Menu

Mode Gelap
Santri: Bukan Hanya Cadangan Pesantren, Tetapi Juga Cadangan Pemerintah Cyberbullying: Ancaman Tersembunyi Di Era Digital Mengenal Peran Duta Damai Santri Jawa Timur Blokagung Bersholawat Berhasil Kobarkan Semangat Para Santri

Kontra Narasi · 17 Nov 2022 07:00 WIB ·

Gerakan Islam Nusantara


 Gerakan Islam Nusantara Perbesar

Islam Nusantara ialah paham dan praktik keislaman di bumi Nusantara sebagai hasil dialektika antara teks syariat dengan realita dan budaya setempat.

Realitas ini kemudian oleh ulama Nusantara dalam memahami dan menerapkan ajaran Islam mampu melahirkan ideologi negara Pancasila, di mana isi yang terdapat dalam Pancasila dikemukakan dengan tanpa bertentangan dengan syariat.

Ideologi ini, melalui penggalian dari budaya bangsa Indonesia, dapat diterima dan disepakati sebagai dasar negara Indonesia, meskipun pada awalnya kaum Muslimin keberatan, memandang yang mereka idealkan adalah Islam secara eksplisit perihal dasar negara.

Namun, akhirnya mereka sadar bahwa secara substansial pancasila sendiri diambilkan dari prinsip-prinsip Islam. Sebagaimana gambaran pada sila pertama yang menjiwai sila-sila yang lain, yaitu mencerminkan tauhid dalam akidah keislaman. Sedangkan sila-sila yang lain merupakan bagian dari representasi syariat.

Seandainya kaum Muslimin ngotot dengan Islam formalnya dan kelompok lain bersikeras dengan sekulerismenya barangkali sampai saat ini negara Indonesia belum lahir. Itulah pentingnya berpegang pada kaidah:

دَرْءُ الْمَفَاسِدِ مُقَدَّمٌ عَلَي جَلْبِ الْمَصَالِحِ

“Menolak mudarat didahulukan daripada menarik maslahat.”

Pemahaman, pengalaman, dan metode dakwah ulama Nusantara, sejauh ini telah memberikan kesan yang baik, yaitu Islam yang tampil dengan wajah sumringah dan tidak pongah. Toleran tapi tidak plin-plan, serta permai nan damai.

Saat ini, dunia Islam di Timur Tengah tengah dibakar oleh api kekerasan yang berujung pada pertumpahan darah. Ironisnya, agama Islam acapkali digunakan sebagai justifikasi bagi pengrusakan-pengrusakan tersebut. Maka cara berislam penuh damai sebagaimana di Nusantara ini kembali terafirmasi sebagai hasil tafsir yang paling memadai untuk masa kini.

Tonton juga: RESOLUSI JIHAD BELUM USAI || shoot movie duta damai santri jawa timur

Mempertahankan Nilai Keislaman di Nusantara

Yang menjadi pekerjaan rumah bersama adalah bagaimana nilai-nilai keislaman yang telah dan sedang kita hayati ini, terus dipertahankan. Bahkan, kita harus berupaya ‘mengekspor’ Islam Nusantara ke seantero dunia, terutama ke bangsa-bangsa yang diamuk kecamuk perang tak berkesudahan, yaitu mereka yang hanya bisa melakukan kerusakan (fasād) tapi tidak kunjung melakukan perbaikan (ṣalāḥ).[1]

Tugas kita adalah mengenalkan Allah yang tidak hanya menjaga perut hamba-Nya dari kelaparan, tapi juga menenteramkan jiwa dari segalakekhawatiran,

فَلْيَعْبُدُوْا رَبَّ هٰذَا الْبَيْتِۙ الَّذِيْٓ اَطْعَمَهُمْ مِّنْ جُوْعٍ ەۙ وَّاٰمَنَهُمْ مِّنْ خَوْفٍ ࣖ

“Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan (pemilik) rumah ini (Ka‘bah), yang telah memberi mereka makanan untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari rasa takut.” (QS. Quraisy [106]: 3-4)

