Oleh : Abdul Warits*
Apa yang akan terjadi jika mayoritas masyarakat hari ini sudah lupa dengan peran utamanya pada alam semesta ini? Bukan tidak mungkin jika sepuluh tahun ke depan kealpaan manusia terhadap perannya akan mengakibatkan bumi akan semakin semraut. Oleh sebab itu, kesadaran untuk melakukan perbaikan terhadap lingkungan dan masyarakat harus berdasarkan kepada ajaran Alquran sebagai pedoman utama dalam mengatur kehidupan sehari-hari.
Buku ini penting direfleksikan kembali dalam memahami peran khalifah (pemimpin) manusia pada alam semesta ini. M. Quraisy Shihab dalam buku ini menjelaskan secara rinci tentang hakikat manusia, penciptaan manusia dan tujuannya di muka bumi ini. Pada dasarnya, manusia adalah miniatur alam raya karena diciptakan dengan sempurna. Manusia diberi akal dan kemampuan berekpresi atau berbicara secara nyata atau rahasia. Tubuhnya diperindah, ditegakkan, dan dipermudah geraknya. Sebagaimana dijelaskan Alquran dalam Q.S At-tin (hal. 11).
M.Quraisy Shihab lebih menekankan betapapun akal adalah yang paling agung dalam diri manusia seyogyanya juga tidak lupa terhadap urgensi roh sebagai titik tumpu manusia. Ia adalah landasan yang berdiri tegak di atas kemanusiaan manusia. Rohlah yang mengarahkannya meraih kompas yang menerangi perjalanannya. Jangan bertanya melalui daya akal semata bagaimana itu terjadi, karena jawaban akal betapapun diupayakan akan tetap kabur (hal. 19). Sebagai manusia yang memiliki peran sebagai khilafah sepantasnya bersyukur memiliki akal untuk mengatur segala kehidupannya dan terus mengasah roh batiniyah dalam rangka mengendalikan kekuatan alam.
Tujuan penciptaan manusia sebagai khilafah di bumi memiliki beberapa fungsi. Di antaranya adalah bagaimana manusia bisa memakmurkan bumi. M. Quraish Shihab mengutip Q.S Hud ayat 61 bahwa manusia memiliki dua kemungkinan dalam memakmurkan bumi. Pertama, manusia mampu memakmurkan bumi dan membangun bumi sehingga tidak ada alasan untuk tidak berusaha sekuat kemampuan untuk membangun atau memakmurkannya. Kedua, Allah menjadikan manusia sebagai orang yang mendiami dan Allah memanjangkan usianya di bumi. (hal. 73). Di sisi lain, M. Quraish Shihab juga mengutip pendapat Ibnu Kasir bahwa manusia adalah pemakmur bumi sekaligus pengelolanya. Al-Qurtubi lebih kepada membangun perumahan dan menanam pepohonan.
Terlepas dari itu semua, ada hal penting yang harus diperhatikan dan membutuhkan kesadaran manusia yaitu ketika menjadi penguasa dalam panggung politik. M. Quraisy Shihab lebih detail memberikan benang merah bahwa Allah menghendaki dari seorang khalifah—penguasa yang diberi atau memperoleh wewenang pengaturan—agar dia tampil memimpin dan memberi tuntunan serta keteladanan bagi masyarakatnya. (hal. 77).
Maka, tidak salah jika Umar bin Khattab diberikan gelar sebagai amirul mukminin. Selain Rasulullah dan para khulafa’ur rasyidin yang lain, sosok Umar bin Khattab adalah suri teladan yang patut dicontoh oleh pemimpin kita hari ini. Umar bin Khattab pernah mengatakan bahwa dirinya sibuk beribadah kepada Allah pada saat malam hari dan sibuk melayani umat saat siang hari. Karenanya, M. Quraish Shihab menyebutkan kata amir sebagai subjek sekaligus objek. Amir adalah orang yang memerintah sekaligus hakikat dan kedudukannya merupakan sosok yang diperintah oleh Allah SWT dan juga aspirasi masyarakatnya. (hal. 78).
Solusi yang ditawarkan dalam rangka memakmurkan bumi di buku ini adalah dengan memahami bahwa Allah menundukkan alam buat manusia. Seharusnya manusia harus sadar jika Allah yang menundukkan alam bukan manusia yang menundukkannya (hal. 83). Oleh sebab itu, manusia bukanlah tuan dan alam raya bukan pula hambanya yang dapat diperlakukan seenaknya. Manusia dan alam adalah ciptaan-ciptaan Allah, maka jangan sekali-kali kita merusaknya apalagi mengeruknya tanpa pertimbangan akal sehat.
Judul : Khilafah Peran Manusia di Bumi
Penulis : M. Quraisy Shihab
Penerbit : Lentera Hati
Cetakan : Agustus, 2020
Tebal : 169 halaman
ISBN : 978-623-7713-29-6