dibutuhkan oleh negara yang ia pasok akan secara leluasa memonopoli negara yang ia kuasai dalam bidang ekonomi. Maka disinilah penjajahan dalam bidang ekonomi akan terjadi.
Jika demikian, maka telah menjadi fakta bahwa ketahanan sebuah negara akan menguat jika ia mempunyai ketahanan ekonomi yang kokoh. Begitu pula sebaliknya, ketahanan sebuah negara akan rapuh jika ekonomi di negara itu melemah. Maka tidak heran, banyak negara yang tercerai-berai karena diawali dengan penanaman ideologi pemecah persatuan dan kesatuan negara melalaui bidang ekonomi.
Pemahaman Zuhud yang Salah
Termasuk dari pemahaman yang tidak benar yang ditanamkan oleh pihak lain yang ingin menjajah negara orang-orang Islam dalam bidang ekonomi adalah dengan mengatakan bahwa bukan termasuk dari zuhud ketika seorang Muslim tersibukan dalam urusan dunia. Sehingga dengan pemahaman ini, orang-orang Islam hanya tersibukan dengan urusan agamanya dan bagi pihak lain yang menanamkan pemahaman ini dapat dengan mudah menjajah negara orang-orang Islam dalam bidang ekonomi.
Kesejatian Makna Zuhud
Sedangkan makna zuhud yang benar dalam Islam, khususnya dalam kehidupan bernegara adalah berbuat sesuatu untuk kemanfaatan orang lain, walaupun kebahagian yang berkaitan dengan kehidupan pribadinya terabaikan.[1]
Agama Islam sangat menekankan kesejahteraan dalam bidang ekonomi dalam sebuah negara. Hal ini setidaknya telah terekam dalam QS. al-Baqarah ayat 126 ketika Nabi Ibrahim AS mendoakan negerinya agar senantiasa dilimpahi rezeki sebegai bentuk kepedulian beliau terhadap perekonomian negerinya. Allah SWT berfirman:
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَذَا بَلَداً آمِناً وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَرَاتِ
“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berdoa, “Ya Tuhanku, jadikanlah (negeri Mekah) ini negeri yang aman dan berilah rezeki berupa buah-buahan kepada penduduknya.”
baca juga: Menjaga Persatuan Tanpa Memandang Perbedaan Latar Belakang
Pemaknaan Jihad dengan Harta
Di dalam al-Qur’an telah disebutkan bahwasanya termasuk dari bentuk jihad adalah jihad dengan menggunakan harta. Dalam QS. at-Taubah ayat 41 Allah SWT berfirman:
اِنْفِرُوْا خِفَافًا وَّثِقَالًا وَّجَاهِدُوْا بِاَمْوَالِكُمْ وَاَنْفُسِكُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ذٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
“Berangkatlah kamu baik dengan rasa ringan maupun dengan rasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan jiwamu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”
Maksud jihad dengan harta pada ayat tersebut adalah ikut barpartisipasi dengan menyumbangkan hartanya dalam bidang kemiliteran.[2] Maka menjadi hal yang mustahil berjihad dengan harta bagi warga negara yang berada dalam kondisi krisis ekonomi.
Krisis ekonomi yang terjadi pada suatu negara akan berdampak dipandang remehnya negara. lebih-lebih pengaruh pada ketaatan agama individu warga negara, ia akan mudah berpaling dari jalan Allah untuk memenuhi kebutuhan ekonominya melalui jalan yang tidak dibenarkan oleh syariat.[3]
Oleh karena itu, sangat tidak benar apabila syariat tidak menekankan kemandirian ekonomi. Lebih-lebih apabila beranggapan bahwa seorang Muslim hanya diperintahkan untuk menyibukan diri dalam urusan agamanya. Karena bagaimanapun, juga seseorang yang berada dalam kondisi ekonomi lemah akan berdampak pada kehormatan negaranya. Sehingga tidak heran apabila negara lain menganggap negara yang ia tempati sebagai negara miskin.
Maka dari itu, perlu kiranya untuk mengembangkan sektor perekonomian dengan menanamkan kesadaran untuk memajukan perekonomi negara dan memperluas lapangan pekerjaan dan perindustrian sekira suatu negara menjadi negara yang mandiri dalam bidang ekonomi.
tonton juga: PRASANGKA | Short Film Of Grup Taks 2 Duta Damai Santri Jawa Timur.
Penulis: M. Fahrul Janani
Kehormatan Negara Berada Dipayung Ekonomi yang Kokoh
Kehormatan Negara Berada Dipayung Ekonomi yang Kokoh
[1] Muhammad Sa’id, Op. Cit., hal. 23-26.
و كذا بناء المصانع و ميادين التكسب و الأسواق التجارية لأجل تحقيق الحياة الطيبة فى أفراد الامة و هذا مما يغفل عنه كثير من المسلمين بالإعتقاد الغير المستقيم فى معنى الزهد بأن المسلم الذي يمارس الدنيا و يكتسبها و يجمعها ليس من الزاهدين و ان الزاهد هو الفقير و عادم المال و هذا فهم خاطئ منتشر قد ادخله و اشاعه أعداء الإسلام لكي يشتغلون بالمسائل العبودية و الإختلافات فى الاحكام فقط حتى يستغرقون أوقاتهم فى ذلك و ليس عندهم فرصة بل و لا مبالة فى امور الدنيا التي لا تقوم الحياة الا بها فبذلك يسهل لأعداء الإسلام تسلط امور دنياهم و اغتنامها من ناحية الإقتصادية فصار أكثر المسلمين تحت قبضتهم و تدبيرهم بل كثير منهم يعمل باستخدامهم أو يستعمل أنواع المنتجات منهم فيكون المسلمون هم الذين يساعدون فى إغناء اعداء الإسلام و ليس هذا معنى الزهد و مقصوده ==إلى أن قال== و أما المقصود من الزهد المرغب فيه فى الإسلام فمعناه العمل الإيجابي لنفع الاخرين و لو بترك السعادة الشخصية.
[2] Syihab ad-Din Mahmud al-Alusi, Tafsir ar-Ruh al-Ma’ani, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, t.t.), vol. 5 hlm 295.
وَجاهِدُوا بِأَمْوالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أي بما أمكن لكم منهما كليهما أو أحدهما والجهاد بالمال إنفاقه على السلاح وتزويد الغزاة ونحو ذلك.
[3] Zain ad-Din Muhammad al-Munawi, Faid al-Qadir, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, t.t.), vol. 4 hal. 708.
(كاد الفقر) أي الفقر مع الاضطرار إلى ما لا بد منه كما ذكره الغزالي (أن يكون كفرا) أي قارب أن يوقع في الكفر لأنه يحمل على حسد الأغنياء ، والحسد يأكل الحسنات وعلى التذلل لهم بما يدنس به عرضه ويلثم به دينه وعلى عدم الرضا بالقضاء وتسخط الرزق وذلك إن لم يكن كفرا فهو جار إليه ولذلك استعاذ المصطفى صلى الله عليه وسلم من الفقر ، وقال سفيان الثوري : لأن أجمع عندي أربعين ألف دينار حتى أموت عنها أحب إلي من فقر يوم وذلي في سؤال الناس قال : ووالله ما أدري ماذا يقع مني لو ابتليت ببلية من فقر أو مرض فلعلي أكفر ولا أشعر فلذلك قال : كاد الفقر أن يكون كفرا لأنه يحمل المرء على ركوب كل صعب وذلول وربما يؤديه إلى الاعتراض على الله و التصرف في ملكه.