Menu

Mode Gelap
Santri: Bukan Hanya Cadangan Pesantren, Tetapi Juga Cadangan Pemerintah Cyberbullying: Ancaman Tersembunyi Di Era Digital Mengenal Peran Duta Damai Santri Jawa Timur Blokagung Bersholawat Berhasil Kobarkan Semangat Para Santri

Ruang Seni · 30 Okt 2023 07:19 WIB ·

Kangen


 Kangen Perbesar

Oleh: Aira

Beberapa bulan lalu aku sedang melaksanakan kegiatan kuliah di luar kampus atau yang biasa kita kenal dengan nama KKN.

Desa yang menjadi tempatku KKN tidak begitu pedalaman, semua masih bisa diakses dengan mudah seperti pasar, atm, indomaret atau konter-konter.

Kami berjumlah 20 orang, terdiri dari 14 mahasiswa perempuan termasuk aku dan 6 mahasiswa laki-laki. Kami menempati rumah yang berbeda karena dari DPL (dosen pembimbing lapangan) mengharusnya laki-laki dan perempuan tinggal secara terpisah.

Aku bersama 4 orang teman menempati bagian kamar belakang, 5 orang di kamar tengah dan 4 orang di kamar depan.

Teman-teman KKN biasa memanggil ku dengan nama Uni, bersama 4 teman lainnya kami menempati kamar belakang. Ruangannya agak kecil dibanding yang lain tapi setidaknya cukup untuk kami berlima.

Ada Nurus, Zahro, Muza, Fitro dan aku, mereka semua berasal dari Jombang sendiri diantara kami, hanya aku yang berasal dari luar Jawa Timur.

Nurus berasal dari Gudo, ia seorang Ning karena orang tuanya mendirikan sebuah pondok pesantren. Pribadinya baik dan pendiam tapi tak terlalu diam juga, Cuma dia tuh jarang banget ngelipet kasurnya jadi aku agak risih kadang.

Lalu Muza berasal dari Perak, ia seorang santri di salah satu pondok pesantren. Aku kagum dengannya karena ia seorang penghafal Al-Qur’an dan cantik, cuma barangnya kadang keleleran dan aku gak suka itu.

Selanjutnya Zahro berasal dari Keras, ia pribadi yang penyabar dan pastinya baik juga. Menurutku dia keren, selain berkecimpung di dunia pramuka, dia juga hanya tinggal bersama Mbahnya disini.

Keluarganya merantau di tanah Papua. Sedangkan Fitro berasal dari Mojowarno, ia pendiam dan baik tapi agak moodyan.

Selama 3 bulan KKN, kami berlima tidur bersama dalam kamar bernuansa hijau yang agak pengap dan ditemani nyamuk. Diantara kami berlima dalam setiap kegiatan yang pasti, aku selalu berpasangan dengan Muza.

Mulai dari kegiatan di sekolah, TPQ dan piket masak pun bersamanya. Ia biasa memanggil ku Mami entahlah kenapa dia memanggil seperti itu, aku enjoy aja. Semua baik-baik saja selama dua bulan berjalan, aku sangat bahagia dan senang dengan suasana tinggal bersama-sama.

Kami berlima sudah cukup dekat dan saling kenal walaupun tetap ada batasannya, aku merasa lebih dekat dan terbuka dengan Fitro dan Zahro.

Aku menganggap Fitro seperti Kakak ku sendiri dan aku nyaman untuk berbagi cerita dengannya, cerita yang agak bersifat pribadi. Karena aku sudah menganggapnya seperti Kakak sendiri jadi cara memperlakukannya pun agak beda dengan teman-teman lainnya.

Aku bisa mengangkat dan melipat jemurannya, toh sekalian sama punya ku juga. Posisi dia tidur di samping kiri ku dan Zahro di samping kanan ku, terkadang aku tanpa sadar memeluk mereka.

Tapi karena telinga ku yang kanan agak bermasalah jadi posisi tidur ku jarang miring ke kanan dan lebih sering miring ke kiri yakni menghadap Fitro.

Di satu bulan terakhir aku mulai merasa kurang nyaman, pribadi ku agak sensitif jadi setiap perubahan sekecil apapun aku sering kali merasakannya.

Sikap Fitro agak berbeda dan lebih diam, aku merasa seperti dia menghindari dan mendiamkan ku tapi aku gak pernah menyangka hal tersebut menjadi rumit dan menimbulkan permasalahan di antara aku dan Fitro.

Sayangnya puncak permasalahan itu terjadi setelah KKN, saat kami tidak tinggal bersama lagi. Ia merasa risih karena cara ku memperlakukannya berbeda dengan teman-teman yang lain. Selain itu juga ada kesalahpahaman yang menurutku cukup fatal, bagaimana bisa dia menarik simpulan dan berpikir bahwa aku menyukainya.

Aku suka dia, bukan rasa suka antara wanita dengan wanita, rasa suka ku sebagai teman yang sudah ku anggap kakak sendiri. Kesalahpahaman terbesar yang aku sendiri gak bisa menyelesaikan ini, bahkan dengan bantuan pihak ketiga pun tetap tidak terluruskan.

Aku bisa menerima dan memahami segala penjelasan yang dia berikan, sedangkan dia tak bisa memahami penjelasan yang ku berikan. Pada akhirnya pertemanan antara ku dan dia agak renggang, namun tidak semua teman KKN mengetahui permasalahan ini.

Selama di kampus kami jarang sekali bertemu, selain berbeda prodi juga berbeda fakultas. Kadang secara tidak sengaja kami bertemu, entah papasan atau di warung kopi. Ketika aku dan Fitro tidak sengaja bertemu, awal-awal setelah permasalah itu rasanya agak canggung tapi seiring berjalannya waktu jika tidak sengaja bertemu bisa bersikap biasa saja, hanya terasa agak renggang tidak seperti dulu.

Rasanya aku rindu semua teman KKN, terutama teman sekamar dan ingin kumpul bersama tanpa adanya rasa canggung sedikit pun antara aku dan Fitro. Kapan itu terjadi? Apakah bisa kita kembali dekat seperti sebelumnya?

Artikel ini telah dibaca 7 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Dermaga Di Garis Kenangan

29 Oktober 2024 - 22:27 WIB

Kenali 6 Macam-Macam Tradisi Maulid Nabi di Pulau Jawa

14 September 2024 - 19:13 WIB

Kisah Santri Joinan Rokok dengan Kiainya

30 Agustus 2024 - 22:44 WIB

Kisah Santri Miskin Naik Haji karena Taati Guru

30 Agustus 2024 - 22:39 WIB

Tampil Sambut Tamu Kehormatan di Event Internasional, Yuk Intip Makna Perdamaian dalam Tari Sintung di Kabupaten Sumenep Madura

24 Juni 2024 - 12:03 WIB

Mengenal Aneka Tradisi Perayaan Tahun Baru Islam di Jawa Timur

16 Juni 2024 - 06:40 WIB

Trending di Ruang Seni