Oleh: Moch Karim Amirudin
Dalam hakikatnya cinta memang merupakan sifat yang melekat pada diri setiap manusia. Eksistensi cinta memberikan sebuah kebahagiaan yang kadang kala membabi buta dapat mengalahkan nilai-nilai ke-estetikan yang lain, atau bahkan memberikan kesedihan yang teramat mendalam karena luka yang menyeruak ke dalam setiap rongga hati sehingga tak dapat menerima ke-histerisan realita yang ada. Terkadang, sifat hati itu beraneka ragam ada yang kuat dan ada yang lemah, dalam penanganan masalah cinta. Sungguh tragis jika kalian seperti itu.
Di zaman sekarang banyak sekali insan yang rela dibuat mondar-mandir oleh yang namanya cinta, mereka rela melakukan apa pun hanya demi sebuah hasrat yang dapat tersampaikan. Memang sulit sekali menyikapinya. Jikalau sudah masuk ke dalam ruang cinta, kita serba salah dibuatnya.
Jika kita ittiba’, kita yang akan dibuat masuk ke dalam jurangnya dan tidak akan dapat di prediksi kedalamannya. Semakin kita masuk ke jurang cinta semakin kita akan dibuat jatuh. Walaupun sekuat apa pun hati menerimanya.
Jika kita menghindarinya, ada suatu keadaan dimana adanya kontradiksi antara pikiran dan hati. pikiran memang sifatnya cenderung ke arah realita dan dapat memprediksi suatu akibat yang akan datang, sedangkan hati hanya terpaku dalam hal ikut dalam alur suasana entah itu berdampak baik atau buruk.
Penulis akan menjelaskan bagaimana tips menjadi insan yang cakap dalam hal menangani cinta. Sebenarnya simple sekali. Kita hanya harus mengarahkan cinta dengan bijak dan benar. Seperti yang diajarkan oleh rasulullah SAW.
Rasulullah sangat paham dalam mengalokasikan cinta, tak pernah sedikit pun Rasulullah SAW terbesit rasa cinta pada selain Allah swt. Maka dapat disimpulkan bahwa Rasulullah hanya mengalokasikan cintanya semata untuk Allah SWT. Only Allah dalam hatinya dan cinta kepada selain Allah.
Rasulullah menempatkan sebagai bentuk perintah dan sifat kasih sayang manusiawi. Karena hakikat cinta hanya kepada Allah. Maka dari itu, coba kita lihat para ahibbaullah yang namanya sudah intisyar di seluruh penjuru dunia. Seperti Rabiah Al-adawiyyah, Abu Nu’am al-Isfahani, Jalaludin Rumi, Imam Al-Ghazali dan lain-lain. Beliau semua memiliki cinta yang tepat dalam hal pengalokasiannya.
Dikutip dalam buku Rasulullah Sang Sufi Agung karya Muhammad Zulian Alfarizi menyebutkan bahwa orang yang mengalami cinta ilahiyyat akan senantiasa berbahagia sekaligus sedih. Senang sekaligus duka. Disebut senang, karena memang cinta itu memiliki takdir untuk menggembirakan setiap orang. Disebut sedih, karena setiap pencintaan itu akan senantiasa merasakan haus terhadap penyatuan dengan sang kekasih.
Ketika penyatuan tidak kunjung tiba, yang ada adalah kesedihan yang menganga. Dalam cuplikan keterangan tersebut kita tinggal tentukan mau pilih yang mana. Mau pilih yang berujung bahagia atau berakhir tragis. Pastinya kita akan memilih yang happy ending. Maka dari itu, kita harus cermat dalam me-manage cinta. Salah satunya dengan mengalokasikan cinta kepada sang khaliq, bukan kepada makhluk dan buatlah cintamu kepada makhluk sebagai bentuk cintamu kepada sang khaliq.
Dari sekian keterangan yang sudah dipaparkan, terakhir akan dijelaskan mudlorot ketika kita sudah terlanjur masuk ke ruang cinta yang misi pengalokasiaannya akan berdampak pada totalitas seluruh kebahagiaan yang ada di hati seperti halnya kesedihan yang tak kunjung berakhir, sifat hati yang cenderung ittba’ Iila ahwal al- waqi’ah akan mengakibatkan semangat hidup menjadi terkuras. Karena penyemangat hidup itu dilatarbelakangi oleh hati yang bahagia.
*Santri Pondok Pesantren Darussalam Blokagung. Anggota Duta Damai Santri Jawa Timur