Santrikeren.id-Dalam agenda lawatan ke sejumlah negara di Asia Tenggara, Grand Syeikh atau Imam Besar Al-Azhar, Ahmad El-Tayeb berkesempatan menghadiri forum Interfaith and Intercivilizational Reception di Hotel Pullman Central Park, Jakarta yang digelar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), pada Rabu, 10 Juli 2024 lalu.
Sebagai ikon tokoh Islam moderat, Grand Syeikh menegaskan bahwa Islam adalah agama yang terbuka dengan dialog. Sebab, menurutnya segala bentuk perbedaan, termasuk dalam hal ini agama, merupakan misi kasih saying terhadap sesama manusia.
“Islam, memandang pemeluk agama lain dengan pandangan kasih sayang, bukan saling memerangi atau membunuh,” kata Syeikh Ahmad El-Tayeb.
Pandangan ini bukan tanpa landasan. Grand Syekh El-Tayeb menilai bahwa penciptaan manusia yang berbeda-beda ras, suku dan agama menjadi prinsip dasar dalam menumbuhkan rasa kasih sayang dan saling menghargai antar sesama umat manusia. Hal ini sebagaimana yang tertuang dalam Surat Al-Hujarat ayat 13.
“Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Mahateliti.”
Dari ayat tersebut, Grand Syeikh El-Tayeb memandang bahwa keberagaman dapat tercipta melalui ta’aruf (perkenalan). Setelah saling mengenal manusia dapat hidup rukun dan bertoleransi dalam perbedaan karena Islam adalah agama yang bebas. Kebebasan yang dimaksud dalam peradaban Islam adalah umat Muslim memberikan kebebasan bagi umat lain untuk memeluk kepercayaannya tanpa ada paksaan untuk mengikuti agama Islam.
“Allah menghendaki kita berbeda suku bangsa ras bahasa. Andai mau, Allah jadikan manusia satu jenis. Tapi Allah tidak menghendaki hal itu dan bahkan menjadikan manusia hidup dengan syariat yang berbeda-beda,” jelasnya.
Di hadapan para tokoh pemuka agama, Grand Syekh juga mengkritisi permasalahan kemanusiaan di dunia, terutama yang terjadi di Palestina. Ia pun berharap agar umat Islam di seluruh dunia untuk senantiasa prihatin dengan rakyat Palestina yang didzalimi.
“Dalam hal yang disebut tatanan dunia baru, rakyat Palestina merupakan warga yang dizhalimi. Saya berharap umat di seluruh dunia dan umat Islam untuk memperhatikan peradaban kemanusiaan,” tambahnya.
Lebih jauh, Grand Syeikh juga menolak persepsi keliru tentang agama Islam yang dinilai kaku dan radikal. Persepsi ini dilatarbelakangi dengan adanya jurang pemisah pemikiran antara Barat dan Timur yang belum ada upaya serius untuk menjembatani hal itu. Justru menurutnya Islam adalah agama yang terbuka untuk dialog dan saling memberikan pemahaman.