Oleh: Abdul Warits
Intoleransi adalah sikap tidak bisa menerima perbedaan dan mengabaikan nilai-nilai toleransi. Seseorang yang bersikap intoleran akan kesulitan menghargai dan menghormati keyakinan, pendapat, atau kebiasaan orang lain yang berbeda dengan dirinya.
Intoleransi dapat muncul dalam berbagai bentuk, seperti Rasisme, Seksisme, Diskriminasi agama, Pembatasan, Pengecualian, Pemilihan berdasarkan suku/etnis, ras, warna kulit, usia, status sosial ekonomi, kebangsaaan, jenis kelamin, dan/atau kemampuan intelektual, mental, sensorik, serta fisik.
Intoleransi dapat memiliki dampak negatif pada masyarakat, seperti: Mengganggu harmoni sosial, Memicu konflik, Menghambat perkembangan masyarakat yang beragam.
Beberapa faktor yang memengaruhi intoleransi di Indonesia antara lain:
1. Agama
Isu intoleransi agama sering muncul di Indonesia, terutama antara mayoritas Muslim dan minoritas agama lain seperti Kristen, Hindu, Buddha, serta aliran-aliran kepercayaan lokal. Beberapa kasus seperti penutupan rumah ibadah, diskriminasi dalam pekerjaan, hingga konflik antar-komunitas berbasis agama masih kerap terjadi.
2. Suku dan Ras
Indonesia memiliki ratusan suku dan etnis dengan keragaman budaya yang sangat besar. Namun, konflik etnis juga pernah terjadi, seperti konflik di Ambon, Poso, dan Papua. Stereotip negatif dan diskriminasi terhadap kelompok tertentu, seperti keturunan Tionghoa, masih sering muncul dalam kehidupan sosial.
3. Politik Identitas
Dalam beberapa tahun terakhir, politik identitas yang memanfaatkan isu agama dan etnis untuk memenangkan dukungan politik semakin terlihat, terutama dalam kampanye pemilu. Ini memperdalam perpecahan sosial dan memperburuk polarisasi masyarakat.
4. Media Sosial
Media sosial memainkan peran signifikan dalam menyebarkan ujaran kebencian dan memicu intoleransi. Hoaks dan misinformasi yang berkaitan dengan agama, etnis, dan politik dapat menyebar dengan cepat dan memicu ketegangan di masyarakat.
5. Radikalisme
Kelompok-kelompok ekstremis, baik berbasis agama maupun ideologi lain, juga menjadi faktor yang memperparah intoleransi di Indonesia. Radikalisasi sering kali terjadi melalui doktrin agama yang salah tafsir dan diperkuat oleh situasi sosial ekonomi yang sulit.
Hasil penelitian SETARA Institute, memperlihatkan bahwa intoleransi di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Ini terjadi bukan karena akibat dari individu saja, melainkan dari berbagai aspek yang meliputi.
Aspek pertama, karena produk hukum yang melanggengkan intoleransi terus bertahan. SETARA Institute mencatat, dari tahun ke tahun sebanyak 72 produk hukum daerah terkategori intoleran yang membatasi kebebasan beragama/kepercayaan kelompok minoritas (2000-2017). Sepanjang produk hukum tersebut belum dicabut, maka pelanggaran HAM dan pelanggaran hak konstitusional terus berlangsung (violation by rule).
Aspek kedua, meningkatnya fanatisme dalam beragama. Menguatnya fanatisme keagamaan yang mewujud di ruang publik dengan radikal akan melahirkan perilaku intoleran. Sebagai sebuah akibat sikap intoleran, maka secara sendirinya intoleransi ini berdampak pada kedamaian kehidupan bangsa.
Aspek ketiga, karena pembiaran dan mendapat dukungan. Sudah terlalu banyak pembakaran dan penyegelan sepihak tempat ibadah keagamaan. Atas nama legalitas, kelompok ini sering memberi garis kuning dengan maksud melarang kebebasan beragama/berkeyakinan umat agama dan manusia lain.