Dari segi penerapan syariat, Islam Nusantara banyak mengembangkan pola bermadzhab atau mengikuti madzhab pemikiran tertentu. Dengan ungkapan lain, pengamalan syariat di Indonesia diwarnai oleh corak pemikiran para imam madzhab, terutama madzhab yang empat. Sebab, secara de facto sebagian besar kaum Muslimin Indonesia dalam bidang ibadah dan munakahat (pernikahan) mengikuti Madzhab Syafi’i dan dalam bidang yang lain banyak yang mengikuti Madzhab Abu Hanifah dan Ahmad bin Hanbal.

Baca juga: Santri Tidak Boleh Mengosongkan Kursi dalam Pemerintahan

Penerapan Fiqh Jinayah di Indonesia Disesuaikan dengan Undang-undang

Fiqh jinayah (hukum pidana) terutama yang menyangkut penerapan hukuman tidak mungkin dilaksanakan tanpa kehadiran institusi negara. Bahkan, melalui kehadiran negara seperti Indonesia, tidak secara otomatis fiqh jinayah bisa diterapkan.

Ketentuan-ketentuan jinayah dan hukuman-hukumannya bisa terlaksana apabila negara telah menjadikannya sebagai ketentuan formal. Namun, kaum Muslimin yang memiliki kesadaran agama yang kuat, tidak memerlukan motivasi kekuasaan sebagai pendorong agar mereka melaksanakan syariat.

Motivasi kekuasaan diperlukan bagi mereka yang tidak memiliki kesadaran nurani yang jumlahnya tidak bisa dikatakan lebih kecil dari mereka yang kuat. Dengan alasan ini dan agar negara lebih islami, banyak desakan dari sebagian kalangan agar syariat diformalkan (tathbiq asy-syari’ah) di Indonesia.

Sementara itu, ada kalangan yang tidak setuju dengan pola penerapan syariat secara formal dengan alasan bahwa hal itu berpotensi memecah belah persatuan nasional, mengancam keutuhan NKRI, dan alasan-alasan lain. Seharusnya, alasan-alasan tersebut tidak perlu muncul. Sebab, hal itu tidak berarti memaksakan penerapan ajaran Islam kepada warga negara non-Muslim.

Al-Qur’an telah menyatakan bahwa tidak ada paksaan dalam agama dan memberi kebebasan beragama dan berkeyakinan kepada setiap orang. Syariat dalam kontek ini lebih bermakna hukum Islam, yakni aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan yang sebagian besar merupakan hasil pemikiran para pakar hukum Islam (mujtahid) yang perumusannya dilakukan dengan bimbingan al-Qur’an dan sunnah secara langsung atau melalui maqashid asy-syari’ah.

Dengan demikian, apapun undang-undang yang diterapkan, selagi memiliki sandaran al-Qur’an dan sunah, baik secara langsung atau pun tidak, penerapan undang-undang itu juga berarti penerapan syariat Islam.


[1]Afifuddin Muhajir, 2017, Fiqh Tata Negara, IRCisoD, Yogyakarta, hlm. 202.

Gerakan Islam Nusantara Gerakan Islam Nusantara
Gerakan Islam Nusantara

Artikel ini telah dibaca 4 kali

Baca Lainnya

Politik Damai: Jalan Menuju Kehidupan yang Harmonis

21 November 2024 - 08:56 WIB

Politik dan Kemanusiaan dalam Pilkada Serentak

19 November 2024 - 11:09 WIB

Membangun Kehidupan Berbangsa Melalui Toleransi dan Keadilan

30 Oktober 2024 - 06:13 WIB

Radikalisme dan Upaya Pembentukan Desa Siaga sebagai Benteng Keamanan Nasional

30 Oktober 2024 - 05:55 WIB

Menilik Sejarah Radikalisme dan Terorisme di Indonesia

26 Oktober 2024 - 05:18 WIB

Radikalisme dan Tantangan yang Dihadapi Negara

26 Oktober 2024 - 05:06 WIB

Trending di Kontra Narasi