Oleh: Abdul Warits
Yerusalem merupakan kota suci tua yang menjadi tempat bertemunya agama samawi. Selain dikenal sebagai kota lahirnya para nabi, kota Yerussalem menyimpan sejuta kisah dan tragedi dalam sejarah umat manusia.
Kota Yerusalem seharusnya menjadi pusat perdamaian dan kesejahteraan. Namun ironinya, kota ini oleh para pemeluk agamanya menjadi kota yang dijadikan alat untuk saling membenci.
Di dalam buku ini dijelaskan bagaimana sejarah dan asal usul kota Yerusalem. Sebagimana diketahui, Yerusalem memiliki makna damai atau tenteram. (Hlm. 13). Buku ini secara rinci menjelaskan sejarah bagaimana kota suci Yerusalem di masa Yahudi, di masa Kristen, dan di masa Islam bahkan hingga perkembangannya dengan beberapa tragedi yang terpotret di dalam sejarah.
Salah satu tragedi yang penting untuk menjadi catatan bahwa kota Yerusalem merupakan salah satu kota ketiga yang menjadi target penyebaran agama Islam. Pasalnya, menurut beberapa ahli sejarah di dalam buku ini dikatakan bahwa saat terjadi peristiwa isra’ mi’raj Nabi Muhammad memang singgah di Masjidil Aqsha Yerusalem.
Meski begitu, menurut beberapa sejarawan, ketika peristiwa isra’mi’raj Islam masih belum menyebar ke luar Mekkah. Jangankan ke Yerusalem, ke Madinah pun juga belum. Sebab pada masa Isra’ Mi’raj nabi bahkan belum melakukan hijrah ke luar Mekkah. (Hlm. 151).
Karenanya, menurut Philip K. Hitti dikatakan bahwa Yerussalem masih menjadi tempat suci orang orang Yahudi dan Nasrani. Kota Yerusalem diakui menjadi kota suci umat Islam ketiga setelah Mekkah dan Madinah baru setelah Nabi Muhammad Isra’. Alasannya karena tempat tersebut menjadi transit nabi ketika melakukan Isra’ di Masjidil Aqsha.
Dalam catatan sejarah, kota Yerusalem menjadi kota yang diperebutkan oleh suku dan bangsa. Mereka berlomba lomba memprebutkan kota Yerusalem untuk menjadi pusat peneguhan eksistensi imperiumnya. Maka tidak salah menyebut jika kota Yerusalem menjadi arena kontestasi kehendak untuk berkuasa (Will to power) dari suku-suku, bangsa-bangsa dan berbagai generasi manusia.
Pantas jika Yerussalem menjadi kota impian yang diperebutkan sehingga menjadi arena pertarungan, pembantaian dan pertumpahan darah dari dulu hingga sekarang. Status Yerusalem sebagai kota perdamaian, kerukunan dan kesempurnaan justru dalam kenyataannya menampilkan berbagai konflik, ketegangan dan tragedi berdarah.
Kota Yerusalem yang diklaim sebagai kota suci para nabi dan tempat turunnya risalah kini diwarnai dengan pembunuhan, penaklukan, penjarahan, dan perang saudara yang tidak berkesudahan. Maka pantas menyebut kota ini sebagai kota suci para nabi dan agama samawi tetapi menyimpan sejuta tragedi.
Jika dihubungkan dengan sejarah Islam, kota Yerusalem berada dalam kekuasaan Islam pada masa Umar Bin Khattab. Khalifah Umar memiliki peranan penting dalam pemerintahan Islam. Pasalnya, di masa Umar, wilayah kekuasaan Islam semakin melebar hingga Masjidil Aqsha dibangun.
Untuk menaklukkan Yerusalem, Khalifah Umar mengutus Khalid Bin Walid dan Amr bin Ash untuk mengepung Yerusalem dan berhasil. Tetapi, meski sudah berada di dalam kekuasaan Islam, sang Imam agung Kristen Yerusalem menolak untuk menyerahkan Yerussalem kecuali Umar Bin Khattab yang datang langsung menerima penyerahan darinya.
Umar datang ke Yerusalem dan mereka takjub dengan kesederhanaan yang ditampilkan oleh Umar, pemimpin umat Islam ketika itu. Dari penaklukkan Islam di masa Umar Bin Khattab inilah, sejarah peradaban Islam dimulai sehingga tercipta budaya pluralisme dan toleransi dibawa kekuasaan Islam. (Hlm. 156).
Islam datang ke Yerusalem bukan untuk menghapus agama yang sudah ada. Karenaya, para sejarawan mencatat bahwa tidak ada dakwah Islam itu bersifat menggusur, mengebom atau membakar tempat ibadah orang lain. Justru sebaliknya Islam selalu menegaskan perlunya melindungi eksistensi umat agama lain yang berbeda beda, terutama untuk golongan lemah dan minoritas.
Identitas Buku
Buku : Keajaiban Yerusalem
Penulis : Muhammad Muhibbuddin
Penerbit : Araska Publisher
Terbitan : Oktober, 2014
ISBN : 978-602-1676-044-9
Peresensi : Abdul Warits